PLN Mengucapkan selamat idul fitri 2025

Viral! Jokowi Tidak Salami Eks Wapres Try Sutrisno di Peringatan HUT ke 79 TNI di Monas, Ini Videonya

Viral! Jokowi Tidak Salami Eks Wapres Try Sutrisno di Peringatan HUT ke 79 TNI di Monas, Ini Videonya

Profil Try Sutrisno

Jenderal TNI (Purn.) H. Try Sutrisno (lahir 15 November 1935) adalah Wakil Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat pada periode 1993–1998.

Sebelum dilantik sebagai Wakil Presiden, Try Sutrisno pernah menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Awal Kehidupan dan Latar Belakang

Try Sutrisno lahir pada 15 November 1935 di Surabaya, Jawa Timur.

Ayahnya, Subandi, bekerja sebagai sopir ambulans, sementara ibunya, Mardiyah, seorang ibu rumah tangga.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ketika Belanda kembali mencoba mengklaim Indonesia sebagai koloni mereka, keluarga Try pindah dari Surabaya ke Mojokerto.

Ayahnya bekerja sebagai petugas medis di Batalyon Angkatan Darat Poncowati, yang membuat Try harus berhenti sekolah dan mencari nafkah dengan menjadi penjual rokok dan penjual koran.

Pada usia 13 tahun, Try Sutrisno ingin bergabung dengan Batalyon Poncowati untuk berjuang melawan Belanda.

Meskipun usahanya tidak dianggap serius, ia akhirnya dipekerjakan sebagai kurir yang bertugas mengumpulkan informasi dari daerah-daerah yang dikuasai Belanda dan mengambil obat-obatan untuk Angkatan Darat Indonesia.

Pada tahun 1949, setelah Belanda mundur dan mengakui kemerdekaan Indonesia, Try dan keluarganya kembali ke Surabaya, di mana ia menyelesaikan pendidikan di SMA Bagian B pada tahun 1956.

Awal Karier Militer

Setelah lulus dari SMA, Try Sutrisno ingin melanjutkan pendidikan di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD).

Meskipun awalnya gagal dalam pemeriksaan fisik, Try akhirnya diterima setelah mendapatkan perhatian dari Mayor Jenderal GPH Djatikusumo.

BACA JUGA INI:   Tito Terbitkan 3 Inmendagri Baru untuk Aturan Teknis di Masa Perpanjangan PPKM

Di ATEKAD, Try menjalin persahabatan erat dengan Benny Moerdani.

Pengalaman militer pertama Try Sutrisno dimulai pada tahun 1957, saat ia berperang dalam rangka menumpas Pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), sebuah gerakan separatis di Sumatra yang berupaya menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno.

Setelah menyelesaikan pendidikan militernya di ATEKAD pada tahun 1959, Try mulai bertugas di berbagai daerah, termasuk Sumatra, Jakarta, dan Jawa Timur.

Pada tahun 1972, Try dikirim ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad).

Dua tahun kemudian, pada 1974, Try terpilih menjadi ajudan Presiden Soeharto, yang kemudian membuka jalan bagi kariernya yang semakin gemilang di militer.

Panglima ABRI dan Puncak Karier Militer

Pada tahun 1978, Try Sutrisno diangkat sebagai Kepala Staf di Komando Daerah Militer (KODAM) XVI/Udayana, Bali.

Setahun kemudian, ia diangkat menjadi Panglima KODAM IV/Sriwijaya, di mana ia terkenal dengan upayanya menekan tingkat kejahatan dan menyelesaikan masalah penyelundupan timah.

Ia juga terlibat dalam kampanye lingkungan untuk mengembalikan gajah Sumatra ke habitat aslinya.

Pada tahun 1982, Try diangkat sebagai Panglima KODAM V/Jaya dan ditempatkan di Jakarta.

Pada tahun 1984, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang yang mengharuskan semua organisasi, baik politik maupun non-politik, untuk mengadopsi Pancasila sebagai asas tunggal.

Peristiwa kerusuhan di Tanjung Priok pada 1984, yang dipicu oleh konflik terkait kebijakan pemerintah, menjadi salah satu momen penting dalam karier Try Sutrisno sebagai panglima, di mana pasukan terpaksa turun tangan untuk mengatasi kerusuhan tersebut.

BACA JUGA INI:   Video! Ngeri, Jenderal (Purn) Hendropriyono Nyaris Tertimpa Videotron saat Pidato di Cijantung

Karier Try Sutrisno terus berkembang.

Pada tahun 1985, ia menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, dan pada tahun 1986, ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.

Sebagai Kepala Staf AD, ia memprakarsai pembentukan Badan Tabungan Wajib Perumahan TNI-AD untuk memudahkan prajurit membeli rumah.

Puncak karier Try Sutrisno datang pada tahun 1988, ketika ia diangkat sebagai Panglima ABRI, menggantikan L.B. Moerdani.

Dalam perannya sebagai Panglima ABRI, Try Sutrisno memimpin operasi militer untuk menanggulangi pemberontakan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Aceh pada 1992.

Namun, masa jabatannya juga tercatat sebagai periode berlakunya insiden-insiden kontroversial, termasuk Insiden Talangsari dan Insiden Dili di Timor Timur, yang memicu kecaman internasional terhadap pemerintah Indonesia.

Wakil Presiden Indonesia

Pada Februari 1993, setelah masa jabatannya sebagai Panglima ABRI berakhir, Try Sutrisno dicalonkan oleh fraksi ABRI untuk menjadi Wakil Presiden Indonesia.

Meskipun secara teknis fraksi ABRI memiliki hak untuk mencalonkan, hal ini memicu ketegangan dengan Presiden Soeharto, yang awalnya merasa didahului dalam proses pencalonan.

Namun, pada akhirnya Soeharto menerima Try Sutrisno sebagai calon Wakil Presiden, dan ia terpilih dalam Sidang Umum MPR pada tahun 1993.

Sebagai Wakil Presiden, Try Sutrisno tidak pernah sepenuhnya dilibatkan dalam pembentukan kabinet dan kebijakan-kebijakan utama, yang membuat hubungan antara dirinya dan Soeharto sedikit tegang.

Pada 1995, Try sempat mengkritik kebijakan ekonomi dan bisnis yang melibatkan anak pejabat, yang membuat pemberitaannya dibatasi.

BACA JUGA INI:   HCB Tunaikan Janjinya, 28 Desember 2023, Kick-off UKW PWI Bantuan BUMN Dimulai di Aceh, NTT dan Sulut

Ketegangan semakin meningkat pada akhir 1997, ketika Soeharto memilih untuk tidak mendelegasikan tugasnya kepada Try Sutrisno selama perawatan medis di Jerman, meskipun Try merupakan calon yang diperkirakan bisa menggantikan Soeharto sebagai Presiden.

Pasca Jabatan Wakil Presiden

Pada tahun 1998, setelah lengsernya Soeharto, Try Sutrisno terpilih sebagai Ketua Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) dan berhasil menyatukan organisasi tersebut.

Selain itu, Try juga menjadi sesepuh di partai Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), yang dipimpin oleh Jenderal Edi Sudrajat.

Pada tahun 2005, Try Sutrisno bersama sejumlah tokoh politik lainnya membentuk Gerakan Nusantara Bangkit Bersatu, yang mengkritik pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono terkait beberapa kebijakan penting.

Namun, setelah pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Try mulai melunak dan mendukung beberapa kebijakan pemerintah. (*)

 

 

lion parcel