Umat Islam di seluruh dunia termasuk di Indonesia dan khususnya di Sumatera Selatan sebentar lagi akan merayakan Idul Adha atau hari raya kurban 1442 H / 2021 M. Hewan yang dapat dikurban berdasarkan syariat Islam meliputi kambing, domba, unta, sapi dan kerbau. Prosesi berkurban umumnya dilakukan pasca pelaksanaan sholat Idul Adha hingga 3 hari setelahnya (hari Tasyriq).
Bila tidak dikelola dengan baik pada saat pelaksanaan kurban justru dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang akhirnya berisiko terjadinya suatu panyakit. Ada dua hal yang biasanya kurang diperhatikan saat berkurban terkait masalah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Pertama, penggunaan kantong plastik sekali pakai sebagai pembungkus daging. Pemakaian kantong plastik sekali pakai dapat berdampak negatif karena sifat plastik yang tidak mudah terurai dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menguraikannya.
Penggunaan kantong plastik sekali pakai dalam pembagian daging kurban harus ditinggalkan, bila plastik yang digunakan tidak ramah lingkungan. Saatnya kembali menggunakan kemasan yang ramah lingkungan seperti daun jati, daun pisang atau besek bambu. Daun atau besek bambu akan lebih baik karena lebih ramah lingkungan, tetapi didaerah perkotaan kadang sulit di cari untuk menemukan bahan-bahan tersebut. Daun pisang maupun daun jati sama saja, tidak ada penelitian yang membandingkan hal tersebut. Hal yang harus diperhatikan adalah kebersihan daunnya atau daun yang digunakan harus bersih.
Plastik sendiri merupakan barang yang sebenarnya sangat berguna, namun punya dampak negatif yang dapat merugikan karena merusak ekosistem alam. Plastik terbentuk dari kondensasi organik (polimer) yang susah terurai dilingkungan. Bila menggunakan kemasan kantong plastik hendaknya menggunakan kantong plastik yang aman untuk makanan atau plastik yang ramah lingkungan. Menurut Tim Peneliti Penyembelihan Halal Science Center (HSC) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor Drh Supratikno, MSi, PAVet mengatakan bahwa penggunaan plastik, daun atau besek bambu lebih mengacu pada prinsip keramahan lingkungan. Plastik yang aman untuk makanan biasanya plastik yang tahan panas untuk makanan yang berkuah panas. Jangan menggunakan plastik yang berwarna-warni, karena merupakan plastik daur ulang.
Membungkus daging kurban dengan plastik, daun atau besek bambu yang terpenting daging tidak boleh dicampur dengan jeroan hijau, seperti babat atau usus, karena daging mudah ditumbuhi bakteri. Usus banyak mengandung bakteri sehingga apabila dicampur maka daging akan cepat membusuk dan bau. Menurut Ketua Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan IPB, Hadinsyah menyarankan agar pembagian daging kurban sebaiknya menggunakan besek untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Jika terpaksa menggunakan kantong plastik maka gunakan plastik yang berkualitas baik atau yang tidak berbau menyengat yaitu plastik yang diperuntukan untuk kemasan makanan (food grade). Kemasan food grade yaitu tidak mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan, tidak merubah rasa makanan dan tidak mentransfer unsur tertentu dalam makanan. Plastik yang tergolong dalam food grade biasanya terbuat dari polietilena (PE), poliprofilina (PP), polistirena dikenal juga dengan styrofoam.
Sudah saatnya kita mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai, termasuk penggunaan plastik sekali pakai sebagai wadah daging kurban. Berikut rekomendasi wadah daging kurban sebagai pengganti plastik sekali pakai yaitu 1. Boks kertas; 2. Daun pisang, daun jati; 3. Besek rotan, besek bambu, besek plastik (terbuat dari plastik tapi bisa dipakai berulang kali); 4. Biofoam, terbuat dari pati ubi kayu dan tambahan serat untuk memperkuat struktur kemasan; 5. Food container (terbuat dari plastik tapi bisa dipakai berulang kali).
Kedua, prosesi kurban menghasilkan limbah berupa kotoran, darah dan bagian lain yang tidak dimanfaatkan dari hewan kurban. Limbah darah hewan kurban umumnya ditimbun dalam tanah. Adapun limbah kotoran dan bagian tubuh hewan dibuang ke sungai atau aliran air saat proses pencucian. Pembuangan limbah kurban akan mencemari sungai dan aliran air karena kandungan bakteri seperti E. Coli. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit bagi manusia serta pembuangan limbah kurban ke sungai atau aliran air juga bisa berdampak pada penurunan kualitas air sungai.
Perlu perhatian khusus melalui edukasi dan contoh praktis agar kedepan petugas kurban tidak lagi membuang limbah ke perairan. Contoh baik pengelolaan limbah kurban seperti dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya, yaitu dengan menginstruksikan kepada panitia kurban agar limbah hewan kurban seperti darah dan kotoran dikumpulkan terlebih dahulu, selanjutnya Dinas Kebersihan akan mengambil dan mengumpulkan limbah tersebut. Limbah kurban dalam bentuk kotoran hewan dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biogas dan pupuk organik. Disamping bermanfaat untuk pembuatan biogas dan pupuk organik, juga berguna untuk mengurangi dampak pencemaran akibat limbah kurban.
Penanganan limbah hewan kurban yang salah bisa menyebabkan pencemaran lingkungan dan penyebaran penyakit bagi masyarakat. Maka warga yang melakukan penyembelihan hewan kurban agar tidak membuang limbah kurban sembarangan. Bakteri yang terdapat pada limbah hewan kurban akan menimbulkan bau menyengat, penyakit kulit, hingga penyebaran bakteri yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Oleh karena itu limbah kurban jangan dibuang sembarangan ke tempat sampah terbuka atau ke selokan tetapi harus dikubur atau dialihkan ke septic tank. Panitia kurban bersama warga agar membuat lubang ditanah dengan kedalaman tertentu sebagai tempat pembuangan limbah. Serta jauh dari sumber air minum masyarakat (sumur gali, perlindungan mata air dan lain-lain) dengan jarak minimal 11 meter. Ukuran lubang penampungan darah kambing, domba, sapi atau kerbau yaitu 0,5 meter x 0,5 meter untuk setiap 10 ekor hewan dengan kedalaman bervariasi. Untuk kambing atau domba kedalaman lubangnya 0,5 meter sedangkan untuk sapi atau kerbau kedalaman lubangnya 1 meter.
Potensi dampak lingkungan saat penyembelihan hewan kurban berupa darah dan bagian tubuh yang tidak digunakan. Limbah tersebut jika terbuang ke badan air dapat mengakibatkan pencemaran air dan jika tidak ditangani dengan benar (berceceran) dapat menimbulkan bau menyengat dan menjadi tempat bakteri tumbuh dan berkembang sehingga dapat menimbulkan penyakit (mengganggu kenyamanan dan membahayakan kesehatan manusia).
Panduan praktis penyembelihan hewan kurban di lingkungan perkotaan atau pemukiman (Permen LHK No. 90 Tahun 2016), meliputi :
- Tiga prinsip kurban peduli lingkungan: a. Tidak membiarkan limbah tanpa penanganan/berceceran, b. Manfaaatkan hewan kurban seoptimal mungkin, c. Gunakan material secara tepat guna dan efisien.
- Pastikan area penyembelihan dan penanganan limbah mencukupi sesuai dengan jumlah hewan kurban. Jika area tidak memiliki luas lahan yang cukup, proses penyembelihan hewan kurban sebaiknya dilakukan ditempat lain. Sediakan sarana penanganan daging kurban dan limbah (darah dan isi perut) untuk menjamin kesehatan masyarakat dan menjaga kualitas lingkungan.
- Terdapat dua cara penanganan limbah hewan kurban: a. Pengolahan : isi perut (rumen dan kotoran) dikomposkan secara mandiri oleh pengelola masjid (pengelola kurban) atau dikirimkan ke tempat pengomposan. Sedangkan darah atau bagian tubuh yang tidak dimanfaatkan dapat ditampung dan diolah menjadi kompos serta pakan ikan dan/atau pakan ternak. Jika pengolahan di tempat lain siapkan wadah pengiriman, b. Penimbunan: Limbah ditimbun di dalam lubang tanah minimal 1 m³ untuk sapi yang berukuran 400-600 kg dan minimal 0,3 m³ untuk kambing yang berukuran 25-35 kg
- Gunakan wadah daging kurban yang ramah lingkungan dan aman terhadap kesehatan. Jika menggunakan besek, daun pisang dan lain-lain yang berasal dari bahan alami, pastikan bahan dalam keadaan bersih untuk mencegah kontaminasi yang membahayakan kesehatan manusia. Jika menggunakan plastik, gunakan produk yang aman untuk kontak langsung dengan bahan makanan, memiliki ukuran yang sesuai (efisien) dan memiliki dampak mininum terhadap pencemaran lingkungan (ramah lingkungan). Untuk plastik ramah lingkungan tersedia plastik dengan kemampuan mudah terurai (degredable) atau mudah terurai secara biologis (biodegredable). Edukasi kepada penerima daging kurban untuk pastikan wadah daging kurban yang telah digunakan diperlakukan dengan benar, menuju pengolahan akhir sampah, tidak terbawa ke badan air.
Demikianlah hal-hal yang yang dapat kita lakukan dalam upaya mencegah terjadinya penyakit dan pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan dari pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. Agar setelah selesainya penyembelihan hewan kurban tidak terjadinya suatu penyakit dan pencemaran lingkungan yang dapat merugikan . opini