THE POWER OF SOCIAL MEDIA Oleh: Dra. Anisatul Mardiah, M.Ag, Ph.D Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

THE POWER OF SOCIAL MEDIA  

Oleh:

Dra. Anisatul Mardiah, M.Ag, Ph.D

Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

 

Pengantar

 

Perkembangan teknologi informasi membawa sebuah perubahan dalam masyarakat. Lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik budaya, etika dan norma yang ada. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dengan berbagai kultur suku, ras dan agama yang beraneka ragam memiliki banyak sekali potensi perubahan sosial. Dari berbagai kalangan dan usia hampir semua masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan media sosial sebagai salah satu sarana guna memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik. 

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari komunikasi baik komunikasi secara langsung atau komunikasi secara tidak langsung yaitu melalui media. Media disini adalah media sosial yang berkembang pesat melalui smartphone. Hampir semua orang memiliki smartphone untukmemudahkan komunikasi dari jarak jauh sekalipun. Media sosial pada dasarnya adalah media yang digunakan sebagai media sosialisasi dan interakasi.

Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat mempengaruhi cara individu berpikir dan berperilaku. Oleh karena itu, perkembangan teknologi dengan media sosialnya,  telah membentuk masyarakat seperti sekarang ini.

Kemunculan internet secara otomatis turut pula mempengaruhi perkembangan penggunaan media sosial di masyarakat. Media sosial medukung interaksi sosial antar individu atau kelompok di dunia maya. Sehingga media sosial dianggap lebih fleksibel, praktis, efektif dan efisien, cepat, interaktif dan variatif.

Media sosial semakin membuka kesempatan setiap individu yang terlibat di dalamnya untuk bebas mengeluarkan pendapatnya serta mengekspresikan dirinya. Akan tetapi, kendali diri harusnya juga dimiliki agar kebebasan yang dimiliki juga tidak melanggar batasan bermedia sosial.

Hal yang menjadi kekurangan media sosial sebagai berikut : media sosial banyak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan tertentu. Banyak akun-akun palsu di media sosial yang digunakan dengan tujuan dan kepentingan tertentu seperti pencemaran nama baik, penipuan, dan lain-lain. Media sosial dapat merubahperilaku manusia, orang enggan berkomunikasi secara langsung atau face to face dan lebih sering berinteraksi melalui media sosial.

Dampak positif dari media sosial adalah memudahkan kita untuk berinteraksi dengan banyak orang, memperluas pergaulan, jarak dan waktu bukan lagi masalah, lebih mudah dalam mengekspresikan diri, penyebaran informasi dapat berlangsung secara cepat, biaya lebih murah. Sedangkan dampak negatif dari media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet, menimbulkan konflik, masalah privasi, rentan terhadap pengaruh buruk orang lain. Adanya media sosial  telah mempengaruhi kehidupan sosial dalam masyarakat. Perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial dan segala   bentuk   perubahan-perubahan   pada   lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem  sosialnya,  termasuk  didalamnya nilai-nilai,  sikap  dan  pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial positif seperti kemudahan memperoleh dan menyampaikan informasi, memperoleh keuntungan secara sosial dan ekonomi. Sedangkan perubahan sosial yang cenderung negatif seperti munculnya kelompok – kelompok sosial yang mengatasnamakan agama, suku dan pola perilaku tertentu yang terkadang menyimpang dari norma – norma yang ada.

 

Flexing di Media Sosial

Budaya pamer (flexing culture) di media sosial tengah melanda kehidupan manusia dewasa ini. Flexing yaitumemperlihatkan sesuatu  yang bertujuan untuk memamerkankemewahan agar memperoleh pengakuan atau demi eksistensi. Ironisnya, flexing terjadi di tengah sebagian besar masyarakat  dihimpit kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Bagaimana kita menyikapi fenomena sosial ini?

Beberapa pesohor negeri ini memamerkan saldorekeningnya yang berjumlah fantastis. Adapula yangmemamerkan barang-barang mahal seperti pakaian branded, jam tangan branded, tas branded. Di lain kesempatanmemamerkan foto kunjungan ke tempat liburan eksotik dan makan di restoran mewah di hotel-hotel berbintang. Itu hak mereka, asal tak berniat untuk menyombongkan diri atau untuk melukai perasaan orang lain. Bahkan dalam salah satu artikel di majalah Psychology Today mengemukakan, “Anda boleh-boleh saja bercerita tentang pencapaian Anda, karena itu dapat berfungsi sebagai afirmasi diri yang pada gilirannya menumbuhkan rasa pede dan inspirasi bagi orang lain.”

Fenomena flexing yang muncul tak lepas dari  media sosial yang membuat orang terdorong untuk tampil danmendapat pengakuan. Fenomena flexing marak sejak jumlah orang-orang superkaya (crazy rich) semakin bertambah. Melalui outfit maupun habitnya yang identik dengan barang-barang mahal, para crazy rich ini mencoba terus eksis melalui media sosialnya masing-masing. Tingkatan pamer bisa berpatokan kepada status sosial dan lingkungan orang tersebut. Umumnya merupakan barang ‘mewah’, punya brand terkenal, atau jarang orang lain miliki karena harganya sangat mahalMungkin itu sebagai pembuktian atas pencapaian yang telah mereka raih atau mungkin juga sebagai ajang promosi atas barang-barang branded tertentu.

Istilah flexing belakangan banyak disebut di dunia maya, menyusul fenomena kemunculan para crazy rich di media sosial seperti instagram dan You-Tube. Banyak netizenmenyebut bahwa flexing sering kali dilakukan oleh ‘orang kaya palsu’ yang cenderung suka pamer harta kekayaan.Belakangan ini, flexing menjadi semakin marak ditemui di ranah  media sosial. Hal ini dipicu oleh kemudahan akses berbagai platform media sosial oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. 

Masyarakat kita umumnya masih naif (tidak kritis) dan mudah dibohongi sehingga sulit membedakan antara ilusi dan kenyataan atau pamer kekayaan untuk jualan. Oleh karena itu, para tokoh publik semestinya memiliki kepekaan dan sikap moral untuk menjadi panutan sekaligus mengedukasi masyarakat dalam hal konsumsi yang etis, yakni kosumsi yang memperhitungkan lingkungan sosial dan juga sumber daya alam.

Saat ini media sosial  menjadi sarana pamer atas pencapaian seseorang. Sering melihat unggahan orang tentang pencapaian atau opini tentang prinsip hidupnya. Kesan yang tampak adalah orang tersebut seperti memamerkan apa yang dia punya meskipun sebenarnya tidak mereka miliki. Perilaku pamer di media sosial tersebut saat ini dikenal juga dengan istilah “flexing”.

Fenomena flexing sudah muncul sejak berabad-abad yang lalu. Pada masa itu, sendok perak dan korset adalah simbol status sosial di masyarakat. Orang super kaya memamerkan sendok perak dan korsetnya melalui ajang pesta para bangsawan. Pada saat itu, hanya kalangan elite yang bisa memiliki sendok perak dan korset. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, aktivitas flexing menjadi semakin mudah. Di era globalisasi ini para “sultan” cukup memamerkanhartanya melalui laman media sosialnyamasing-masing. Lebih praktis dan implifikasinya tentu lebih mendunia.

Di era sekarang ini, masyarakat dikenal sebagai masyarakat yang mengedepankan prestise. Masyarakat kontemporer sudah terikat dan tidak dapat terlepas dari teknologi dan saling menjalin komunikasi dengan cepat. Oleh karena itu, terbentuk koneksi integral dari pesatnya perkembangan teknologi informasi, kemudian terciptalah sarana transformasi sosial dengan tatanan nilai  kemodernan yang serba cepat dan instan.

Secara harfiah, flexing dalam bahasa Inggris berarti ‘pamer’. Pengertian lebih spesifik ditulis dalam CambridgeDictionary menjelaskan bahwa flexing adalah menunjukkan sesuatu kepemilikan atau pencapaian dengan cara yang dianggap orang lain tidak menyenangkan. Sementara jika mengacu pada kamus Merriam-Webster, flexing mengandung arti memamerkan sesuatu atau yang dimiliki secara mencolok. Selain itu dalam ilmu ekonomi, perilaku flexing dipahami sebagai sikap konsumtif yang mencolok, menghabiskan uang untuk membeli barang-barang mewah dan layanan premium demi menunjukkan status atau kemampuan finansial. Maknaflexing menurut fenomena yang ada mempunyai arti  perilakumemamerkan kekayaan untuk eksistensi maupun tujuan lainnya.

Asal-usul istilah flexing bermula dari bahasa gaul masyarakat kulit hitam untuk “menunjukkan keberanian” atau “pamer” sejak tahun 1990-an. Istilah tersebut secara khusus juga digunakan oleh rapper Ice Cube melalui lagunya yang berjudul “It Was a Good Day” pada tahun 1992.

Perilaku flexing juga tidak semata-mata sebagai bentuk pencitraan diri, melainkan bisa dibuat sebagai alat marketingperusahaan. Apa yang mereka lakukan merupakan marketsignalling atau aktivitas mengirimkan sinyal marketing. Strategi ini biasanya dilakukan dengan bekerja sama denganinfluencer media sosial sehingga cepat menarik perhatian pasar. Ada perusahaan yang murni berbisnis dengan menggunakan flexing sebagai alat marketing. Namun tidak sedikit yang menggunakan flexing sebagai modus penipuan, contoh kasus penipuan oleh First Travel atau kasus dua orang crazy rich yang akhirnya berurusan dengan penegak hukum. Pelanggan yang tidak cermat dan dibutakan keinginan untuk mendapatkan kekayaan dalam waktu singkat dapat menjadi korban penipuan dari pihak yang melakukan flexing. Oleh sebab itu, masyarakat perlu hati-hati, terus mencari tahu, dan tidak mudah terbuai oleh iming-iming suatu investasi atau produk yang kurang masuk akal.

Flexing dilakukan oleh orang yang suka memamerkan kekayaan yang sebenarnya tidak mereka miliki. Dapat juga dikatakan bahwa flexing berarti orang yang palsu, memalsukan, atau memaksakan gaya agar diterima dalam pergaulan. Perilaku flexing sebenarnya bertolak belakangdengan orang kaya sungguhan. Orang kaya yang sebenarnyabiasanya tidak suka pamer dan sangat melindungi privasimereka. Orang yang suka pamer itu ada dua sebab, yaitu: pertama orang itu sedang bermasalah dengan dirinya sendiri, misalnya tidak  percaya diri. Kedua, karena tuntutan profesi, katakanlah sebagai brand ambassador suatu produk.

Media Sosial dan Perilaku Flexing

Media   sosial ibarat pisau bermata dua, satu sisi dapatmenjalin silaturahmi seperti mempertemukan sahabat yang sudah lama hilang kontak. Di sisi lain, media sosial dapat menghancurkan tatanan sosial, misalnya hancurnya rumahtangga, merusak akidah dan moral seseorang, terutama dari kalangan generasi muda.

Media sosial dapat mempermudah komunikasi sekaligusdapat berpotensi buruk terhadap penggunanya. Kejahatan yang terjadi karena pengaruh  media sosial, terkadang  lebih kejam daripada realitas sosial  umumnya. Seperti pencemaran nama baik, pelecehan melalui tulisan, pemalsuan identitas, semuanya mudah terjadi dalam media sosial yang berkembang dalam masyarakat.

Media sosial dapat menghancurkan kemampuan anak-anak maupun orang dewasa secara perlahan, karena kurangnya interaksi dan komunikasi dengan orang lain di dunia nyata. Sehingga tingkat perkembangan keterampilan dalam berbahasa semakin berkurang, dan membuat anak menjadi merasa tidak membutuhkan orang lain. Situs media sosial membuat penggunanya menjadi lebih egois. Mereka akan menjadi tidak peduli dengan lingkungan di sekitarnya, karena terlalu asyik dengan media sosialnya. Akibatnyapengguna media sosial menjadi kurang berempati dengan dunia nyata.

Media sosial dijadikan oleh sebagian orang sebagai ajang untuk pamer, baik itu memamerkan harta maupun memamerkan perbuatan. Memamerkan perbuatan contohnya; berfoto saat akan melaksanakan sholat, mengaji ataubersedekah, lalu diposting ke media sosial. Dalam Islam perbuatan memamerkan ibadah dapat disebut  riyasedangkanmemamerkan harta dapat dikatakan sombong. Allah tidak menyukai kedua hal itu, sebagaimana  disebut dalam Al-Quran yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir”.(Q.S.AlBaqarah/2: 246).

Apabila memosting sebuah tulisan, gambar, video atau membagikan sebuah artikel di media sosial yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain maka akan dicatat dengan rapi oleh malaikat sebagai amal kebaikan. Jika memosting sebuah tulisan atau gambar yang tidak baik ataunegatif juga akan dicatat oleh malaikat sebagai amal buruk. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran, yang artinya “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS. Surah Qaf : 18). Dalam berkomentar pada sebuah postingan harus dicerna baik-baik, karena apabila ada seseorang yang tersinggung akan komentar yang dilontarkan di media sosial maka kita akan dihisab oleh Allah SWT. Oleh karena itu sebaiknya diam sebagaimana sabda Rasulullah SAW  yang artinya: “jika seseorang tak mampu berkata yang baik-baik, lebih baik diam. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Semua agama selalu mengajarkan  untuk hidupsederhana, tidak bermewah-mewahan, tidak berfoya-foya dan  tidak memamerkan harta. Kemunculan para crazy rich yang seolah-olah berlomba-lomba memamerkan kekayaan dan kemewahannya tidak sejalan dengan ajaran agama manapun. Mereka seakan lupa bahwa harta hanya titipan Allah yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali. Bila melihat kembali ke budaya ketimuran Indonesia, maka fenomena tersebut sungguh memprihatinkan. Apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini, saat mayoritas publik sedang berusaha untuk bertahan hidup, para crazy rich seolah-olah tidak memilikirasa empati sedikitpun terhadap kondisi yang dialami oleh kebanyakan masyarakat.

Perkembangan terakhir, pelaku flexing mulai menuaiakibat dari perilakunya. Beberapa pejabat diperiksa akibatperilakunya atau perilaku istri dan anaknya yang seringmemamerkan harta atau gaya hidup mewah di akun media sosial mereka. Pemanggilan pejabat oleh KPK atau penegakhukum tidak terlepas dari peran  para netizen dan  media sosial.  

Kekuatan Media Sosial

Kekuatan media sosial dapat dikatakan begitu dahsyat luar biasa. Media sosial sebagai alat komunikasi interaktifbisa dibuktikan secara nyata. Berbagai fenomena penyebaran konten-konten yang secepat kilat menjadi viral dapatmenimbulkan kegaduhan di dunia nyata. Fenomenakepopuleran dalam perkembangan media sosial dapatmemunculkan paradigma baru sebagai arus suara yang cukup besar dalam menentukan pandangan publik dalam sebuah kasus maupun masalah sosial di masyarakat. Sebagai contoh, peristiwa video yang viral karena seorang anak muda yang tergolonggenerasi Z” mengkritik pembangunan di suatudaerah. Video tersebut membuat gaduh dunia nyata dan menyebabkan presiden turun langsung untuk mengecekkebenaran info dalam video yang viral itu. Selain itu, video kekerasan yang dilakukan oleh anak seorang mantan pejabatmenjadi viral. Setelah video kekerasan itu viral, reaksimasyarakat luar biasa dan menyebabkan ayah dari pelakukehilangan jabatan dan harta kekayaan yang dimilki diselidikiasal-usulnya.  

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa media sosial memiliki andil yang besar dalam kehidupan nyata masyarakat. Media sosial juga menjadi sangat berpengaruh bagi paradigma kehidupan masyarakat sehingga memiliki posisi penting. Meskipun bersifat maya, namun kekuatannya dapat menjadi nyata dalam kehidupan di berbagai bidang. Sehingga keberadaanya tidak bisa dipandang remeh dalam era digital sekarang ini.

Sebagai  alat komunikasi, media sosial  layak menjadi sebuah alat yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Pengguna  yang bijak juga diperlukan dalam memanfaatkanmedia sosial agar tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Aspek kegunaan media sosial juga harus diperhatikan sebatas diperlukan agar tidak ketergantungan pada media sosial.Individu yang memanfaatkan media sosial harus tetap memperhatikan akunnya sebagai representasi media komunikasi. Pemilik akun harus bijak menggunakan media sosial dan tidak memanfaatkannya sebagai perwakilan diri dan kemudian menuangkan semua permasalahan ke dalam akun media sosial. Hal ini tidak hanya menjaga privasi namun juga sebagai kewaspadaan dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Unggahan video atau status dalam sebuah akun media sosial yang viral akan memiliki konsekuensi logis baik bersifat positif maupun negatif. Dari sisi positif, pengguna media sosial akan memiliki jaringan luas dan mendapat manfaat dari kecepatan informasi. Akan tetapi, dari sisinegative, media sosial  dapat merugikan pengguna akun yang dapat berkonsekuensi hukum, sosial, politik maupun dapat merugikan orang lain. Perlu bijak menggunakan media sosial dengan memanfaatkan sesuai dengan keperluan dengan pertimbangan kegunaan yang berfaedah. O

 

BACA JUGA INI:   Menyambut Ramadhan 1441 Hijriah di Tengah Pandemi Covid-19

Komentar