SMB IV Dorong Digitalisasi Naskah dan Manuskrip Bersejarah Palembang
Palembang, Extranews — Sultan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn mengakui banyak barang-barang milik Kesultanan Palembang Darussalam yang hilang dan dijarah di zaman dulu terutama di zaman kolonial Belanda saat menguasai Kesultanan Palembang Darussalam tetapi dirinya tidak tahu barang apa saja yang hilang saat itu.

Sultan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn dalam acara Pekan Pustaka Palembang III menggelar webinar dengan topik Peluang Pulang Pustaka-Pusaka Palembang, Sabtu (21/8).
“ Kami juga ada manuskrip , lebih dari 50 manuskrip kuno ada dikami dan barang-barang peninggalan dari zaman Sultan SMB II , bajunya juga ada , cap kesultanan ada itu kami rawat dan kami jaga kelembaban dan perawatan pada umumnya ,” katanya dalam acara Pekan Pustaka Palembang III menggelar webinar dengan topik Peluang Pulang Pustaka-Pusaka Palembang, Sabtu (21/8) malam.
Dalam webinar tersebut menghadirkan nara sumber , antropolog nasional asal Palembang yang bermukim di Belanda , alumnus antropolog Universitas Indonesia (UI) Frieda Amran dan pendiri dan Pemimpin Redaksi Majalah Historia dan Historia id sekaligus sekretaris tim repatriasi benda kolonial dari Belanda, Bonny Triyana dan webinar dipandu Roby Sunata yang merupakan pendiri dari Sahabat Cagar Budaya.
SMB IV sependapat kalau pemerintah daerah belum sanggup untuk merawat dan menjaga naskah-naskah dan peninggalan bersejarah terutama di Palembang dan Sumsel.
“ Kalau misalnya ada barang dikembalikan dari Belanda, sebaiknya dititipkan di monumen nasional (Monas) dulu, minimal kami orang Palembang tidak perlu jauh-jauh ke Belanda cukup ke monumen nasional saja , cukup ke museum nasional , saya yakin kita bisa menikmatinya, kalau Belanda berbesar hati silahkan dikembalikan ,” katanya.
Selain itu arsip-arsip dan manuskrip yang ada, dia mendukung dan mendorong agar naskah dan manuskrip bersejarah Palembang dan Sumsel digitalisasikan .
“ Penjarahan itu terjadi juga zaman SMB II mau di asingkan ke Ternate ketika berada di Batavia barang-barangnya du lucuti tapi saya tidak tahu barang apa yang diambil oleh Belanda cuma saya membaca dari beberapa literatur saja,” katanya,
Sedangkan Frieda Amran melihat program repatriasi atau pemulangan kembali benda-benda bersejarah Indonesia di Belanda termasuk dari Palembang akan membutuhkan waktu yang lama walaupun sejumlah benda bersejarah Indonesia termasuk keris milik Pangeran Dipenegoro sudah dikembalikan ke Indonesia.
“ Tapi kita jangan melihat ke Belanda , jangan melihat barang-barang kita yang ada di sana dan ada beberapa teman lainnya di Palembang itu menyimpan naskah Palembang bukan main bagusnya , tapi sekarang ini sedikit sekali orang yang bisa membaca , ahli filologi itu untuk diseluruh daerah ahli filologi untuk bahasa apapun sedikit sekali,” katanya.
Sedangkan dia melihat naskah begitu banyak disimpan oleh perorangan ditumpuk-tumpuk ditaruh diatas lemari , dibalik baju atau lalu rumahnya bocor , lemarinya basah akibatnya tintanya luntur lama-lama lapuk.
“ Menurut saya yang harus dipikirkan dengan serius oleh rekan-rekan di Sumsel , oleh pejabat-pejabat di Palembang upaya mendigitalisasi naskah-naskah Palembang, naskah Sumatera yang ada di negeri kita sendiri , saya pikir agak omong kosong kalau di katakan itu alat scannya mahal, itu bohong karena alat scan itu murah sekali , tapi tidak usah di scan tapi pakai HP itu sudah masuk didalam komputer , sudah digital dan terekam,” katanya.
Dia menghimbau dari pada menunggu naskah Palembang di Belanda untuk di kembalikan dan itu masih jauh, dia mengajak mendigitalisasi naskah-naskah keluarga kita masing-masing dan membentuk konsorsium untuk menyimpan digitalisasi naskah-naskah ini.
“ Ayo kita mulai dan ambil poto,” katanya.
Sedangkan Bonny Triyana, menilai inisiatip masyarakat dalam menyelamatkan naskah-naskah bersejarah dan jangan menunggu yang dilakukan pemerintah.
“ Saya dalam tim ini yang dibentuk Mendikbud berkerja , teman teman dari Civil Society juga berkerja mestinya dalam mendigitalisasi , artinya semua bergerak bersama , karena saya pikir , kita berkerjaran dengan waktu kita punya masalah di museum, kita punya masalah di perpustakaan di lembaga kearsipan kalau dari sekarang kita hanya menunggu dan membiarkan lapuk semua itu barang, jadi saya pikir lakukan sekarang dan manfaatkan semua kecanggihan tehnologi semua yang kita punyai sekarang untuk mendigitalisasi dan menyimpan itu secara elektronik ,” katanya.
Dan terpenting menggalang kepedulian dan solidaritas kita semua juga menggunakan tehnologi internet ini .
“ Kita khan punya group what apps sekarang bisa dilakukan secara online, jadi inisiatif dari masyarakat itu sama pentingnya dari pada menunggu orang diatas sana bergerak mengurusi satu hal ini,” katanya.Dudi