Setelah berbagai pihak semua sepakat akhirnya eksekusi terhadap rumah milikm Darmiyu tersebut ditunda,tim juru sita dari PN Muara enim,pasukan pengamannan dari kepolisian, Pol PP pemkab Muara Enim langsung ,meninggalkan lokasi tanah sengketa yang akan dieksekusi termasuk satu unit alat berat yang akan dipakai untuk eksekusi juga langsung di pulangkan.
Sementara itu dalam keterangan penasehat Hukum Darmiyu Winardi SH Mh dan patners yang diterima media menyebutkan sejumlah fakta persidangan bahwa pada saat acara pemeriksaa alat bukti dan saksi terdapat akta hukum sebagai berikut, fakta hukum pertama bahwa terlawan (Cik Ali) tidak dapat menujukkan alat bukti kepemilikan Baik asli maupun Fotocopy dengan luas tanah 720 M2 dengan panjang 52 M dan lebar 14 M didalam persidangan perkara perdata Nomor : 16/pdt.Bth/2022/PN Mre dan ini diperkuat berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh terlawan didalam agenda sidang pembuktian dengan kode bukti T.1 S/d T.5 tanggal 8 Agustus 2022 dan T.6 pada tanggal 26 Juli 2022.
Kemudian Fakta hukum kedua bahwa terlawan tidak menghadirkan saksi dari pihak terlawan (Cik Ali bin Arahman) didalam agenda sidang saksi pada tanggal 5 september 2022.fakta hukum ketiga bahwa perkara Nomor : 16/pdt.Bth/2022/PN Mre belum berkekuatan hukum tetap(belum inkracht).
Bhawa surat Nomor :W6-U6/1509/HK Pdt.02/VII/2023 tentng pelaksanaan eksekusi Nomoe 4/pdt.Eks/2019/PN Mre perkara No17/pdt.G/2017/PN.Mre berdasarkan penetapan ketua pengadilan Negeri Muara Enim tanggal 11 Juli 2023 Nomor : 4/Pdt.Eks/2019.PN.Mre Jo No. 17/PdtG/2017/PN.Mre jo 20/PDT/2018/PT/PLG.jo 3079 K/Pdt 2018 .jo 270 PK/pdt/2020 jo 16/pdt .Bth/2022/PN Mre (Belum berkekuatan hukum tetap/belum inkracht) yang ditanda tangani oleh panitera Harmen.SH atas nama ketua pengadilan negeri kelas I Muara Enim.
Bahwa eksekusi putusan yang dpaat dijalankan lebih dahulu berdasarkan pedoman eksekusi pada oengandilan negeri yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2019, Dasar hukum pelaksanaan eksekusi putusan yang dialankan lebih dahulu adalah SEMA Nomor 3 tahun 2000 dan SEMA nomor tahun 2001, setiap putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu yang sifatnya eksepsional baru dapat di eksekusi oleh pengadilan melalui mekanisme. Aapabila perkaranya masih ditingkat pengadilan Negeri atau pada tingkat banding,Ketua pengadilan harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada ketua pengadilan Tinggi apabila putusan itu hendak di eksekusi.
Dan perkara Nomor : 16/Pdt.Bth/2022/PN.Mre(Belum berkekuatan hukum tetap/Inkracht)seharusnya ada persetujuan dahulu dari ketua pengadilan Tinggi Palembang apabila putusan itu hendak di eksekusi, kata Winardi SH MH dalam surat resminya yang ditujukannya untuk ketua Pengadian Tinggi Palembang yang juga di tembuskannya kepada Media.
Kemudian ditanya soal ada lagi sidang 27 Juli mendatang,menurut Winardi hal tersebut merupakan perlawanan pihak ketiga atau upaya hukum dalam hal ini Darmiyu sebagai ahli waris dari Matsuari dan hal tersebut dibolehkan oleh undang-undang.
Di tambahkan Winardi bahwa pada tahun 2020 pernah dilakukan constatering,hasil dari sdiang lapangan tersebut bahwa objek sengketa A quo tidak sesuai dengan amar putusan Mahkamah Agung.bahwa kegiatan constatering tidak dapat dipisahkan dengan hukum pembuktian, dan dalam hukum acara perdata bahwa constatering secara tepat merupakan pintu pertama dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. (nur)