ExtraNews – BADAN Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk untuk mengawal ketertiban dan peralihan kekuasaan di seantero negeri dari penjajah Jepang ke Republik Indonesia. BKR yang dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada sidang 22 Agustus 1945, merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Setelah Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, PPKI kemudian secara aklamasi memilih Bung Karno sebagai Presiden pertama RI dan Bung Hatta selaku Wakil Presiden.
Untuk menjaga ketertiban dan keamanan Republik yang baru seumur jagung, PPKI lalu membentuk BKR. Sempat ada usulan pembentukan Satuan Tentara Kebangsaan, tapi kemudian dua anggota PPKI, Abikoesno Tjokrosoeroso dan Oto Iskandar Dinata (Otista) tak setuju. Alasannya untuk mencegah bentrokan dengan 344 ribu sisa bala tentara Dai Nippon (Jepang) dan memancing konflik dengan sekutu yang hendak datang. Kemudian sepakat dibuat BKR.
“Tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban. Supaya enggak terjadi vacuum of power (kekosongan kekuasaan). Menjaga agar suasana tetap aman dan terkendali meskipun ada peralihan kekuasaan,” kata penggiat sejarah, Wahyu Bowo Laksono kepada Okezone beberapa waktu lalu.
BKR didirikan atas pengawasan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang juga baru terbentuk dan kelak menjadi cikal-bakal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggota BKR komposisi utamanya berisi para eks-prajurit Pembela Tanah Air (PETA), Tentara Pembantu Jepang (Heiho), bekas Tokubetsu Keisatsutai (Polisi Istimewa) dan para pemuda.
Pada 23 Agustus 1945, Presiden Soekarno lewat Radio Republik Indonesia (RRI) menyerukan semua pemuda masuk BKR.
“Saya mengharap kepada kamu sekalian, hai prajurit bekas PETA, Heiho, dan pelaut beserta pemuda-pemuda lain untuk sementara waktu, masuklah dan bekerjalah dalam Badan Keamanan Rakyat. Percayalah, nanti akan datang saat kamu dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia!” seru Soekarno seperti ditulis dalam buku ‘Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan’.
Pada 29 Agustus susunan BKR Pusat disahkan dengan ketuanya Moeffreini Moekmin, dibantu Latief Hendraningrat, Soeroto Koento, Daan Jahja, Daan Mogot, Prijatna dan Soejono. Sementara di sejumlah daerah lain pun dibentuk BKR berdasarkan wilayahnya masing-masing, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Dibentuk juga BKR di daerah, seperti di Jawa Timur pimpinan Drg. Moestopo, BKR Jawa Barat dipimpin Aroedji Kartawinata dan Soedirman memimpin BKR Jawa Tengah. Tapi untuk para pimpinan saat itu belum ada susunan kepangkatan resmi,” tambah Wahyu.
Tapi seruan Soekarno itu tak terdengar sampai ke Sumatera dan Kalimantan lantaran kendala komunikasi. Kendati demikian, satuan semi-militer untuk menjaga ketertiban didirikan di luar BKR.
Seperti Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Aceh, Balai Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI) di Padang, Penjaga Keamanan Rakyat (PKRI) di Palembang, serta Barisan Pemuda Republik Indonesia (BPRI) di Kalimantan Selatan.
Tidak hanya untuk kekuatan darat. BKR Laut dan Udara juga dibentuk. Mas Pardi dipercaya membidani BKR Laut dan BKR Udara dipelopori para bekas aggota Militaire Luchtvaart, Marine-Luchtvaartdienst dan Vrijwillig Vliegers Corps, serta para mantan anggota penerbang Jepang macam Rikugun Koku Butai, Kaigun Koku Butai dan Nanpo Koku Kabusyiki.
Seruan masuk BKR juga tidak hanya ditujukan untuk para pemuda, Eks-Heiho dan PETA. Mereka-mereka yang sempat masuk KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger) at
au pasuka Hindia-Belanda sebelum Jepang masuk Indonesia, turut diajak masuk BKR.
“Ada petisi untuk para eks-KNIL yang diprakarsai Didi Kartasasmita, Abdoel Haris Nasution, Tahi Bonar Simatupang dan Oerip Soemohardjo. Setelah KNIL dibubarkan 9 Maret 1945, seluruhnya tak lagi terikat sumpah setia kepada Ratu Belanda,” sambungnya.
“Petisi itu diedarkan untuk ditandatangani ke seluruh Jawa oleh bekas perwira KNIL seperti Soedibyo dan Samidjo. Meski begitu banyak juga perwira KNIL yang kembali membelot setelah Belanda kembali ke sini (Indonesia), seperti Sultan Hamid II,” imbuh Wahyu.
Pun begitu tidak semua tokoh puas dengan pembentukan BKR. Oerip Soemohardjo sempat mencetuskan ungkapan yang sampai kini masih tersohor, “Aneh, suatu negara zonder (tanpa) tentara,”.
Harapan Oerip Soemohardjo itu baru bisa terealisasi ketika pemerintah mengeluarkan maklumat pada 5 Oktober 1945, di mana BKR yang usianya tidak sampai tiga bulan, diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat dan diubah lagi pada 26 Januari 1946 menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Kemudian pada 3 Juni 1947, TRI diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). [*]