JAKARTA, ExtraNews – Pertemuan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati dengan sejumlah investor dan pemegang surat utang negara berkembang atau Emerging Market Bond Holders di Amerika Serikat dikhawatirkan banyak kalangan masyarakat bisa berdampak buruk terhadap Indonesia.
Pasalnya, para investor tersebut berminat masuk ke negara berkembang melalui pembelian Surat Utang Negara (SUN). Deretan investor kelas kakap yang ditemui Sri Mulyani di antaranya Lazard, Citadel, Lord Abbet, BlackRock, Mackay Shields, HSBC AM, dan Van Eck.
Menurut anggota Komisi X DPR RI, Kamrussamad, para investor tersebut berebut membeli SUN negara-negara berkembang lantaran Surat Berharga Negara (SBN) terus menerus menurun. Seperti di kuartal pertama tersisa 19,15 persen atau setara dengan Rp 888,96 triliun.
Atas dasar itu, Kamrussamad meminta Sri Mulyani tidak gegabah mengambil tindakan.
“Jangan sampai menggadaikan Indonesia kepada para investor pengutang,” tegas Kamrussamad lewat keterangan tertulisnya, Senin (10/10/2022) dilansir rmol.id.
Di sisi lain, dituturkan Kamrussamad, saat ini kepemilikan asing di SBN telah mencapai 37,91 persen, menurun sejak adanya perang antara Rusia dan Ukraina.
“Terlebih lagi setelah konflik Rusia-Ukraina, tren kepemilikan asing di pasar SBN terus menurun. Sampai 22 September 2022 jumlah kepemilikan asing di pasar SBN tercatat tinggal Rp743,23 triliun. Angka ini sudah berkurang sekitar Rp150 triliun dibanding posisi awal tahun,” paparnya.
“Dana asing yang masuk harus berkualitas. Investasi yang padat karya. Bukan hanya padat modal, dan harus mampu menciptakan lapangan kerja,” demikian Kamrussamad.
Sebelumnya diberitakan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengadakan pertemuan dengan para investor dan pemegang surat utang negara berkembang atau Emerging Market Bond Holders. Hal itu dilakukan di tengah rangkaian kerjanya di di New York, Amerika Serikat (AS).
Deretan investor kelas kakap yang ditemui Sri Mulyani diantaranya Lazard, Citadel, Lord Abbet, BlackRock, Mackay Shields, HSBC AM, dan Van Eck. Ia bertemu para investor tersebut pada Kamis (6/10/2022). Dalam kesempatan itu Ia menyampaikan perkembangan pemulihan ekonomi Indonesia sejak pandemi Civid-19, serta tantangan gejolak keuangan global, krisis pangan dan energi dunia.
“Saya juga menjelaskan kebijakan fiskal APBN 2022 dan arah kebijakan fiskal ke depan (APBN 2023) dalam mengelola berbagai gejolak luar biasa ini,” kata Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagram-nya @smindrawati, yang dilansir kontan.co.id
Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani mengaku mendapat informasi terbaru dan masukan langsung dari para investor terkait risiko gejolak keuangan global yang diperkirakan masih mengancam dunia hingga 2023 mendatang.
“Kondisi ekonomi banyak negara-negara emerging akan sangat berat menurut para investor,” tambahnya,
Meski begitu, Sri Mulyani mengatakan para investor melihat Indonesia sebagai salah satu negara dengan kebijakan, kinerja ekonomi dan fiskal yang baik sehingga mampu menghadapi gejolak serta mengantisipasi gejolak ekonomi.
Selain itu, kinerja dan kebijakan ekonomi Indonesia yang baik diharapkan bisa terus terjaga dalam menghadapi guncangan global yang tidak mudah.
Kemudian pada hari yang sama, Sri Mulyani bertemu dengan Climate Philanthropies yakni Bloomberg Philanthropist, Bezos Earth Fund, IKEA, Rockefeller, High Tide Foundation dan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
Sri Mulyani bersama Dirut PT SMI Edwin Syahruzad dalam pertemuan itu menjelaskan Energy Transition Mechanism Indonesia country platform untuk mengatasi emisi karbon di sektor energi.
“Pembahasan mengenai berbagai isu, tantangan, serta kemungkinan kolaborasi pembiayaan lembaga keuangan dan philanthropist dalam mengatasi ancaman perubahan iklim dan memenuhi komitmen net zero carbon emission,” tandasnya. [**red]