Pro-Kontra IPL dan PSU oleh Pengembang Perumahan Citra Grand City, Jangan Merugikan Warga,
Oleh dr M Zailani Sp.OG (K)
KERESAHAN warga Citra Grand City, berkaitan dengan manajemen pelayanan di perumahan Citra Grand City yang akhir akhir ini banyak mendapatkan sorotan.
SALAH seorang warga dari Citra Grand City. Saya memilih lahan siap bangun yang ditawarkan di cluster Somerset East Blok D16 No.19 dan 20. Ternyata D16 No. 19 saya beli dari PT CAG dan No. 20 dari PT Ciputra pada saat bersamaan dengan harga permeter berbeda. Sesaat sebelum notaris dan rombongan penjual akan pulang dari rumah saya, petugas PT CAG minta segera menanda tangani SPPJB yang tentu saja saya tidak sempat baca dulu tidak sempat dijelaskan kepada saya dengan terang.
Akibatnya saya harus bayar IPL sejumlah besar sampai sekarang berlandaskan SPPJB yang terlanjur saya tanda tangani itu. Belakangan di grup WA warga Somerset east dibicarakan tentang kenaikan IPL yang diprotes oleh sebagian warga dan saya sempat hadir namun walk out karena perwakilan ngomong dengan sangat tidak sesuai dengan tata krama diskusi dengar pendapat dengan warga.
Akhirnya saya bergabung dengan warga lain yang sama-sama mengeluhkan layanan pengelola IPL yang bersentuhan langsung dengan hajat keseharian warga. Kami bersama sama membentuk Forum Komunikasi Warga CGC atau FKWCGC yang diketuai oleh warga Somerset east juga yaitu Bapak Agus Kelana, SE. Diskusi di grup WA warga tambah intens dan timbul pro kontra antar warga. Beberapa kali PT AIG yang menyebut dirinya management membuat broadcast dan tidak mengakui keberadaan FKWCGC padahal forum ini sudah terdaftar di Kemenkumham pada waktu itu. Ketua RT 97 beberapa kali juga ikut ikutan mengatakan bahwa “tapi management tidak mengakui keberadaan FKWCGC” padahal perkumpulan warga penghuni perumahan ini sudah diakui negara.
Diskusi sering memanas dan berujung pada keluarnya hampir separuh anggota grup. Untuk mempersiapkan diri perkumpulan juga mendirikan koperasi jasa, yang seandainya nanti Pemerintah membuka lelang pengelolaan IPL maka koperasi bisa berpartisipasi. Jadinya saya harus mulai bertanya sana sini tentang IPL di perumahan cluster. Keinginan untuk memahami ini setelah kami bertemu dengan Pemkot Palembang dihadiri perwakilan PT CAG dan PT AIG.
Pada pokoknya Pemkot Palembang meminta permasalahan antara warga dengan pengelola IPL diselesaikan diluar pengadilan karena lebih cepat dan lebih murah. Pemkot juga ternyata sudah menyurati PT CAG untuk segera menyerahkan PSU ke Pemkot sesuai dengan aturan yang berlaku.
Apa yang dilakukan oleh pengelola terhadap warga yang protes dengan menunggak (yang selama belasan tahun membayar) pembayaran IPL 6-7 bulan saya nilai tidak simpatik. Pengurangan layanan berupa tidak mengangkut sampah rumah, tidak memangkas rumput halaman, tidak menyiram halaman, masih bisa diterima. Tetapi tidak membantu membuka portal apalagi ditambah dengan, informasi yang saya dengar, memvideokan warga yang membuka sendiri portal, itu sangat tidak manusiawi. Puncaknya terjadi pemutusan tali portal, penghentian kendaraan di depan portal dan tindakan balasan atas sanksi yang dinilai tidak manusiawi. Berita ini lantas viral di platform media sosial. Timbul pro kontra netizen yang membaca. Terjadi aksi pelaporan terhadap warga yang bertindak melawan sanksi dari pengelola.
Dari kejadian ini menurut saya baik warga maupun pengembang memiliki argumen yang sah, tetapi persoalan ini sangat bergantung pada ketentuan yang ada dalam Syarat dan Ketentuan Perjanjian (SPPJB) yang telah disepakati sebelumnya, serta peraturan yang berlaku, yaitu Permendagri dan Perda Kota.
1. Peran SPPJB antara Warga dan Pengembang:
• SPPJB (Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli) adalah kontrak yang mengatur hak dan kewajiban antara pihak pengembang dan konsumen (warga). Jika dalam SPPJB tersebut ada klausul yang mengharuskan warga membayar IPL (Iuran Pemeliharaan Lingkungan), maka secara hukum warga berkewajiban untuk membayar IPL sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.
• SPPJB merupakan dasar hukum yang mengikat kedua belah pihak, dan jika warga setuju dengan kontrak tersebut, mereka wajib memenuhi kewajiban yang tercantum di dalamnya.
2. Kewajiban Berdasarkan Permendagri dan Perda Kota:
• Permendagri No. 9 Tahun 2009 dan Perda Kota Palembang mengatur tentang penyerahan PSU (Prasarana, Sarana, dan Utilitas) oleh pengembang kepada pemerintah daerah, serta kewajiban pembayaran IPL untuk pemeliharaan dan pengelolaan fasilitas umum yang ada di kawasan perumahan.
• IPL umumnya dimaksudkan untuk biaya pemeliharaan fasilitas umum yang menjadi tanggung jawab bersama penghuni perumahan, dan pengembang harus menyerahkan pengelolaan PSU kepada pihak yang berwenang (pemerintah atau pihak pengelola yang ditunjuk).
• Namun, pengembang juga dapat mewajibkan pembayaran IPL oleh konsumen sebagai bagian dari perjanjian yang diatur dalam kontrak atau SPPJB mereka.
3. Pengembang sebagai Pihak yang Wajib Menyerahkan PSU:
• Jika berdasarkan Permendagri dan Perda Kota, pengembang wajib menyerahkan PSU kepada pemerintah setelah pembangunan selesai, maka biaya pemeliharaan fasilitas tersebut dapat ditanggung oleh penghuni perumahan melalui IPL. Meskipun begitu, pengembang harus memastikan bahwa fasilitas tersebut dikelola dengan baik dan sesuai standar yang telah disepakati dalam kontrak.
• Warga yang sudah membayar IPL, dalam hal ini, memiliki hak untuk memperoleh pemeliharaan dan fasilitas yang sesuai dengan janji pengembang dan kontrak yang telah ditandatangani.
4. Posisi Warga dan Pengembang dalam Hal Ini:
• Warga yang merasa tidak ingin membayar IPL mungkin merasa bahwa pembayaran tersebut tidak sesuai dengan janji atau kualitas fasilitas yang diberikan oleh pengembang.
• Namun, jika pembayaran IPL tercantum dalam SPPJB, maka warga secara hukum wajib untuk memenuhi kewajiban tersebut, kecuali jika ada pelanggaran oleh pengembang dalam hal fasilitas atau layanan yang dijanjikan.
• Pengembang juga memiliki kewajiban untuk memastikan fasilitas yang dikelola sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku. Jika pengembang gagal memenuhi janji dalam SPPJB atau tidak menyerahkan PSU secara tepat waktu atau sesuai standar, maka warga bisa mengajukan keberatan atau meminta klaim sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian atau melalui jalur hukum.
5. Solusi dan Penyelesaian:
• Jika terdapat ketidakpuasan di antara warga mengenai IPL yang dibebankan, dialog atau mediasi antara pengembang dan warga bisa menjadi langkah awal untuk mencapai kesepakatan baru yang menguntungkan kedua pihak.
• Warga bisa mengajukan keberatan atau gugatan hukum melalui DPRD atau pengadilan, jika merasa ada ketidaksesuaian dalam pengelolaan fasilitas atau penyerahan PSU oleh pengembang.
• Sebaliknya, jika pengembang sudah memenuhi kewajibannya, maka pengembang berhak meminta warga membayar IPL sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian SPPJB.
Kesimpulannya pengembang memiliki hak untuk mewajibkan pembayaran IPL berdasarkan kesepakatan dalam SPPJB, selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
• Warga yang telah menandatangani perjanjian tersebut wajib memenuhi kewajiban yang tertera dalam kontrak. Jika ada masalah kualitas atau pengelolaan fasilitas, warga bisa menuntut klaim sesuai ketentuan yang berlaku.
• Kewajiban membayar IPL tetap sah jika sesuai dengan ketentuan dalam SPPJB dan Perda Kota serta Permendagri yang mengatur mengenai pengelolaan fasilitas dan pemeliharaan PSU. @ Firko