PERINGATAN HARI TARI DUNIA:
“A TRIBUTE TO “CEK YA LENA”, SENIWATI LEGENDARIS KOTA PALEMBANG,
Oleh: Vebri Al Lintani
Pembina Komunitas Seniman Tari (KASTA) Sumsel
Cek Ya Lena
Rencananya, kegiatan ini akandigelar sejak pukul 14.00-17.00 pada sesi awaldilanjutkan pada 19.30 hingga pukul 21.00. Berbagaitampilan seperti lagu-lagu karya Nungcik Alidin dan puncaknya digelar tari Pelimbangan karya Cek Ya Lena secara massal dengan iringan musik live dari kelompokmusik tradisional Rejung Pesirah..
Berbeda dengan peringatan sebelumnya yang diadakandi mall, tahun ini diadakan di tempat yang bernilaisejarah Kesultanan Palembang “Lawang Borotan” Benteng Kuto Besak. Lawang borotan merupakan pintuyang dilalui oleh Sultan Mahmud Badaruddin II ketikaakan diasingkan oleh Belanda ke Ternate pada 4 Juli1821. Dalam bahasa Indonesia, lawang borotandiartikan sebagai pintu (lawang) belakang; (buri;buritan;burotan;borotan).
Pemerintah Kota Palembang telah memberikanperhatian dan meluncurkan lawang borotan sebagaidestinasi wisata berbasis sejarah dan budaya pada tahun 2017. Namun kemudian dimantapkan lagi oleh Pj Wali Kota A Damenta yang secara resmi melaunchingLawang Borotan pada Jumat (25/10/2024). Saat ini, lawang borotan telah dipercantik dengan lampu-lampuindah gemerlap.
Tajuk sentral dalam peringatan ini didedikasikan kepadaCek Ya Lena, tokoh seni yang aktif pada masanya dan melahirkan karya-karya seni, utamanya karya tari yang mengangkat kearifan lokal Palembang.
Siapa Cek Ya Lena?
Cek Ya Lena adalah adalah nama populer seorangseniwati yang populer di kalangan masyarakatPalembang pada era tahun 60 hingga 90an. Nama aslinya, Ernawati. Dia dikenal sebagai pencipta tari, penyanyi keroncong dan pemain sandiwara. Era tahun1980-90-an Cek Ya Lena populer sebagai bintang dalam“Lenggang Palembang”, sebuah program sandiwarakomedi TVRI Sumsel.
Dalam perjalanan hidupnya, perempuan yang dilahirkandi Surabaya tahun 1932 ini ditakdirkan bertemu denganNungcik Alidin, seniman legendaris asli wongPalembang yang dikenal sebagai pencipta laguberbahasa Palembang. Salah satu lagu yang populer di Sumatera Selatan ciptaan Nungcik adalah “MelatiKarangan”. Lalu pada tahun 1953, Cek Ya Lena dan Nungcik Alidin menikah.
Tidak hanya menggarap lagu dan tari, setelah menikah, pasangan seniman ini membuat kelompok Sandiwara“Nilawati” (1953). Kelompok sandiwara yang dimotorioleh kedua seniman ini berpentas keliling, terutama di Sumatera Bagian Selatan.
Pasangan seniman ini melangkah seiring sejalan, salingmenguatkan dalam proses kreativitas. Kekuatankarakter Nungcik Alidin yang mencerminkan rasa cintayang mendalam terhadap tanah kelahirannya tentusangat berpengaruh pada proses kreattif Cek Ya Lena. Seringkali Nungcik menulis lagu yang sejiwa dengangarapan Cek Ya Lena. Perpaduan keduanya melahirkankarya dengan karakter yang kuat dan mewakili identitasbudaya Melayu Palembang.
Beberapa karya tari Cek Ya Lena yang dikenal pada tahun 1960-1990–an diantaranya Melati Karangan, Tenun Songket, Pelimbangan, Gadis Turun Mandi dan Panca.
Cek Ya Lena yang juga piawai menyanyi keroncong inimemiliki pergaulan yang luas. Dia cukup dekat dengan“buaya keroncong” dan pemain tonil nasional Pak Item (Tan Cheng Bok).
Kesetiaan Cek Ya Lena
Banyak yang tidak tahu, bahwa Cek Ya Lena sebenarnya berdarah blasteran. Ayahnya orang Belanda, ibunya Jawa (Surabaya). Namun jiwa Cek YaLena telah melebur sebagai Wong Palembang. Karya-karyanya, sangat kental dengan nuansa budayaPalembang.
Suatu ketika, setelah menikah dengan Nung Cik Alidin, Cek Ya Lena ditawari oleh ayahnya agar pulang keBelanda dan jika ia mau akan diberikan warisan,namun Cek Ya Lena tidak menghiraukan. Dia memilihtetap tinggal di Palembang, setia pada suaminyaNungcik Alidin hingga akhir hayatnya.
Selain melahirkan karya-karya seni, pasangan inidikaruniai Allah 6 orang anak yaitu: Hj Mascik (alm.), Dr H, Mahlani SE M,Sc, Mastuti Arini, Herlina, Turismandan Marlina.
Nara sumber: wawancara dengan Marlina (55 tahun), anak bungsu Cek Ya Lena