ExtraNews – Warga Lamongan dan sekitarnya tengah dihebohkan dengan kemunculan sebuah grup Facebook tertutup bernama Gay Tuban, Lamongan, dan Bojonegoro.
Grup yang diketahui telah dibuat sejak tiga tahun lalu itu kini telah memiliki lebih dari 10 ribu anggota.
Grup tersebut menjadi sorotan publik lantaran berisi konten menyimpang serta ajakan melakukan hubungan seksual yang melenceng menurut norma sosial dan agama yang berlaku di Indonesia.
Mirisnya, fitur “peserta anonim” yang disediakan oleh Facebook memperbolehkan anggota grup membuat unggahan tanpa mencantumkan identitas asli, sehingga memperbesar kemungkinan penyalahgunaan.
Menanggapi hal tersebut, Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Lamongan, Joko Nursiyanto, menegaskan bahwa keberadaan komunitas semacam itu tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak ada pengakuan terhadap perkawinan sesama jenis. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita. Selama pasal ini belum diubah, maka hukum di Indonesia tetap tidak mengakui praktik LGBT dalam bentuk perkawinan,” katanya, Selasa (03/6/2025).
Joko juga menambahkan bahwa secara prinsip, seluruh agama yang diakui di Indonesia menolak praktik hubungan sesama jenis.
Oleh sebab itu, ia berharap aparat penegak hukum dan otoritas terkait segera melakukan langkah konkret untuk mengatasi persoalan ini agar tidak berkembang lebih luas di tengah masyarakat.
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Lamongan Muhlisin Mufa menuturkan pentingnya pendekatan spiritual dan edukatif dalam menghadapi fenomena tersebut.
“Upaya pencegahan perilaku LGBT tidak cukup hanya dengan penindakan. Harus ada penguatan dari sisi keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,” ujarnya.
Menurutnya, Kemenag mendorong seluruh elemen masyarakat, mulai dari tokoh agama, pendidik, hingga keluarga, untuk secara aktif membimbing generasi muda agar tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang.
Ia menekankan bahwa nilai-nilai agama dan moral harus ditanamkan sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun lingkungan sosial.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak hanya menjadi penonton, tapi ikut mengawasi dan mencegah perilaku menyimpang, khususnya yang beredar di media sosial. Ini menjadi tanggung jawab bersama,” tuturnya.
Selain itu, Muhlisin menyampaikan pentingnya pendekatan edukatif melalui peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya LGBT, yang menurutnya bertentangan dengan ajaran agama dan nilai-nilai luhur bangsa. (*)