Sedangkan mengenai tari Gending Sriwijaya menurut Vebri , dibuat untuk menyambut pemerintah Jepang, pertama kali ditarikan di depan Masjid Agung tujuh hari sebelum kemerdekaan. Setelah itu tari ini menjadi tari sambut di Sumsel.
Diceritakan Vebri, gerakan tari ini diciptakan oleh Tina Haji Gong dan Sukainan A Rozak. Lagu Gending Sriwijaya adalah lagu Sriwijaya Jaya yang dicipkan oleh A Dahlan M. Sedangkan syair lagu Gending Sriwijaya diciptakan oleh tim yang diketuai oleh Nungtjik AR, ketika itu menjabat sebagai Kepala Kantor Hadohan (Departeman Panerangan Jepang).
“Namun, pada 1965 PKI meletus karena Nungtjik AR, pencipta syair lagu Gending Sriwijaya terlibat PKI, setelah itu hampir beberapa lama tari ini tidak mainkan, untuk menutupi tari sambut, maka gerakan tari Gending Sriwijaya lagunya diganti lagu Enam Bersaudara, jadilah tari Tanggai yang sering ditarikan saat acara pernikahan. Tari Gending Sriwijaya kemudian dimantapkan sebagai tari sambut tamu agung, sedangkan tari Tanggai untuk tamu biasa,” jelasnya.
Sedangkan sejarawan Sumsel yang juga dosen Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Dedi Irwanto MA mengaku sengaja mengajak mahasiswa dan mahasiswi yang mengikuti program pertukaran mahasiswa modul nusantara yang berasal dari universitas seluruh Indonesia melakukan tugas studi di Universitas Sriwijaya (Unsri) untuk mengikuti diskusi ini guna mengetahui kesenian dari Sumsel terutama Tari Sondok Piyogo dan Tari Gending Sriwijaya.
“ Nanti para mahasiswa dan mahasiswi bisa mengenal budaya dan kesenian dari Sumsel selama berada di Palembang dan rencananya mereka akan menampilkan kesenian Sumsel saat di acara mereka nanti,” katanya. [rel]