PLN Mengucapkan selamat idul fitri 2025
OPINI  

Tidak Ada Dualisme PWI, Sukses HPN Kalsel, Sukses Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun, Oleh Firdaus Komar, Direktur LUKW PWI Pusat

42EBAD47 D8F3 4ED4 BBF1 116896A99B7A

Tidak Ada Dualisme PWISukses HPN Kalsel, Sukses Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun, 

Oleh Firdaus Komar
Direktur LUKW PWI Pusat

SAAT Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2025 yang dilaksanakan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan penuh gegap gempita. Tidak kurang dari 30 para ketua dari pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) se-Indonesia hadir dan menyukseskan acara puncak HPN di Banjarmasin, Kalsel. Sejumlah Menteri pun hadir, tak kecuali Menteri Kebudayaan Fadli Zon, mewakili atas nama Presiden RI, Prabowo Subianto juga hadir dan memberikan pidato puncak Hari Pers Nasional (HPN) yang merupakan hari lahirnya PWI.
PWI patut berterima kasih kepada Pemprov Kalsel dan seluruh jajaran masyarakat Kalimantan Selatan (Kalsel) yang telah sepenuh hati dan dengan keyakinan penuh bahwa PWI yang sah itu dengan gelaran HPN dibawa kepemimpinan Hendry Ch Bangun. PWI yang sah menggelar HPN penuh dengan tantangan secara internal, karena beberapa orang yang selama ini berada di PWI secara konstitusional tidak lagi bergabung dan membentuk wadah tersendiri, walaupun belum sah dan tidak terdaftar di Menkumham karena tidak memiliki SK AHU.
Namun panitia pelaksana pusat dan daerah HPN 2025, tetap yakin walaupun gangguan itu ada, dibawa kepemimpinan Hendry Ch Bangun terus berkomunikasi dengan pihak stakeholder berkaitan dengan menjaga marwah PWI yang sah hasil kongres PWI Bandung, 2023.
Menariknya gelaran HPN kali ini, ada sekelompok yang mengaku-ngaku juga organisasi PWI dan pada hari yang sama juga gelar HPN di Riau. Namanya organisasi sempalan yang mengaku-ngaku saja, sebenarnya tidak perlu dirisaukan, karena secara hukum yang mengaku PWI di Riau itu tidak diakui baik secara faktual maupun hukum negara.
Narasi yang dikembangkan di publik bahwa PWI itu dualisme, sama sekali tidak benar. PWI itu satu sesuai dengan aspek hukum bahwa PWI yang sah berdasarkan SK Menkumham, PWI yang dipimpin oleh Ketua Umum Hendry Ch Bangun.
Salah satu bentuk pengakuan negara terhadap suatu organisasi adalah diterbitkannya Surat Keputusan Administrasi Hukum Umum (SK AHU) oleh Kementerian Hukum dan HAM. SK AHU terakhir yang diterbitkan Kemenkumham terkait PWI adalah: SK Nomor: AHU-0000946.AH.01.08.Tahun 2024 tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Persatuan Wartawan Indonesia, tanggal: 9 Juli 2024 SK tersebut secara eksplisit menyebut Hendry Ch Bangun sebagai Ketua Umum dan Muhammad Iqbal Irsyad sebagai Sekretaris Jenderal. Hingga saat ini SK AHU tersebut belum pernah dicabut dan tidak ada SK AHU baru yang menggantikannya.
Mari kita dan anggota PWI serta masyarakat pers untuk berpikir logis saja. Terdapat dua variabel yang bisa membuat kita berpikir logis. Variabel pertama, jika dikatakan bahwa Hendry Ch Bangun itu melakukan tindak pidana korupsi yang dinarasikan oleh oknum yang ingin membentuk PWI baru, bahwa Hendry Ch Bangun memberikan dana ke pihak lain (cash back) dan menerima fee dan sponsor. HCB pun telah dilaporkan ke aparat hukum, tapi sampai saat ini dan detik ini, Hendry Ch Bangun tidak bisa diproses hukum dan tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka, apalagi sampai ditetapkan sebagai terdakwa atau sebagai terpidana.

BACA JUGA INI:   Matilah Kau UU Pers… Catatan Hendry Ch Bangun

Masih berkaitan dengan variabel pertama, bahwa variabel kedua, hal yang berkaitan dengan isu bahwa Ketua umum sudah dipecat gegara penyelewengan dana cash back tersebut menjadikan sekelompok oknum yang ingin menggeser posisi ketua umum PWI Pusat ini gelap mata dan menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). KLB digelar 18 Agustus 2024 di Jakarta.

Pertanyaannya apakah KLB itu sah ? secara logika berpikir saja, jika KLB itu sah dipastikan setelah tujuh bulan KLB, ternyata SK Menkumham tidak juga dikeluarkan oleh pemerintah.

Sederhana saja berpikir, jika pemerintah tidak bisa mengeluarkan SK AHU Menkumham, artinya proses KLB itu tidak sah. Sudah jelas KLB itu tidak sah dan tidak berlaku karena tidak memenuhi syarat untuk menggelar KLB sesuai yang diatur oleh PD/PRT PWI.

Dari KLB itu juga akhirnya berdampak ke hukum, bahwa Zulmansyah Sakedang, Sasongko Tedjo dan Wina Armada dipanggil penyidik Polri. Panggilan itu berdasarkan Laporan Polisi (LP) Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun di Bareskrim Polri LP No: LP/B/355/X/2024/BARESKRIM. Ketiganya dilaporkan atas dugaan memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik PWI Pusat dan mengesahkan KLB yang dihelatnya pada 18 Agustus 2024 lalu.
Dari dua variabel yang memperkuat dan menegaskan bahwa Ketua Umum PWI Pusat adalah Hendry Ch Bangun tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Awal persoalan dari tatakelola penggunaan anggaran untuk uji kompetensi wartawan (UKW) dan pendidikan wartawan dari bantuan sponsorship FH BUMN. Pengelolaan dana sponsor ini diberikan ke PWI melalui penandatangann MoU antara FH BUMN dan Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun. Dana yang sifatnya sponsor ini, melalui PWI Pusat dialokasikan untuk fee marketing dan rencana dana cash back. Berkaitan dengan pengelolaan dana inilah awal persoalan, dan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat mempersoalkan kebijakan PWI ini. Akhirnya, DK mengambil keputusan melalui surat keputusan DK dengan rekomendasi sebagai berikut, agar PWI Pusat mengembalikan keseluruhan dana ke kas PWI Pusat, meminta agar PWI Pusat memberhentikan nama-nama yang terlibat berkaitan dengan pengelolaan dana tersebut, memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua Umum Hendry Ch Bangun. Apa yang menjadi keputusan DK, oleh pengurus PWI Pusat dilaksanakan dan diterima. Bahkan untuk menjamin bahwa dana tersebut digunakan sesuai dengan MoU antara FH BUMN serta PWI Pusat dilakukanlah audit independen oleh lembaga audit eksternal. Menyusul kemudian hasil audit independent pun sudah diumumkan secara resmi, bahwa tidak ada penyimpangan dana oleh PWI Pusat.

BACA JUGA INI:   Pers dan Refleksi Kemerdekaan

Untuk melaksanakan keputusan DK tersebut, PWI Pusat menggelar rapat pleno diperluas pada tanggal 27 Juni 2024, yang juga dihadiri Ketua DK Sasongko Tedjo. Pun Ketua DK menyatakan sudah tidak ada persolan lagi, termasuk dana UKW. Rapat pleno diperluas pun menyetujui untuk dilakukan reshuffle personalia pengurus PWI termasuk DK.
Memegang amanat rapat pleno PWI diperluas, Ketua Umum PWI Pusat sebagai pemegang amanah kongres PWI di Bandung 2023, melakukan pergantian pengurus secara keseluruhan dan di SK kan bahkan sudah dikeluarkan oleh pemerintah SK AHU Menkumham.

Atas keputusan Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun, pihak DK PWI Pusat tidak setuju karena ada pergantian personalia DK. DK pun membuat keputusan sanksi lagi, yang di dalam konsiderannya juga lagi-lagi mempersoalkan penggunaan dana FH BUMN. Anehnya keputusan kedua DK ini, memberhentikan Hendry Ch Bangun dari keanggotaan PWI yang secara otomatis tidak lagi sebagai ketua umum PWI Pusat.

Pertanyaan apakah bisa seorang yang telah diberi sanksi atas perbuatannya, diberi sanksi sampai dua kali. Melalui pendekatan hukum acara pidana, seseorang dengan obyek yang sama tidak boleh diberi hukaman sampai dua kali. Apa yang disebut dengan Ne Bis In Idem diatur dalam KUHPidana dalam ketentuan Pasal 76 ayat (1) KUHP yang menyebutkan orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.

Surat keputusan DK yang memberi sanksi untuk kedua kalinya, tidak berlaku lagi. Karena posisi sekretaris DK, Nurcholis sudah diberhentikan sebagai Sekretaris Dewan Kehormatan (DK) sejak 27 Juni 2024, sehingga surat yang dikeluarkan setelah 27 Juni 2024 oleh itu tidak sah dan tidak berlaku.

Surat keputusan DK yang kedua ini juga meminta ketua bidang organisasi untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Soal KLB inilah yang menjadi variabel kedua. KLB yang dihelat 18 Agustus tidak sah sebagai bentuk KLB, karena tidak ada dasar hukum. KLB yang mensyaratkan didukung pengurus PWI Provinsi tidak memenuhi syarat, karena pengurus PWI Provinsi tidak bersedia mengikuti KLB yang tidak sah itu. Kedua Ketua Umum Hendry Ch Bangun tetap sebagai ketua Umum, karena artinya tidak berhalangan tetap. Apalagi keputusan pemberhentian Hendry Ch Bangun tidak sah dan tidak berlaku. Jadi wajar saja, jika hasil KLB yang sudah di akte notariskan itu tidak dikeluarkan oleh pemerintah SK AHU Menkumham. Sejak saat itu hingga kini, tidak pernah ada permintaan dari minimal 2/3 Pengurus Provinsi PWI (dari total 39 kepengurusan PWI di Indonesia) untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Dengan demikian, secara hukum organisasi, KLB tidak pernah terjadi dan batal demi hukum. Jika pun ada pihak yang mengklaim telah melaksanakan KLB, maka KLB tersebut ilegal karena melanggar Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI. Akta notaris KLB ilegal yang beredar menunjukkan bahwa hanya sekitar 1/3 dari total PWI Provinsi yang mendukungnya, bahkan itu pun melibatkan oknum beberapa pengurus provinsi tanpa mandat resmi dari Ketua PWI Provinsi.

BACA JUGA INI:   Pondok Pesantren dalam Ekosistem Industri Halal Menuju Pencapaian SDGs, Dr. H. Mohammad Syawaludin. MA Dosen pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang Indonesia

 

Klaim bahwa Dewan Kehormatan (DK) telah mencabut keanggotaan Hendry Ch Bangun adalah informasi tidak benar alias hoax. Dalam PD/PRT PWI, DK hanya memiliki kewenangan merekomendasikan suatu keputusan kepada Ketua Umum atau Pleno Diperluas. @

lion parcel