ExtraNews – Salah seorang korban selamat dari terjangan tsunami di Tonga, negara kepulauan di Samudra Pasifik, menuturkan bagaimana ia bertahan hidup selama 27 jam setelah terseret ke laut.
Lisala Folau, demikian nama warga Tonga itu, hanya bisa menggunakan lengannya untuk mencoba selamat.
Ia adalah penyandang disabilitas. Ia tidak bisa berjalan dengan normal.
Kepada BBC ia menuturkan, gelombang laut membuatnya terpisah dengan keponakannya.
Ia mengaku sangat takut, namun mencoba untuk tetap tenang.
Dengan batang kayu, Folau akhirnya bisa mencapai pulau utama, Tongatapu, setelah selama sembilan kali dibenamkan gelombang laut.
Ia tinggal di Pulau Atata. Jarak total Atata dengan Tongatapu sekitar 13 kilometer dan di antara dua pulau ini ada dua pulau lain yang tak berpenghuni.
“Jujur saja, saya takut. Tetapi saya yakin dengan kuasa Tuhan, Tuhan akan menyelamatkan saya. Ketika gelombang datang, gelombang ini mengangkat dan menyeret saya ke laut,” kata Folau.
Saat itu, pada Sabtu (15/01/2022), ia sedang bersama keponakannya. Saat diseret gelombang pada Sabtu malam, keduanya saling berpegangan, namun terlepas saat berada di laut.
“Kami terpisah, kami tak bisa melihat satu sama lain. Namun kami bisa saling mendengar, kami saling berteriak,” katanya.
“Saat berada di laut, saya mencoba tetap tenang. Saya sangat yakin dengan kekuasaan Tuhan. Saya pemeluk Kristen. Saya yakin Tuhan memberi saya kekuatan untuk bertahan hidup,” ujar Folau.
“Tuhan juga memberi kesempatan saya untuk hidup. Selain itu, keinginan kuat untuk melihat lagi keluarga saya juga mendorong saya untuk tidak menyerah,” katanya.
Dibenamkan gelombang sembilan kali
Tentu bukan perjuangan yang mudah. Bekas tukang kayu ini menuturkan bagaimana ia dibenamkan gelombang laut berulang kali.
“Saat berada di air, saya ingat saya terbenam delapan kali. Saya penyandang disabilitas, kaki saya tak bisa berfungsi sempurna. Setiap kali terbenam, saya selalu mencoba untuk mengapung lagi untuk mendapatkan udara,” kata Folau.
Namun, gulungan gelombang seakan tak pernah berhenti. Gelombang ini terus saja membenamkan dirinya.
Saat dibenamkan untuk kedelapan kalinya, ia berpikir jika gulungan gelombang datang lagi, maka dirinya akan habis kareba satu-satunya anggota tubuh yang bisa ia gerakkan untuk menyelamat diri hanya dua lengannya.
Dua lengan inilah yang bisa membuatnya terapung lagi. Ia juga berpikir untuk mencari cara agar selamat.
“Jadi, saat saya terbenam lagi untuk kesembilan kalinya, saya mengapung lagi dan saya melihat ada batang kayu, lalu saya langsung sambar kayu tersebut,” kata Folau.
Ketika berjuang menyelamatkan diri di laut, ia sempat mendengar anaknya berteriak memanggil namanya. Anaknya berada di darat.
“Saya tak menjawab teriakannya karena saya tahu, kalau saya menjawab ia pasti akan terjun ke laut untuk menyelamatkan saya. Padahal ketika itu, terjangan gelombang masih terjadi. Saya mencoba bertahan dengan berpegangan ke balok kayu,” katanya.
Salah seorang anak Folau, Talivakaola, melalui unggahan di Facebook mengatakan sangat bersyukur ayahnya selamat.
“Ini kisah yang tak mungkin saya lupakan dalam hidup saya … saya menangis terharu membayangkan bagaimana ayah berenang di laut setelah tsunami menerjang … hati saya hancur membayangkan ayah harus minum air laut,” katanya. (bbc)