Pada akhir dekade 1540-an, dia mengunjungi Italia. Tidak diketahui agenda kunjungannya ke sana. Namun, setelah pulang ke Prancis, Nostradamus mengalami perubahan pandangan dan kepribadian.
Dia tidak lagi ingin menjadi dokter dan memilih banting setir menjadi penyair. Sejak saat itulah dia menyusun kalimat-kalimat puitis berbahasa Prancis dalam ratusan sampai ribuan halaman.
Syair tersebut memiliki nilai sastra yang tinggi. Kumpulan syair itu lantas dibukukan dan berjudul Les Propheties yang terbit pada 1555.
Buku inilah yang kemudian mengubah pandangan orang-orang terhadap Nostradamus. Dari yang semula dipandang sebagai dokter dan penyair, lalu karena buku itu, disebut sebagai peramal.
Menurut Stephen Gerson dalam How an Obscure Renaissance Astrologer Became the Modern Prophet of Doom (2012), hal ini terjadi karena buku Les Propheties ditafsirkan banyak orang lebih dari sekedar syair dan diprediksi mampu melihat masa depan.
Karena memiliki kalimat bernilai sastra tinggi, buku tersebut sangat membingungkan para pembaca. Akibatnya, mereka salah menafsirkan.
Pada saat bersamaan, kesalahan tafsiran tersebut sesuai dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Alhasil, banyak yang percaya kalau buku tersebut berisi ramalan.
Sejak saat itulah, Nostradamus memiliki banyak pengikut karena dinilai mampu meramal. Nostradamus sendiri mungkin tidak bermimpi disebut peramal.
“Sumber akademik menolak anggapan Nostradamus memiliki kemampuan supranatural. Sebab, anggapan ini adalah hasil dari kesalahan tafsir dan kesalahan terjemahan, yang kadang sengaja dilakukan,” tulis Peter Lemesurier dalam Nostradamus, Bibliomancer: The Man, the Myth, the Truth (2010). [*]