REMPANG-BATAM, ExtraNews – DI Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, layanan puskesmas dihentikan dan sekolah-sekolah negeri dipindahkan sejak Agustus 2023 karena proyek Rempang Eco City. Cara itu dianggap sebagai bentuk pengusiran paksa yang jelas-jelas melanggar konstitusi dan hak asasi manusia (HAM).
Hal ini dilakukan BP Batam dan Pemko Batam untuk memaksa warga Rempang meninggalkan kampung halaman mereka, dan menyetujui relokasi karena adanya proyek Rempang Eco City.
“Sungguh negara Indonesia sedang melakukan pemaksaan dan penindasan terhadap warga Rempang. Bahkan secara tidak langsung negara telah membunuh kehidupan dan masa depan warga Rempang,” sebut tokoh masyarakat Riau dan Kepulauan Riau Azlaini Agus, Rabu (13/9).
Padahal, di dalam pembukaan UUD Negara Indonesia tahun 1945 ditegaskan bahwa Negara wajib melindungi seluruh tumpah darah dan segenap warga negara Indonesia, memajukan kesejahteraan umum. Karena itu, ia menyebut negara telah melanggar dan mengabaikan konstitusi serta hak asasi manusia (HAM).
“Dalam kasus Pulau Rempang, penguasa negara sudah mengabaikan amanah konstitusi tersebut,” kata Azlaini Agus.
Ia menyayangkan penguasa pada pemerintahan saat ini yang sudah melakukan penindasan dan pelanggaran HAM warga negara sendiri, yakni penduduk Pulau Rempang.
Negara telah melanggar hak warga untuk bertempat tinggal, hak untuk bermata pencaharian, hak atas kesejahteraan lahir dan batin, hak atas pelayanan kesehatan dan hak untuk mendapatkan pendidikan dan tumbuh kembang anak-anak generasi penerus.
Kronologi proyek Rempang Eco City
Ia mengungkapkan, masuknya investor ke Rempang, diawali dengan ditandatanganinya MOU tahun 2004 antara Walikota Batam Nyat Kadir dengan investor dari Group Artha Graha yakni PT Makmur Elok Graha (MEG).
Akan tetapi selama 19 tahun lahan yang diberikan kepada investor tersebut tidak digarap atau ditelantarkan. Lalu masuklah sejumlah orang-orang dari luar Rempang yang membuka berbagai usaha seperti ternak babi, ternak ayam, dan kebun buah-buahan. Mereka adalah pendatang yang menempati bagian darat dari Pulau Rempang.
“Sedangkan penduduk asli keturunan Prajurit Sultan Riau Lingga sejak dulu hingga kini menempati dan berdiam di bagian pesisir di 16 kampung tua Pulau Rempang,” jelasnya.
Komentar