OPINI  

Media Perlu Dibantu Agar Tetap Hidup Catatan Hendry Ch Bangun

87E814A7 7EEB 4E4E 919E 5B6E25F36C64

Hari Pers Nasional 2022 yang jatuh pada 9 Februari lalu dan puncak acaranya dilangsungkan di Kendari, Sulawesi Tenggara, di spanduk, billboard, iklan media massa dan media sosial terpampangberbagai harapan kepada pers.

 

Pers harus menjadi perekat dan mempersatukanbangsa”, “Pers harus menjaga kualitas agar dapatmenangkal hoaks.” “Pers harus menjadi penjernihinformasi agar masyarakat tidak diracuni berita palsu”.  “Pers jangan partisan, bersikap independen adil bagisemua kelompok masyarakat”. Pers itu bertugasmengoreksi, bukan menjadi corong pemerintah.”

Dan entah apalagi. Isinya semua tuntutan. Maunya persbegini dan begitu, semua itu mungkin harapan karenaada hal-hal yang dianggap tidak cocok atau sudahberubah seiring dengan perkembangan zaman. Harapanideal, yang barangkali hanya bisa dilakukan di era yang ideal—dan itu bukan sekarang.

Ya, saat ini media tidak sedang baik-baik saja. Hampirsemuanya sekarat. Pada banyak media, pendapatanbukan hanya turun drastis tetap cenderung habis. Padamedia lain, pendapatan ada tetapi tidak cukup untuksaving, hanya membiayai operasional. Ada satu duayang hidup cukup sehat, tetapi kalau kondisi tidakberubah mungkin musim gugur kembali melandaindustri media.

Yang bisa menolong ada dua, yaitu pemerintah melaluiregulasi dan masyarakat melalui donasi ataukepedulian.

Seluruh aturan harus bermuara pada satu hal, membantu perusahaan pers. Perusahaan media massajanganlah lagi dianggap entitas bisniskecuali tentuyang porsi entertainmentnya lebih besar dari beritaanggaplah dia sebagai lembaga yang membantupemerintah dalam mencerdaskan bangsa, menyalurkaninformasi, dan berpartisipasi dengan ide dan aspirasiuntuk mengembangkan sistem demokrasi. Dalamposisi ini maka media dianggap partner pemerintah, masyarakat yang ambil bagian sesuai porsinyamembantu penyelenggaraan negara. Mereka tidakmencari untung, pendapatan yang diperoleh hanyadigunakan untuk menunjang operasional, tidakmenumpuk kekayaaan.

BACA JUGA INI:   Mengapa Wartawan Dibunuh ?

Dengan demikian maka biaya izin-izin media penyiaran tidak perlu ada. Pajak kertas koran, haruslahdihilangkan. Kucurkan subsidi agar pelatihan danpeningkatan kompetensi sumber daya manusianyadapat terlaksana. Kalau perlu supaya perusahaan media maju, media didukung dengan kredit usaha berbungarendahatau bahkan tanpa bunga. Di sini berlakumoto, pers sehat, bangsa kuat.

Seperti berulang kali saya tulis, pemerintahmengucurkan trilyunan rupiah untuk meningkatkanSDM eksekutif, legislatif, yudikatif, dengan beragamjenis pendidikan dan pelatihan, dengan berbagaijenjang pula. Tetapi pemerintah sangat pelitmemberikan bantuan pada SDM media.

Dewan Pers sebagai satuan kerja di KementerianKominfo melalui perencanaan di Bappenas dandisetujui di DPR,  diberikan anggaran pelatihan dan ujikompetensi wartawan sebesar Rp 12 milyar lebih bagi1870 wartawan pada tahun 2022 ini. Sedangkan padatahun 2021 sebesar Rp 10 milyar, yang menghasilkan1750 wartawan bersertifikat. Sertifikasi lebih banyakdilakukan organisasi wartawan seperti PWI, AJI, IJTI dengan bantuan dari berbagai pihak agar wartawanmenjadi professional dan memahami minimal Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Sertifikasi hanyalah pemetaan kompetensi umum, padahal sebenarnya awak media di jenjang tertentuharus memiliki ketrampilan khusus, spesialis, dankonten media semakin bermutu. Begitu pula perlupelatihan manajemen pengelolaan media agar pengurusan perusahaan pers dilakukan sesuai dengangood corporate government: ada kontrol kualitaskonten, ada kredibilitas manajemen di mana wartawanbekerja dalam prosedur dan pertanggungjawaban yang jelas.

BACA JUGA INI:   Indahnya Seragam Warna Cokelat

Perusahaan media takkan bisa melakukan peningkatankapasitas SDM-nya sendiri dalam kondisi saat ini. Harus ada peran pemerintah, melalui lembaga di kementrian terkait seperti Kominfo, KementerianEkonomi Kreatif,  Kementerian Perdagangan, dsb. ***

Masyarakat pun jangan hanya bisa meminta pers harusberbuat ini atau berbuat itu. Berilah media nafaskehidupan. Masyarakat adalah sumur tanpa dasar kalaubicara soal dana yang tersedia. Ada banyak uang, tinggal lagi apakah mau diberikan atau tidak. Bukanhanya saat ini.

Saya teringat saat mingguan Star Weekly, menggalangdana bagi regu Piala Thomas Indonesia yang bertanding di Selandia Baru untuk penyisihan dankemudian ke Singapura untuk putaran final pada tahun1958. Melihat pemerintah tidak punya cukup uang danPBSI pun tidak punya dana cukup, majalah itumembuka dompet donasi. Akhirnya Indonesia mengalahkan Malaysia di final dan memboyong PialaThomas ke Jakarta dan pemain-pemainnya diterimaPresiden Soekarno di Istana Negara.   Semua senangIndonesia berjaya. Kuncinya, dana masyarakat.

Pada saat ini masyarakat Indonesia terkenal paling pemurah seantero jagat. Dalam launching Hari PersNasional di Studio TVRI Jakarta pada 30 Januari 2022, saya katakan, rakyat Indonesia ringan tangan untukmenyumbang ke berbagai pelosok dunia. Ada anak-anak  kelaparan dan kedinginan di Suriah, dibantu. Ada anak-anak tidak mempunyai Al Quran untuk belajar di Nigeria, dibantu. Ada pengungsi Myanmar terdampar, dibantu. Ada bencana Semeru, rakyatnya dibantu. Ada gempa bumi di Lombok, dibantu. Di Instagram sayamelihat puluhan lembaga meminta dan menyalurkansumbangan dengan jumlah putaran dananya sulitdihitung, di dalam dan luar negeri. Entah berapa ratusmilyar pertahun.

BACA JUGA INI:   KAWAL AKSELERASI BELANJA PEMERINTAH MELALUI EPA

Menurut saya, perusahaan pers dengan kualitasbermutu juga patut didukung oleh masyarakat kalaumemang ingin agar media massa dapat menjalankantugas, peran, dan fungsinya sebagaimana diamanatkanUU Pers. Bantu dengan berlangganan kontenpremium ataupun media cetak–, beriklanlah langsung, atau kerja sama secara kolaboratif, bersinergi, karenabangsa dan negara ini membutuhkan media berkualitas.

Pada saat ini media dalam kondisi orang yang hampirtenggelam. Ada airnya sudah di leher, ada yang masihdi pinggang. Tetapi ada pula yang sudah timbultenggelam. Dalam kondisi itu maka, tentu merekaharus ditolong dulu. Selamatkan, beri tenaga denganasupan makanan sehat. Baru bisa disuruh bekerja baik.

Media dalam kondisi sakit, akan berjuang dengancaranya sendiri untuk hidup. Terkadang apapunditelannya agar bisa bertahan.

Trus Anda sekalian mau mengharapkan merekamenjadi idealis? Tentu sulit.

Maka masa depan media bakal ditentukan oleh pedulitidaknya pemerintah dan masyarakat, bagaimanamelihat posisi media dalam sebuah negara demokrasi. Kalau media mati satu persatu, yang rugi masyarakat, karena mereka akan disuguhi informasi yang asal-asalan, yang tidak jelas kredibilitasnya, karena tidakdikelola oleh orang yang kompeten danbertanggungjawab.

Jadi, janganlah hanya bisa menuntut. Berbuatlahsesuatu bagi media. Demi masa depan bangsa yang lebih baik. Rel