Pembahasan Raperda cagar Budaya Kota Palembang Harus Komperhensif
Fraksi PKS DPRD Palembang menggelar hearing bersama stekholder terkait sejarah dan budaya kota Palembang atas pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) cagar budaya di kantor DPD PKS kota Palembang di Jalan Letnan Murod, Talang Ratu, Palembang, Sabtu (20/6).
Turut hadir Muhammad Hibani ketua Fraksi PKS DPRD Palembang, Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Palembang, Hj Yulfa Cindosari, Sekretaris Fraksi PKS DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) yang juga Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel Mgs Syaiful Padli, Anggota Fraksi PKS DPRD Palembang yang juga Anggota Bapemperda DPRD Palembang M Ridwan Saiman SH MH.
Selain itu Kemas Ari Panji (Sejarawan kota Palembang), Vebri Al Lintani (budayawan mantan Ketua Dewan Kesenian Palembang), Andreas OP (aktivis budaya, dan aktivis yang menolak perobohan pasar Cinde menjadi mall), Saudi Berlian (sosialog).
Dalam hearing tersebut banyak temuan dalam raperda tersebut yang membuat peserta hearing geleng-geleng kepala diantaranya masih adanya tulisan pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) yang membuktikan raperda cagar budaya ini copi paste dari provinsi lain, tidak memasukkan UU No 5 tahun 2017 tentang pokok pikiran pemajuan kebudayaan dan perda cagar budaya Provinsi sebagai dasar hukum raperda cagar budaya kota Palembang dan tidak ada pasal membahas soal penegakan hukum bagi pelanggar cagar budaya di kota Palembang .
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) yang juga Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel Mgs Syaiful Padli mengapresiasi kegiatan hearing ini dan ini kedepan menurutnya akan selalu akan dilakukan pihak PKS.
“Untuk raperda ini perlu PKS membuat tim pengawal budaya atau tim pengawal cagar budaya , karena kita akan bicara pascanya ,” katanya.
Anggota Fraksi PKS DPRD Palembang yang juga Anggota Bapemperda DPRD Palembang M Ridwan Saiman SH MH mengatakan, sengaja pihaknya melibatkan stekholder terkait dalam memberikan masukan dalam raperda cagar budaya ini agar mereka memiliki gambaran komperhensif mengenai cagar budaya yang ada di kota Palembang dari stekholder yang terlibat ini baik dari sejarawan, budayawan , kalangan aktivis dan sebagainya.
“ Mungkin raperda-raperda yang lain juga akan kita adakan hearing sehingga kita yang memiliki keterbatasan pengetahuan ini bisa mendapatkan wawasan yang lebih sehingga pada saat menyampaikan kepada eksekutif dan kawan –kawan di parlemen ada dasar ilmiahnya,” katanya.
Muhammad Hibani, Ketua Fraksi PKS DPRD Palembang mengatakan, fisik cagar budaya di kota Palembang dalam raperda ini harus clear seperti siapa, siapa yang merawatnya, legalitas kepemilikan dan pendidikan bagi masyarakat Palembang .
“ Termasuk kami kemarin membahas aset-aset kota Palembang itu banyak tidak bersertifikat, ini rawan untuk diakui pihak lain,” katanya sembari sepakat akan mengawal raperda cagar ini agar lebih komperhensif dan melindungi semua cagar budaya di kota Palembang.Karena hal-hal tersebut menurutnya harus diperjuangkan dalam raperda ini agar jangan sampai masyarakat menjadi lupa akan sejarahnya karena biasnya sudah terlalu jauh.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Palembang, Hj Yulfa Cindosari melihat Palembang memiliki potensi besar menjadi kota budaya tapi kenapa tidak diurus dengan benar.
“ Hari ini mata saya semakin terbuka, bahwa memang ada hal-hal yang harus kita perhatikan , tentu saja yang harus kita kritisi dan harus ada goal yang kita dapatkan tetapi sebagai sebagai partai tentu kita tidak bisa berdiri sendiri, makanya kita harus bersinergi dengan pihak terkait,” katanya.
Dirinya setuju ketika di bahas perda tentang kepentingan pemerintah menjadi boming tapi giliran membahas perda tentang kepentingan masyarakat susah sekali.
“ Saya di komisi IV dan ingat keluhan Kepala Dinas Pariwisata tentang kondisi kota Palembang, kalau memang Palembang disebut kota wisata dan budaya, kenyataannya cagar budayanya tidak diurusin, itu luar biasa dan akan menjadi catatan kita bersama, kita tetap minta masukannya dan jangan biarkan kami berjuang sendiri , “ katanya.
Sejarawan kota Palembang, Kemas Ari Panji mengatakan, dengan adanya perda cagar budaya ini maka diharapkan cagar budaya yang ada di kota Palembang bisa di selamatkan namun pembahasannya harus komperhensif.
Dia mencontohkan pasar Cinde yang dirobohkan meski sudah ada SK Perwali kota Palembang. ” Kasus pasar cinde ini jangan terulang lagi, kalau kita mundur kebelakang banyak kasus cagar budaya yang dilanggar termasuk penghancuran cagar budaya di kota Palembang,” katanya.
Dia melihat perda cagar budaya yang diajukan ke DPRD Palembang ini masih banyak kelemahan-kelemahan namun bisa diperbaiki dan dengan adanya perda ini untuk melindungi cagar budaya supaya tidak hilang.
Vebri Al Lintani yang merupakan budayawan dan mantan Ketua Dewan Kesenian Palembang, menilai perlu adanya perda cagar budaya yang bisa melindungi semua cagar budaya yang ada di kota Palembang yang selama ini terbengkalai dan tidak ada magerial perlindungan dan penyelamatan cagar budaya dikota Palembang .
“ Yang menjadi PR besar adalah bagaimana membebaskan BKB dari hunian militer dan lokasi bisnis di BKB, itu paling penting, perda bukan sekadar itu, dia harus bisa membebaskan semua meskipun tidak serta merta tapi perda harus ada capaian, karena yang paling monumental peninggalan Kesultanan Palembang adalah BKB, satu satunya benteng yang dibuat oleh pribumi,” katanya.
Selain itu menurutnya perlu juga ada perlindungan benda-benda bersejarah yang ada di Sungai Musi yang banyak diperjual belikan di luar negeri.
Sosiolog, Saudi Berlian menilai dalam raperda ini harus ada integrasi antara pendidikan dan pariwisata .
Saudi juga mempertanyakan lahan pabrik PT Pusri di Palembang yang dibawahnya memiliki banyak peninggalan sejarah sehingga perlu di clearkan apakah Pusri membeli atau menyewa lahan tersebut.
“ Cinde perlu kita kejelasan, milik siapa dan bagaimana bisa hancur, “ katanya.
Andreas OP (aktivis budaya, dan aktivis yang menolak perobohan pasar Cinde menjadi mall) mengatakan, raperda cagar budaya ini menjadi harapan semua pihak.
“Yang menjadi isu sentral kita saat ini adalah UU No 5 tahun 2017 tentang pokok pikiran pemajuan kebudayaan , ini harus menjadi salah satu masukan, di raperda ini tidak muncul undang undang ini, tolong revisi juga soal ini,” katanya.
Selain itu raperda cagar budaya ini tidak ada pasal membahas soal penegakan hukum dan harus ada PPNS yang harus dimasukkan juga dan sangsi dalam raperda ini sangat ringan.
“ Penegakan hukum harus jadi prioritas, kalau sekadar menjadi perda untuk melengkapi UU No 5 tahun 2017 tentang pokok pikiran pemajuan kebudayaan, tidak perlulah kita perdebatkan lagi, lebih utama kota Palembang sebagai kota pusaka banyak pusaka yang hilang salah satunya kasus pasar cinde dan perlu juga di pertanyakan naskah akademik raperda ini ,” katanya sembari melihat raperda cagar budaya ini terkesan copy paste dari provinsi lain yang harusnya raperda ini dibuat dengan melibatkan stekholder terkait.#mdr