Terlambat Lapor SPT, Tetap Dikenakan Denda
Pemerintah menambah jumlah sektor usaha yang dapat menerima fasilitas pajak
Humas Kanwil DJP Sumsel dan Babel, Benyamin.
Palembang, Extranews — Jika ada wajib pajak baik pribadi maupun badan yang terlambat melakukan laporan SPT tetap akan dikenakan denda. Demikian dikemukakan oleh Humas Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung, Benyamin, melalui wawancara virtual WA, Kamis (30/4). Benyamin menjelaskan, SPT Tahunan PPh Orang Pribadi/ Badan tahun 2019 yang disampaikan setelah lewat waktu, hari ini, Kamis (30/4), akan dikenakan sanksi denda keterlambatan lapor. Denda terlambat lapor SPT Tahunan Orang Pribadi sebesar Rp 100 ribu dan Badan sebesar Rp 1 juta. Denda tersebut akan ditagih dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Orang Pribadi/ Badan tersebut terdaftar.
Benyamin menjelaskan, batas
waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2019 adalah 31 Maret 2020. “Terkait situasi sekarang, diberikan relaksasi pelaporan sampai 30 April, hari ini,” jelas Benyamin. Sedangkan batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2019 adalah tetap 30 April, tidak diperpanjang. Tetapi terkait kondisi saat ini, cukup melaporkan SPT Tahunan beserta dengan lampirannya dan laporan keuangan sementara. Kelengkapan dokumen lainnya, seperti laporan keuangan lengkap, daftar penyusutan, dan dokumen lainnya yang seharusnya disampaikan bersama SPT Tahunan PPh Badan, diberikan kelonggaran, atau relaksasi, sampai dengan akhir Juni 2020.
Benyamin menjelaskan, sampai
dengan Kamis, 30 April 2020, secara nasional, pelaporan SPT Tahunan, telah mencapai 70% lebih dari WP terdaftar dan punya kewajiban lapor. “Kami harap WP yang belum lapor, akan segera menyampaikan SPTnya dan kami tunggu sampai dengan jam 24.00 hari.ini lewat e-filing. Karena dengan pelaporan SPT online (e-filing) memang dimungkinkan untuk lapor SPT di luar jam pelayanan kantor. Evaluasi WP yang lapor dan telat lapor akan segera kami lakukan setelah lewat batas waktu tersebut,” jelasnya.
Perluas Sektor Usaha
Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menambah jumlah sektor usaha yang dapat menerima fasilitas pajak dalam rangka mengurangi beban ekonomi wajib pajak akibat wabah Covid-19. Selain memperluas sektor usaha penerima fasilitas yang sebelumnya sudah tersedia, pemerintah juga memberikan fasilitas baru yang ditujukan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Detail perluasan pemberian fasilitas dan fasilitas pajak UMKM tersebut adalah sebagai berikut, insentif PPh Pasal 21. Dengan demikian
Karyawan pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.062 bidang industri tertentu, pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dan pada perusahaan di kawasan berikat dapat memperoleh fasilitas pajak penghasilan ditanggung pemerintah. Dengan demikian karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta pada sektor-sektor ini akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong pemberi kerja tetapi diberikan secara tunai kepada pegawai. Pemberi kerja yang mendapatkan fasilitas ini wajib menyampaikan laporan bulanan realisasi PPh Pasal 21 DTP. Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 440 bidang industri dan perusahaan KITE. Selanjutnya pemberian insentif PPh Pasal 22 impor. Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 431 bidang industri tertentu, pada perusahaan KITE, dan pada perusahaan di kawasan berikat mendapat fasilitas pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan pasal 22 impor.
Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan KITE. Kemudian pemberian insentif angsuran PPh Pasal 25.
Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 846 bidang industri tertentu, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat mendapat pengurangan angsuran pajak penghasilan pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran yang seharusnya terutang.
Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan KITE. Selain itu pemberian insentif PPN.
Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 431 bidang industri tertentu, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat, ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah sehingga mendapat fasilitas restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar, tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu seperti melakukan ekspor barang atau jasa kena pajak, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan yang tidak dipungut PPN. Fasilitas ini sebelumnya hanya diberikan kepada 102 bidang industri dan perusahaan KITE. Sedangkan untuk pelaku UMKM yaitu pemberian pajak UMKM. Pelaku UMKM mendapat fasilitas pajak penghasilan final tarif 0,5 persen (PP 23/2018) yang ditanggung pemerintah. Dengan demikian wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak dan pemotong atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM. Untuk itu pelaku UMKM terlebih dahulu mendapatkan Surat Keterangan PP 23 serta wajib membuat laporan realisasi PPh Final DTP setiap masa pajak.
Seluruh fasilitas di atas mulai berlaku sejak pemberitahuan disampaikan atau surat keterangan diterbitkan hingga masa pajak September 2020 dan dapat diperoleh dengan menyampaikan pemberitahuan atau mendapatkan surat keterangan yang dapat dilakukan secara online di www.pajak.go.id.
Pengaturan selengkapnya termasuk rincian industri yang berhak mendapatkan fasilitas, contoh penghitungan, tata cara pengajuan, serta format laporan realisasi pemanfaatan fasilitas dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 yang mulai berlaku pada tanggal 27 April 2020.
Mengingat insentif ini diberikan untuk masa pajak April 2020 hingga September 2020 dan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan ini sudah mendekati akhir bulan April 2020 serta mempertimbangkan proses deployment sistem aplikasi online terkait perluasan sektor penerima fasilitas, maka DJP mengambil kebijakan bahwa pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah dan/atau pengurangan angsuran PPh Pasal 25 yang disampaikan sampai dengan 31 Mei 2020 tetap berlaku untuk masa pajak April 2020. Kebijakan ini akan dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.
Untuk mendapatkan salinan PMK 44/2020 dan peraturan lain yang diterbitkan dalam rangka merespons Covid-19 kunjungi www.pajak.go.id/covid19. Rel/fk