Pengusaha otomotif terbesar di kota Palembang ini diduga akan menjualkan tanah tersebut ke pihak RS CH. Namun, pihak RS CH menolak. Sebab, pihak RS mengetahui kalau tanah itu bukan hak milik AF dan kawan-kawan melainkan hak Raden Satar, bebernya.
Sebab, permainan diduga “Mafia Tanah” dengan memback up pihak terkait yang diduga telah terorganisir antara diduga pihak BPN, pemodal diduga AF dan para oknum Aparat Penegak Hukum (APH) sampai ke oknum Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), terangnya.
“Kami berharap, Ketua MA RI agar dapat meninjau kembali keputusan Nomor : 85/Pdt.G/2007/PT.PLG pada (26/11/2007) jo Putusan MA RI Nomor : 2471.K/Pat/2008 pada (4/5/2010). Sebab, putusan eigendom verponding No.1209 E Meetbrief terletak di daerah Talang Betoetoe bukan terletak di Jl Jenderal Sudirman yang saat ini telah dikuasai oleh HB”.
Selain itu, “kami berharap, Bapak Kapolri dapat segera memproses dan menindaklanjuti laporan kami yang diduga dihalang-halangi dan diduga penuh rekayasa oleh diduga para oknum penyidik”, diantaranya :
1.Laporan Polisi No.LP/393-A/X/2014/Sumsel pelapor BPN kota Palembang dengan Terlapor : HB, FH, HW dan IB.
2. Laporan Polisi No.LPB/969/XII/2015/SPKT pada (29/12/2015) atas nama AKS selaku pelapor (korban).
3. Laporan Polisi No.LPB/134/II/2016/SPKT pada (22/2/2016) atas nama RAK selaku pelapor (korban).
4.Laporan Polisi No.STPL/83/VI/2016/YANDUAN pada (22/6/2016) atas nama pelapor RAS (Alm), urainya.
Kepada Menteri Agraria Tata Ruang atau Badan Pertanahan dapat segera memproses penerbitan SHM atas nama klien kami, jelas Iwan.
Ruslan menambahkan, untuk Presiden RI ketahui, pada tahun 2020, “saya selaku penerima kuasa telah membantu pihak Polda Sumsel menangkap DPO “Mafia Tanah” terbesar di Indonesia (H Agus dan Sofian). Hingga Polda Sumsel mendapatkan penghargaan dari Menteri Agraria Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional”, bebernya.
Hal ini “saya lakukan, sesuai program Presiden RI, agar dapat membantu mengawasi, mengungkap dan menangkap para “Mafia Tanah”, tegasnya. (yn)