Muba maju Lebih Cepat
Minuman Alfaone
OPINI  

PARKIR DI PALEMBANG – ANTARA , TEKNOLOGI, DAN MENTALITAS, Oleh: M Yasin (Pemerhati sosial budaya)

0CFDD5C7 B7F4 4F92 83D1 E18154949C45

Palembang, kota yang dijuluki “Bumi Sriwijaya” ini kini menghadapi masalah klasik yang mengganggu kenyamanan warganya: sistem parkir yang kacau. Persoalan ini bukan sekadar soal kurangnya lahan, tetapi lebih pada tumpang tindih regulasi, infrastruktur yang tertinggal, dan mentalitas pengguna jalan yang abai. Jika tidak segera diatasi, dampaknya akan semakin merusak tata kota dan kualitas hidup masyarakat.

Pemerintah Kota Palembang sebenarnya telah memiliki sejumlah aturan tentang parkir diantaranya Peraturan daerah Kota Palembang tentang parkir diatur dalam beberapa Perda dan Perwali. Perda yang mengatur pengelolaan dan retribusi parkir adalah Perda Kota Palembang No. 4 Tahun 2008. Peraturan Walikota Palembang No. 60 Tahun 2015 mengatur penyelenggaraan parkir dengan sistem progresif. Selain itu, ada Perda Kota Palembang No. 16 Tahun 2011 yang mengatur retribusi jasa umum, termasuk retribusi parkir.
Tetapi implementasinya lemah. Contoh nyata terlihat di Pasar 16 Ilir, di mana parkir liar dibiarkan karena tidak jelas siapa yang bertanggung jawab—apakah Dishub, Satpol PP, atau kelurahan. Koordinasi antarinstansi yang buruk membuat penertiban hanya bersifat reaktif , bukan preventif.

BACA JUGA INI:   Mengoreksi Diri Umat Islam Dalam Menjalankan Ajarannya

Selain itu, tarif parkir tidak standar. Di kawasan wisata seperti Benteng Kuto Besak, petugas liar (sering tanpa seragam) seenaknya mematok tarif Rp 5.000–Rp 20.000 tanpa karcis resmi. Yang lebih memprihatinkan, pendapatan retribusi parkir tidak transparan. Ke mana larinya uang parkir yang seharusnya menjadi pendapatan daerah?
Palembang, sebagai kota metropolitan, masih mengandalkan sistem parkir manual dengan karcis kertas yang rawan manipulasi. Bandingkan dengan Jakarta yang sudah menggunakan JakParking atau Surabaya dengan e-parkir berbasis QRIS. Teknologi bukan sekadar gimmick, tetapi solusi untuk meminimalkan pungli dan meningkatkan akuntabilitas.
Tidak bisa dimungkiri, kurangnya kedisiplinan pengendara memperburuk situasi. Ini menunjukkan bahwa masalah parkir juga berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah konkret:
1. Hukum yang Konsisten:
– Satpol PP dan Dishub harus melakukan razia rutin dengan sanksi tegas, bukan sekadar teguran.
– Sosialisasi Perda Parkir ke masyarakat dan pelaku usaha.
– Bangun gedung parkir bertingkat di kawasan perkantoran dan wisata.
– Implementasi sensor kepadatan parkir dan pembayaran digital untuk mengurangi pungli.
– Libatkan karang taruna atau komunitas lokal dalam pengawasan parkir liar.
– Buat sistem pelaporan online untuk melaporkan pelanggaran parkir.
Masalah parkir di Palembang adalah cerminan dari lemahnya tata kelola kota. Namun, dengan integrasi teknologi, regulasi yang jelas, dan partisipasi masyarakat, bukan tidak mungkin kota ini bisa menata ulang sistem parkirnya. Jangan biarkan parkir liar dan ketidaktertiban merusak wajah Palembang sebagai kota budaya dan destinasi wisata.

lion parcel