PALEMBANG, ExtraNews – Setelah sebelumnya Focus Group Discussion (FGD) dengan Dr. Dedi Irwanto, M.A. (Kepala Laboratorium (Kalab) Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr. Farida R. Wargadalem, M.Si selaku Kepala Jurusan (Kajur) Pendidikan IPS FKIP Unsri di aula lantai II gedung FKIP Unsri, Bukit Besar, Palembang, Selasa (1/3/2022).
“Anggota tim pengumpulan data dalam rangka penyiapan Naskah Akademik dan RUU tentang Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terdiri atas Perancang Undang-Undang, Peneliti, dan Analis APBN dari Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI serta Tenaga Ahli dari Komisi II DPR RI yaitu : Titi Asmara Dewi, S.H., M.H. (Ketua), Dela Asfarina Cahyaningrum, S.H. (Sekretaris) dan anggota Drs. Prayudi, M.Si., Apriyani Dewi Azis, S.H, Stephanie Rebecca Magdalena R. Purba, S.H., M.H, Mutiara Shinta Andini, S.E, Abrar Amir, S.T., M.Si, Anggia Michel, S.IP., M.AP.
Sebelumnya tim ini Selasa (1/3/2022) tim tersebut menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan Dr. Dedi Irwanto, M.A. (Kepala Laboratorium (Kalab) Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr. Farida R. Wargadalem, M.Si selaku Kepala Jurusan (Kajur) Pendidikan IPS FKIP Unsri di aula lantai II gedung FKIP Unsri, Bukit Besar, Palembang, Selasa (1/3/2022).
Kali ini, Rabu (2/3/2022) tim bertemu dengan Pj Sekda Sumsel Ir SA Supriono dilanjutkan dengan sharing pendapat dengan meminta informasi dari Sultan Palembang DarussalamSultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn dan tokoh adat Sumsel yang juga tokoh adat kabupaten Banyuasin, Noer Muhammad di ruang rapat Sekda Sumsel, Rabu (2/3/2022).
Sebelumnya DPR RI melalui alat kelengkapan Komisi II akan melakukan pembentukan RUU tentang Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) untuk melakukan pembenahan dasar hukum undang-undang pembentukan Provinsi Sumsel yang dibentuk pada masa Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Berdasarkan Surat Pimpinan Komisi II DPR RI tanggal 19 Januari 2022 Nomor B/1519/t.G.01.01/2022, Komisi II DPR RI menugaskan Badan Keahlian DPR RI untuk menyusun 7 (tujuh) Naskah Akademik dan Draf Rancangan Undang-Undang, salah satunya adalah RUU tentang Provinsi Sumsel.
Sekda Sumsel Ir SA Supriono berharap tatanan tentang bentuk atau istilah ataupun pelaksanaan yang berkaitan dengan pemerintahan kemargaan bisa menjadi muatan lokal pada UU tentang provinsi Sumsel sampai ke tatanan yang paling rendah.
“Ada permintaan daripada penerus adat kiranya hal-hal yang berkaitan dengan kearipan lokal tentang adat itu menjadi sesuatu hal yang diakomodir dalam undang-undang ini, artinya tidak hilang walaupun dinamika kehidupan masyarakat pada saat sekarang ini , walaupun itu di akomodir itu kerja keras , apalagi dizaman elektronik ini sedemikian cepat , degradasi moral yang sedemikian tidak terkendali, dalam setiap saat bisa merusak dan sulit untuk di kontrol ini kami kira jangan dihilangkan dalam muatan undang-undang ini,” katanya.
Pihaknya meminta tim ini membuka ruang yang lebar bagi hak-hak Sumsel yang sangat hetrogen ini.
Hal senada dikemukakan SMB IV, yang mendukung usulan Pemprov Sumsel tersebut , menurut SMB IV memang perlu dibentuk kembali instrumen Marga dan dusun dalam pemerintahan di Sumatera Selatan, karena senyatanya aturan tersebut masih hidup dan dilakukan oleh masyarakat.
Menurutnya hukum yang baik adalah memang hukum yang sesuai dan hidup dalam masyarakat, apabila kemudian diperkenankan dan pemerintah menggunakan aturan yang berlaku.
“Sumatera Selatan memiliki aturan tersendiri semisal qonun di Aceh, maka di Sumatera Selatan bisa diberlakukan Kembali Marga, Dusun dan Guguk sebagai istilah pemerintah daerah,” kata SMB IV.
Dengan munculnya kekhasan ini menurut SMB IV bisa masyarakat di Sumatera Selatan akan hidup kembali dengan aturan Ibu-nya, yang merupakan Nilai Keararifan Lokal di Sumatera Selatan.
Sedangkan tokoh adat Sumsel yang merupakan tokoh adat Banyuasin Noer Muhammad menilai ketika marga masih hidup banyak kearifan lokal masyarakat terjaga namun setelah marga dihapuskan maka kearipan lokal banyak di tinggalkan masyarakat.
Untuk itu menurutnya untuk kabupaten Banyuasin sudah memiliki perda No 16 tahun 2003.
“ Begitu pasirah dibubarkan , diberhentikan kita sejak tahun 2003 sudah ada perda tentang pembina adat kabupaten, kita membentuk pemangku adat di tiap desa yang tujuannya perpanjangan tangan untuk membina adat-adat di desa,” katanya
Ketua tim, Titi Asmara Dewi, S.H., M.H mengatakan, dari hasil FGD berkaitan dengan pentingnya kelembagaan marga seperti yang dulu diatur dalam undang-undang simbur cahaya dalam RUU Provinsi Sumsel.
“ Masukan dari narasumber ini akan dimasukkan dalam naskah akademik dan akan kami jadikan pertimbangan dalam penyusunan RUU Provinsi Sumsel ,” katanya.
Sekitar pukul 13.00 tim ini juga melakukan sharing pendapat antara Tim Ahli DPRD Provinsi Sumsel di ruang Banggar DPRD Sumsel, Rabu (2/3/2022)
Menurut Sekretaris tim tenaga ahli DPRD Sumsel, Asnadi sepakat marga dimasukkan dalam RUU tentang Sumsel.
“Kabupaten kota di Sumsel punya ciri khas , budaya dan adat istiadat sendiri seiring pemberlakuan UU Pemberintahan Desa sejak tahun 1983 struktur pemerintahan di Sumsel berubah, kalau dulu ada pasirah memimpin marga sudah hilang di ganti kepala desa, sosok kepala daerah yang menonjol adalah kepemimpinan formal sedangkan sosok pasirah tidak hanya formal juga tokoh informal, tokoh adat, tokoh budaya , kenapa budaya lokal hilang karena kepala desa terjebak dalam posisi sebagai pemimpin formal , jadi ada masalah di desa, kalau ada masalah desa seperti pertengkaran, perkelahian itu hukum formal di selesaikan , polisi langsung, dengan masuknya polisi bukannya selesai masalah muncul masalah selanjutnya yaitu dendam kesumat, balas berbalas , kalau dulu sosok pasiran tidak , itu diselesaikan secara adat dan itu sangat menimbulkan efek jera di daerah Musi ada tradisi tepung tawar selesai diangkat menjadi keluarga,” katanya. (dudy)