Pengusaha Kecewa Tidak Dilibatkan Penetapan Upah, Presiden Prabowo Dipuji Buruh Lebih Baik Dibanding Jokowi

Pengusaha Kecewa Tidak Dilibatkan Penetapan Upah, Prabowo Dipuji Buruh Lebih Baik Dibanding Jokowi

JAKARTA, ExtraNews – Kalangan pengusaha kecewa dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menaikkan upah minimum rata-rata nasional untuk pekerja sebesar 6,5 persen pada 2024.

Penetapan kenaikan upah tahun depan disebut tidak mempertimbangkan masukan dari pengusaha di tengah tekanan ekonomi nasional.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang mempertanyakan rumus penghitungan kenaikan upah 2025 sebesar 6,5 persen.

“Pelaku usaha dipastikan akan bertanya dari mana rumusnya angka sebesar 6,5 persen tersebut,” ujar Sarman saat dihubungi Tribunnews, dikutip Sabtu (30/11/2024).

Ia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, penetapan Upah Minimun 2025 akan memakai formula inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang disimbolkan dalam bentuk alfa dan kebutuhan hidup layak sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

“Kami menunggu penjelasan yang lebih konfrehensif dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dari mana angka kenaikan 6,5 persen tersebut,” kata Sarman.

BACA JUGA INI:   Polemik Ponpes Al-Zaytun dan JIS untuk Alihkan Isu Korupsi BTS yang Seret Nama Jokowi dan Keluarga Megawati?

Kalangan pengusaha merasa tidak dilibatkan dalam merumuskan kenaikan Upah Minimum Provinsi sebesar 6,5 persen tersebut.

Karena itu, dia berharap kepada Pemerintah dalam menetapkan kenaikan UMP harus mendengar aspirasi dari pekerja dan pengusaha.

“Karena yang akan menanggung kenaikan UMP itu adalah pengusaha, sehingga memang aspirasi pelaku usaha juga perlu didengarkan oleh Pemerintah sebelum menetapkan besaran kenaikan UMP,” terang Sarman.

Ia pun berharap kenaikan UMP memperhatikan kondisi ekonomi nasional saat ini dan kondisi geopolitik dunia serta daya beli masyarakat yang saat ini masih belum stabil.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam menyampaikan, pihaknya belum mengetahui landasan apa yang digunakan pemerintah untuk menaikkan UMP 6,5 persen.

“Kita sampai saat ini tidak tahu apa landasannya pemerintah menetapkan kenaikan 6,5 persen dan bagaimana upah ditetapkan kedepannya,” tutur Bob.

BACA JUGA INI:   PLN Journalist Award Kembali Dibuka, Mengulik Transisi Energi dari Sudut Pandang Jurnalis

Menurut Bob, dunia usaha dipastikan akan mengalami kebingungan sesaat untuk mengukur kenaikan berbagai biaya yang dipicu UMP 6,5 persen.

“Bagaimana dunia usaha mengkalkulasi kenaikan biaya tenaga kerja dan biaya-biaya untuk kepastian usaha kedepan,” jelasnya.

Apindo saat ini tengah menunggu penjelasan pemerintah menyoal kenaikan UMP 6,5 persen pada tahun depan tersebut.

“Justru saat ini kita menunggu penjelasan pemerintah. Not just numbers, tapi mampu atau tidak,” ungkap Bob Azam.

Sebelumnya, Bob Azam mencontohkan bila kenaikan upah minimum dipatok sebesar 3 persen, itu tidak hanya akan meningkatkan biaya perusahaan sebesar angka tersebut.

Menurut Bob, ada dampak multiplier effect yang akan memperbesar beban pengeluaran perusahaan, bahkan bisa mencapai 5 persen hingga 6 persen.

“Kalau kita naikkan katakanlah upah minimum 3 persen, itu bisa saja perusahaan mengeluarkan biaya yang lebih besar daripada itu. Bisa sampai 5 persen, 6 persen, karena ada multiplier effect-nya. Termasuk kita juga harus menata gaji yang di atasnya,” katanya.

BACA JUGA INI:   Proyek IKN Habiskan Rp26,7 Triliun Selama Tahun 2023, Sudah Jadi Apa Saja sich?

“Jadi jangan berpikir bahwa kalau naik 3 persen, pengeluaran perusahaan naiknya 3 persen. Itu bisa plus 1 sampai 3 persen lagi. Nah itu yang terjadi di kita,” lanjutnya.