PLN Mengucapkan selamat idul fitri 2025

Tim Peneliti UT Susur Riwayat Sungai Komering

Tim Peneliti UT Susur Riwayat Sungai Komering
Tim Peneliti UT Palembang menelusuri Sungai Komering dengan ketek bersama tokoh Masyarakat Komering. Selasa, (20/9) (poto: Tim Peneliti UT Palembang)

OKUS-SUMSEL ExtraNews – Sungai Komering salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Sumatra Selatan.

Ujung Sungai ini bermuara di antara Sungai Waisaka dan Selabung di Muara Dua, OKU Selatan.

Muaranya jauh mengalir hingga ke Sungai Musi di Plaju, Palembang.  Perannya begitu penting bagi komunitas etnik yang mendiami sepanjang aliran Sungai Komering, baik etnis Daya, etnis Komering, etnis Pegagan Ulu, hingga Kayuagung diilirnya.

Pada masanya Sungai Komering urat nadi transportasi dan perekonomian yang ramai.

Mengingat arti penting sungai Komering. Tim penelitian Universitas Terbuka (UT) Palembang yang diketuai Dr. Meita Istianda (Ketua Tim/Universitas Terbuka Palembang), bersama Dr. Dedi Irwanto (Universitas Sriwijaya), Giyanto, M.Si. (Universitas PGRI Palembang), Dr. (Cand.) Kms. A. Rachman Panji (UIN Raden Fatah (RF) Palembang), Dudy Oskandar SH (Jurnalis).

Kemudian Hidayatul Fikri, S.Kom atau Mang Dayat (Youtuber beken dan keren kebanggaan Kota Palembang) ditemani tokoh adat antara lain Drs. Muhammad Ali Pasyai, MM (Kadis Pendidikan dan Kebudayaan OKU Timur periode 2015-2019 dan Ali Pasyai eks Asisten III Bidang Umum dan Kemasyarakatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKUT periode 2019-2020).

Lalu Chaerul , S.Pdi (Tokoh Adat Kecamatan Cempaka) dan A. Yani, S.Pd. (Tokoh Budaya dan Guru Seni Budaya SMPN 1 Cempaka).

“Di awal tahun 1980-an, Sungai Komering masih ramai lalu lintas perahu dan ketek bahkan tongkang, ilir-mudik dari ulu ke ilir dan sebaliknya. Umumnya tujuan utamanya masyarakat sini ke ilir menuju Kota Palembang. Jika dari ulu menuju Palembang mereka membawa berbagai komoditas seperti buah-buahan dan sayur mayor. Nanti jika ke ilir dari Palembang, mereka membawa barang dagangan. Mulai dari kelontong sampai BBM untuk bahan dagang di kampong-kampung kita ini”, tutur Pak Chaerul.

BACA JUGA INI:   KOPZIPS Temukan Ungkonan Makam Bersejarah Milik Tionghoa Muslim di Palembang

Penelusuran tim UT Palembang di Sungai Komering dari Muara Minanga sampai ke bawah Jembatan Air Komering Cempaka yang baru dibangun tahun 2019. Tim Peneliti UT Palembang selanjutnya berputar kembali di lubuk terdalam Sungai Komering pada Desa Negeri Agung, Campang Tiga.

“Dengan menempuh jalur sungai lewat ketek ini. Kita ingin merasakan sensasi dan imajinasi pelayaran dan perdagang masa lalu di Sungai Komering. Karena menurut informasi penduduk. Pada sungai Komering di Negeri Agung ini pernah ditemukan ribuan keping koin kuno. Koin kuno ini berasal dari masa Dinasti Tang di Cina tahun 618 sampai 907 Masehi. Dinasti ini ketika Agama Buddha menjadi agama resmi kekaisaran dan masa makmur seni dan teknologi Tiongkok. Sehingga mereka melakukan perdagangan hingga ke Sriwijaya waktu itu. Mereka juga masuk ke daerah pedalaman dibuktikan dari temuan koin ini di Sungai Komering”, ujar Peneliti Geografi Sejarah Universitas PGRI Palembang, Giyanto, M.Sc. yang ikut dalam tim peneliti UT Palembang.

Intensitas keramaian pelayaran dan perdagangan di Sungai Komering terus berlanjut hingga masa kolonial Belanda. Walau Belanda telah membangun jalan Komering pada awal abad ke-20.
Serta mengubah orientasi pemukiman penduduk dari tepi sungai ke tepi jalan darat.

BACA JUGA INI:   Rara Meriahkan OKU Expo, Sempat Berswafoto dengan Bupati

“Salah satu yang menyongkong ramainya pelayaran dan perdagangan di Sungai Komering waktu itu. Menurut hemat saya, mudah dan murahnya moda transporasi sungai disbanding darat pada waktu itu yang menyebabkan transportasi sungai masih menjadi pilihan. Sejak tahun 1920 hingga 1942, Belanda memang terus membangun dan merenovasi jalan Komering dalam menunjang perekonomian yang salah satunya ditujukan untuk membuka akses ke daerah transmigrasi Belitang. Jalan darat ini ditopang oleh Jembatan Gunung Batu yang sangat mirip dengan Wilhemina Brug di Kertapati”, kata Sejarawan Palembang, Kemas Ari Panji.

Namun karena jalan darat lewat Jalan Komering, mobil dan daya angkutnya masih terbatas. Sungai Komering masih menjadi urat nadi transportasi masyarakat waktu itu.

“Apalagi kapal Roda Lambung berkembang sejak tahun 1912 dengan membuka jalur transportasi Sungai Komering hingga ke Kota Martapura”, ingat Kemas Ari Panji, kandidat Doktor dan juga dosen UIN RF Palembang.

Tim Peneliti UT Palembang menelusuri Sungai Komering dengan ketek bersama tokoh Masyarakat Komering, Selasa , (20/9/2022).

Namun perlahan memasuki tahun 1980-an transportasi Sungai Komering mengalami kemunduran. Terlebih pembangunan Bendungan Irigasi Upper Komering tahap I tahun 1990-an dan tahap II tahun 2000-an. Sungai Komering mengalami pendangkalan luar biasa.

“Ya, bendungan ini berdampak besar ke pendangkalan Sungai Komering. Terutama jalur Sungai Komering dari Muncak Kabau ke ilirnya. Sekarang terbentuk delta-delta pasir yang kadang menggunung di Sungai Komering. Dampak besarnya, selain pada pelayaran juga tentu bagi vegetasi, terutama perikanan. Ikan-ikan di Sungai Komering sudah jauh berkurang, baik jumlah jenisnya maupun jumlah ikan itu sendiri”, tutur Geografer Palembang, Giyanto, M.Sc.

BACA JUGA INI:   Jual Beli Ijazah! Kemendikbudristek Cabut Izin Operasional 23 Perguruan Tinggi Swasta, Mana Saja ya?

Penurunan debit sungai terutama dirasakan pada musim kemarau. Kondisi sulit air dialami petani di sepanjang Sungai Komering. Walau membawa berkah bagi penambangan pasir.

“Dalam waktu yang tidak lama lagi. Pemkab OKU Timur kita akan melakukan revitalisasi Sungai Komering dengan mengeruk kedalamannya. Semua gundukan pasir di Sungai Komering akan dilakukan normalisasi. Sehingga harapnya ke depan Sungai Komering akan dapat berfungsi normal”, pesan pungkas, Pak Ali Pasyai yang juga pernah menjabat kepala BPBD OKU Timur yang mengiringi tim peneliti dalam menelusur Sungai Komering. [oska]

lion parcel