Muara Enim-Sumsel, ExtraNews – Menyikapi hasil keputusan PT TUN Palembang tanggal 5 Mei 2023 yang membatalkan penetapan Ahmad Usmarwi Kaffa sebagai wakil bupati Muara Enim hasil pemilihan DPRD Muara Enim tanggal 6 September 2022 lalu ternyata DPRD Kabupaten Muara Enim yang menjadi pihak tergugat tidak tinggal diam,DPRD Muara Enim telah mengadakan perlawanan dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, permohonan Kasasi oleh DPRD Muara Enim tersebut telah didaftarkan ke MA pada Senin 8 Mei 2023 lalu dengan nomor perkara 263.
Diketahuinya DPRD melakukan upaya hukum atas putusan banding PT TUN tersebut disampaikan tim pengacara DPRD Muara Enim Khairozi SH MH pada Rabu (10 /5 /2023) sore tadi.
Upaya hukum dewan perwakilan rakyat daerah Kabupaten Muara Enim terhadap putusan pengadilan tinggi tata usaha negara,untuk hasilnya apa kah menang atau kalah , kita tunggu keputusan dari mahkamah Agung,kata Rozi panggilan akrab pengacara DPRD ini.
Terkait ada polimik adanya pembatasan Dikatakannya bahwa ada pihak berpendapat bahwa putusan pengadilan Tinggi tata usaha negara ini tidak bisa dilakukan upaya hukum banding ataupun kasasi,itu merupakan pandangan yang keliru, yang dimaksud pembatasan kasasi dalam perkara itu ruang lingkupnya hanya di daerah, sedangkan keputusan penetapan Ahmad Usmari Kaffa sebagai Wakil Bupati merupakan keputusan nasional karena itu di akomodir Mendagri,karena upaya hukum kasasi tetap bisa dilakukan,makanya upaya hukum kasasi DPRD Muara Enim sudah ditindak lanjuti oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang,jelasnya.
Lebih jauh dijelaskan Rozi,keputusan DPRD nomor 10 DPRD yang menjadi objek sengketa,sedangkan Ahmad Usmarwi Kaffa dilantik dengan keputusan Menteri Dalam Negeri , objeknya beda dan keputusan Mendagri ini tidak digugat,disamping itu menurut pasal 67 Undang Undang peradilan Tata Usaha Negara gugatan diperadilan TUN itu tidak menunda dilaksanakannya keputusan pejabat TUN , menunggu keputusan sebaliknya yang berkekuatan hukum tetap,jadi tetap harus dilantik Ahmad Usmarwi Kaffa sebagai Bupati Muara Enim.
Gubernur tidak bisa berpijak pada keputusan yang belum berkekuatan hukum tetap,katakan di tingkat MA DPRD menang dalam kasasi, akan berisiko bagi gubernur,disamping itu kewenangan itu bukan digubernur tapi di Mendagri,tergantung Mendagri apakah akan dilantik atau tidak,dan gubernur itu perwakilan pemerintah pusat yang ada di propinsi,tandas Khairozi.
Sebelumnya diberitakan dimana dari pendapat praktisi hukum sekaligus ketua TAPD penggugat mengatakan,
Pasca Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Palembang mengeluarkan putusan banding Pilwabup Muara Enim yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Muara Enim telah menuai banyak tanggapan di masyarakat, khususnya menyangkut status hukum Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Wakil Bupati dan Plt. Bupati Muara Enim pasca putusan tersebut.
Praktisi hukum DR Firmasnyah SH MH dalam Tulisannya yang diterima media Sabtu (7/5) menjelaskan apa saja implikasi hukum dari putusan tersebut.
Disebutkan Fir man,Seperti diketahui, bahwa proses Pemilihan wakil bupati Muara Enim oleh DPRD Kabupaten Muara Enim telah dipermasalahkan sejak awal oleh berbagai kalangan. Tidak sampai disitu, karena pemilihan dinilai bermasalah, imbasnya penetapan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim, digugat ke PTUN oleh 5 (lima) Organisasi LSM (ABRI, PROJO, BRANTAS, SIGAP, dan GASS). LSM sebagai Penggugat menunjuk para advokat dari Tim Advokasi Pengawal Demokrasi (TAPD) Kabupaten Muara Enim, sebagai kuasa hukum dengan ketuanya Dr. FIRMANSYAH, SH., M.H. Sementara pihak Tergugat DPRD Kabupaten Muara Enim, dan pihak Tergugat II Intervensi Ahmad Usmarwi Kaffah, SH., yaitu dalam perkara Nomor : 263/G/2022/PTUN.PLG., perkara ini diputus oleh PTUN Palembang pada 20 Februari 2023.
Menariknya, putusan PTUN Palembang ternyata diputus tidak dengan suara bulat atau ada disenting opinion. Dua hakim anggota berpendapat tidak memiliki legal standing, dan hakim ketua berpendapat memiliki legal standing, bahkan dalam pertimbangan hukumnya hakim ketua menyatakan Pilwabup Muara Enim melanggar undang-undang atau tidak sah. Namun, putusan tetap didasarkan suara terbanyak sehingga gugatan tidak dapat diterima (niet on vankelijke verklaard) karena Para Penggugat dianggap tidak memiliki legal standing.
Berangkat dari disenting opinion, lalu Penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang dan dalam putusannya Nomor : 58/B/2023/PT.TUN/PLG., tanggal 4 Mei 2023, membatalkan putusan PTUN Palembang yang dimohonkan banding, dan mengadili sendiri mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya. Selanjutnya, Majelis Hakim PTTUN: Menyatakan tidak sah Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2022 tanggal 6 September 2022 tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah, SH; Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2022 tanggal 6 September 2022 tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah, SH. Petikan lengkap putusan tersebut dalam bentuk salinan PDF telah diterima oleh para pihak melalui akun elektronik masing-masing pada Jumat tanggal 5 Mei 2023.
Dalam pertimbangan hukumnya, PTTUN Palembang sependapat dengan disenting opinion yang memutuskan tindakan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah, SH, bertentangan dengan undang-undang dan Tatib DPRD Kabupaten/Kota, hal ini disebabkan DPRD Kabupaten Muara Enim sudah tidak memiliki kewenangan lagi memilih Wakil Bupati dengan sisa waktu kurang dari 18 (delapan belas) bulan. Pertimbangan hukum inilah kemudian sebagai dasar PTTUN Palembang menjatuhkan putusan yang amarnya seperti tersebut di atas. Tentu bagi kami, putusan tersebut telah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan oleh karena itu semua pihak harus menghormati putusan pengadilan.
Lebih Jauh firman menyebutkan Dari perspektif hukum, putusan banding Pilwabup Muara Enim menarik untuk dikaji karena memiliki karakteristik sendiri. Pada tataran normatif dan praktis dapat dikemukakan beberapa implikasi hukumnya, antara lain sebagai berikut :
Pertama, Tidak bisa diajukan kasasi. Pada dasarnya terhadap setiap putusan banding dari semua lingkungan peradilan dapat dimintakan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain. Dalam konteks perkara TUN syarat mengajukan kasasi dibatasi oleh UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, khususnya Pasal 45A ayat (2) huruf c tidak dapat diajukan kasasi, “perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan”.
DPRD Kabupaten Muara Enim adalah Badan atau Pejabat Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam lingkup legislatif. Menurut Pasal 1 angka 4 UU Pemda Jo Pasal 364 UU MD3, disebutkan bahwa : “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah”. Sedangkan wewenang DPRD terkait Pilwabup bersifat atributif yang diberikan oleh UU Pilkada, dengan sendirinya produk hukum yang dikeluarkan hanya berlaku di wilayah Kabupaten Muara Enim, tidak berlaku umum.
Dari aspek ini, jelas Surat Keputusan DPRD Kabupaten Muara Enim tentang Penetapan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023, merupakan Keputusan Tata Usaha Negara di lingkungan legislatif berdasarkan Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang jangkauan berlakunya di wilayah Kabupaten Muara Enim, dengan demikian termasuk salah satu kriteria perkara yang tidak dapat diajukan kasasi menurut Pasal 45 A ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004.
Kemudian yang kedua kata Firmansyah , Putusan menjadi berkekuatan hukum tetap (inkrach). Dengan tertutupnya upaya hukum kasasi maka putusan PTTUN Palembang otomatis berkekuatan hukum tetap (inkrach) terhitung sejak putusan itu diucapkan di persidangan dan dapat eksekusi. Apabila tetap mengajukan kasasi, itu adalah hak, tetapi permohonan kasasi akan ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara karena tidak memenuhi syarat formal untuk diajukan kasasi dan berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung (vide Pasa 45A ayat 3). Upaya hukum yang tersedia adalah upaya hukum luar biasa yaitu Peninjuan Kembali (PK), tetapi upaya hukum yang terakhir ini tidak menghalangi eksekusi putusan.
Ketiga, Semua tindakan yang dilakukan cacat hukum. Bahwa dengan merujuk pada Pasal 45A ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004 dan putusan banding menjadi berkekuatan hukum tetap (inkrach), maka implikasi hukum berikutnya semua tindakan dan/atau kebijkan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Muara Enim, baik dalam kapasitasnya sebagai Wakil Bupati maupun Plt. Bupati, terhitung sejak putusan diucapkan menjadi tidak sah dan cacat secara hukum sehingga tidak wajib dilaksanakan.
Keempat, berpotensi terjadi kekosongan jabatan. Dengan berpedoman bahwa putusan sudah berkekuatan hukum tetap dan untuk mana penetapan Ahmad Usmarwi Kaffah, SH sebagai Wakil Bupati Muara Enim dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan, dengan sendirinya terjadi kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan 2018-2023 sampai dengan tanggal 18 September 2023. Hal ini sejalan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf l UU No. 30 Tahun 2014, “Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”. Prinsip ini merupakan konsekuensi Indonesia merupakan negara hukum dan semua orang tunduk pada hukum tanpa terkecuali.
Harus dimaklumi, bahwa pemicu permasalahan ini adalah ketika gugatan PTUN masih berlangsung, Kaffah dilantik. Ini kan jelas terburu-buru sekalipun dideclear atas nama demokrasi, padahal semua kemungkinan bisa terjadi disebabkan proses hukum masih berjalan. Perlu diketahui, Keputusan Mendagri bersifat deklaratif yaitu hanya berupa “Pengesahan Pengangkatan” saja dan prosesnya itu ada di tingkat DPRD sebagaimana Penjelasan Pasal 54 ayat (1) huruf b UU No. 30 Tahun 2014. Jadi tidak bisa berdiri sendiri, tetapi justru tergantung pada proses di DPRD itu sendiri. Artinya, jika Pilwabup dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan maka Mendagri harus mengesahkannya, itulah sifat deklaratifnya. Sebaliknya, apabila dinilai bertentangan dengan undang-undang maka dengan sendirinya SK Mendagri yang menjadi dasar Pengesahan Pengangkatan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim menjadi batal demi hukum sebagai akibat diterbitkan dari proses Pilwabup yang dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan. Jadi, ada atau tidaknya pencabutan surat keputusan melalui sidang paripurna DPRD, menurut praktisi hukum ini tidak menjadi soal mengingat putusan pengadilan lebih tinggi drajadnya.
Permasalahan di atas, harus menjadi perhatian semua pihak. Sebaiknya, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat segera mengkaji putusan pengadilan tersebut secara komprehenshif dan nantinya dapat dijadikan pedoman mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi berbagai penafsiran di masyarakat. Tidak ada salahnya Gubernur sesegera mungkin berkordinasi langsung dengan Kementerian Dalam Negeri, hal ini sangat penting bagi kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Muara Enim, mengingat di masyarakat sudah terbelah opini dan timbul sikap apatis, terjadi degradasi kepercayaan terhadap pemimpin, dan semua itu tentunya akan menggangu jalannya Pemerintahan Kabupaten Muara Enim.
Mengingat jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim akan berakhir sampai dengan 18 September 2023, pasca putusan banding tersebut Gubernur segera menentukan langkah-langkah penyelesaiannya, dan selanjutnya mengikuti mekanisme yang berlaku hingga terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Muara Enim pada Pilkada serentak tahun 2024 mendatang.
Ditanya apakah pemberhentian Kaffa sebagai wakil bupati harus menunggu surat pemberhentian dari Mendagri mengingat pengangkatannya Ahmad Usmarwi Kaffa sebagai Wabup atas surat keputusan mendagri,firman berpendapat keputusan pengadilan lebih tinggi dari keputusan Mendagri,bahkan Mendagri harus patuh terhadap keputusan yang telah diputuskan pengadilan,pungkas Firmasnyah Sabtu (7/5) malam. (nur)