Unsri Gelar Doa Bersama, Akademisi Kedokteran Prihatin Kondisi Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan di Tanah Air
Palembang, Extranews —- Juga di kampus Fakuktas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri), pada Selasa (21/5) akan menggelar doa bersama atas keprihatinan kondisi pendidikan kedokteran dan pembangunan kesehatan saat ini. Informasi rencana aksi ini disampaikan oleh akademisi yang juga praktisi kesehatan dr HM Zailani Sp OG (K), Senin (20/5).
Pada Senin, 20 Mei 2025 juga, sejumlah kampus kedokteran di Indonesia menyatakan keprihatinan.
Sejumlah guru besar bidang kedokteran dan kesehatan Universitas Hasanuddin (Unhas) menyatakan sikap keprihatinan atas memburuknya kondisi pendidikan kedokteran dan kesehatan di Indonesia dalam enam tahun terakhir. Ketidakharmonisan antara berbagai pihak yang terlibat disebut menjadi masalah utama.
Tuntutan perbaikan juga dari pernyataan
guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait isu perundungan dan tata kelola Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Di Unhas, Dekan Fakultas Kedokteran Unhas Prof Dr Haerani Rasyid kepada wartawan, Senin (20/5/2025), menyampaikan,
pernyataan sikap ini dimotori oleh tiga fakultas bidang kesehatan. Pernyataan ini menjadi bentuk tanggung jawab moral atas arah dan mutu kebijakan pendidikan kesehatan.
“Kami sebagai guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, guru besar Fakultas Kedokteran Gigi dan guru besar Fakultas Keperawatan merasa penting untuk menyatakan aksi keprihatinan ini,” lanjutnya.
Haerani menyebut enam poin pernyataan sikap guru besar sama pentingnya, namun lima poin dianggap paling mendesak. Isunya meliputi independensi kolegium, pendidikan spesialis, kompetensi dokter umum, dan kebijakan hospital based di rumah sakit vertikal.
“Semuanya krusial sehingga kami mempoinkan sikap tersebut dalam 6 poin. Tapi yang terutama tentunya adalah 5 poin termasuk dalam hal pembentukan independensi kolegium, penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis, kompetensi tambahan bagi dokter umum yang mestinya harusnya secara ilmiah harus dianalisis dan serta pembukaan hospital based pada humas rumah sakit vertikal yang telah melakukan Pendidikan University Based,” jelasnya.
Haerani menyampaikan bahwa aksi pernyataan sikap dilakukan serentak secara nasional, setelah sebelumnya dimulai oleh UNPAD pada 19 Mei. Total 357 guru besar dari berbagai fakultas kedokteran di Indonesia turut menyatakan keprihatinan bersama.
“Hari ini kami serentak melakukan hal yang sama, kemarin UNPAD mendahului pada tanggal 19 Mei, tetapi saat ini telah dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia. Termasuk buktinya adalah adanya aksi keprihatinan guru besar Fakultas Kedokteran yang terdiri dari 357 guru besar yang saya bacakan pada hari ini,” ucap Haerani.
Kritik Menkes
Tak hanya dari kalangan guru besar, sorotan juga datang dari para mahasiswa program spesialis (residen) di Fakultas Kedokteran Unhas. Mereka menyatakan sikap atas kondisi yang mereka nilai semakin buruk dalam tata kelola pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia.
“Hari ini alhamdulillah kami seluruh residen yang ada di Fakultas Kedokteran Unhas menyikapi kondisi yang terjadi di dunia kesehatan di Indonesia,” kata Dokter Residen Forensik dan Medikolegal Unhas, dr Irvan Wahyu Jatmiko.
Irvan menilai Menteri Kesehatan menunjukkan sikap arogan yang tidak mencerminkan peran sebagai pejabat publik. Ia mengkritik Menkes karena dinilai lebih fokus pada isu-isu sampingan seperti bullying, daripada menjalankan tugas utamanya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
“Terutama sikap-sikap arogansi yang ditunjukkan oleh Menteri Kesehatan kita. Yang sebenarnya sikap-sikap tersebut sudah tidak lagi mencerminkan beliau sebagai Menteri Kesehatan. Beliau hanya mengalihkan tugas dan fungsi utamanya sebagai seorang pembantu presiden lalu hanya fokus terhadap isu-isu bullying, isu-isu bahwa dokter itu tidak melayani masyarakat, padahal tugas beliau adalah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan,” lanjutnya.
Irvan menegaskan bahwa mahasiswa spesialis FK Unhas menolak intervensi langsung dari Kementerian Kesehatan terhadap kegiatan akademik. Ia menyoroti pentingnya menjaga independensi kampus dari kepentingan politis yang dapat merusak iklim pendidikan.
“Yang kedua, pada hari juga kami seluruh mahasiswa spesialis, dokter di Fakultas Kedokteran Unhas, hari ini menyatakan sikap kami bahwa kegiatan akademik yang ada di Fakultas Kedokteran Unhas atau di seluruh (Fakultas) Kedokteran di Indonesia untuk tidak diintervensi langsung oleh Kementerian Kesehatan. Jangan sampai independensi kami, atau dalam lingkungan akademik itu tercederai oleh tindakan-tindakan yang politis,” tegas Irvan.
Berikut adalah beberapa poin tuntutan dan pernyataan dari guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait isu perundungan dan tata kelola Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS):
1. Penolakan terhadap Penutupan Mendadak Program PPDS
• Guru Besar FKUI, Prof. Ari Fahrial Syam, mengkritik langkah Kemenkes yang menghentikan sementara program PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unpad di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) akibat kasus kekerasan seksual oleh salah satu peserta.
• Ia menilai tindakan tersebut reaktif dan tidak bijak karena menghukum seluruh program akibat ulah satu individu, serta dapat menghambat proses pendidikan dan pelayanan kesehatan.
2. Pentingnya Regulasi dan Sanksi terhadap Perundungan
• Guru Besar FKUI, Budi Iman Santoso, menekankan perlunya regulasi tegas untuk menghapus perundungan di dunia pendidikan kedokteran.
• Ia menyatakan bahwa aturan harus disertai dengan sanksi yang diterapkan secara konsisten, serta didahului oleh sosialisasi dan pembinaan.
3. Evaluasi dan Sanksi terhadap Pelaku Perundungan di FK Unpad
• Fakultas Kedokteran Unpad telah memberikan sanksi berat berupa pemutusan studi terhadap dua residen senior yang terbukti melakukan perundungan di RSHS.
• Selain itu, FK Unpad merekomendasikan sanksi berat bagi dosen yang melakukan perundungan, termasuk larangan memberikan pelayanan sebagai dokter konsulen dan sebagai dosen pengajar.
4. Rekomendasi Kemenkes untuk Evaluasi Sistem PPDS
• Kemenkes meminta RSHS bekerja sama dengan FK Unpad untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS.
• Langkah ini bertujuan untuk mencegah terulangnya insiden pelanggaran hukum dan etika kedokteran.
5. Komisi IX DPR RI Memanggil Pihak Terkait
• Komisi IX DPR RI memanggil Kemenkes, Dekan FK Unpad, RSHS, Konsil Kedokteran Indonesia, dan Kemendikbud untuk mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan tenaga medis, serta memastikan kasus serupa tidak terulang.
6. Pemberlakuan Tes Kesehatan Mental Berkala
• Sebagai respons terhadap kasus di PPDS Unpad, Kemenkes akan mewajibkan tes kesehatan mental tahunan bagi peserta PPDS di seluruh angkatan untuk mengidentifikasi kesehatan jiwa peserta didik secara dini. Firko