Palembang,Extranews-Kesultanan Palembang Darussalam (KPD) dan bersama sejumlah lembaga menelusuri kembali jejak-jejak Kerajaan Sriwijaya yang ada di Provinsi Sumsel. Itu guna membantu pemerintah dan masyarakat, untuk lebih mengenal tentang Kerajaan Sriwijaya yang ada di Palembang.Kali ini kunjungan dilakukan di bekas lokasi prasasti Talang Tuo di dulu bekas dusun Talang Tuo, Kecamatan Sukarami, Palembang, Minggu (19/7).
Dalam kunjungan tersebut hadir, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Djayo Wikramo R.M. Fauwaz Diradja S.H. M.Kn, Ketua AGSI Provinsi Sumsel, Merry Hamraeny, S.Pd, M.M, Jhonson Susanto, perwakilan Sekolah Maitreyawira Palembang, Ersan Benyamin alias Ican selaku Ketua Komunitas Jeep Pariwisata Palembang (KJPP), Vebri Al Lintani selaku Direktur Kobar 9 dan Isnayanti, anggota Kobar 9, sejarawan Sumsel Kemas Ari Panji. Perjalanan di mulai di taman wisata Punti Kayu Palembang dengan menggunakan sejumlah mobil jeep menuju lokasi prasasti Talang Tuo di dulu bekas dusun Talang Tuo, Kecamatan Sukarami, Palembang dan kembali ke Punti Kayu.
Dalam kunjungan tersebut juga ditemani oleh Hamdan (50) anak almarhum Yahya Zakaria yang mengetahui keberadaan awal lokasi prasasti Talang Tuo.
Hamdan membenarkan kalau disini ditemukan batu bersurat yang belakangan di namakan Prasasti Talang Tuo. “ Itu cerito bapak aku, ditemukan disini, maka dibuat replika, aku tidak tahu tahun berapa ditemukan batu bersurat itu, aku tidak tahu tanah siapa ini, karena ini jadi perkebunan tidak tahu punya siapo,” katanya.
Dia mengaku bapaknya dulu adalah punggawo lalu menjadi kadus dan terakhir menjadi RW.
Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Djayo Wikramo R.M. Fauwaz Diradja S.H. M.Kn mengatakan, kunjungan ini tidak lain untuk melestarikan sejarah budaya yang sudah ada yaitu di lokasi penemuan prasasti Talang Tuo yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan dan perlu adanya perhatian pemerintah.
“Dan harus kita upayakan agar objek-objek seperti ini bisa dipertahankan dan diperbaiki lagi kondisinya untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat,”katanya. Vebri Al Lintani selaku Direktur Kobar 9 bersyukur bisa mengunjungi lokasi bekas diletakkan prasasti Talang Tuo yang merupakan prasasti dari Kerajaan Sriwijaya. Vebri sepakat kedepan perlu ada diskusi dan kajian mengenai kerajaan Sriwijaya. Jhonson Susanto, perwakilan Sekolah Maitreyawira Palembang sepakat kalau lokasi prasasti Talang Tuo ini perlu di sosialisasikan sehingga masyarakat bisa tahu baik dari dalam dan luar negeri.Dia berencana jika pandemi covid-19 usai berencana menggelar kegiatan Internasional Sriwijaya Lantern Festival guna mengangkat Kerajaan Sriwijaya.
“ Supaya orang tahu kalau sini dulu adalah pusatnya Kerajaan Sriwijaya Ersan Benyamin alias Ican selaku Ketua KJPP mengatakan, kunjungan ini untuk melakukan observasi terkait adanya bekas lokasi penemuan prasasti Talang Tuo.
“ Kebetulan kita berkerjasama dengan Kesultanan Palembang Darussalam , Agsi Sumsel dengan mengunjungi prasasti tersebut sayang replika prasasti itu sudah hilang,” katanya.
Sebelumnya, Prasasti Talang Tuo sendiri bicara tentang ekologi melalui pembangunan Taman Sriksetra oleh Raja Sriwijaya Baginda Śrī Jayanāśa di Palembang barat di atas lahan berbukit-bukit dan dikelilingi anak sungai yang mengalir ke Sungai Musi, kini sebagian besar menjadi perkebunan sawit dan perumahan, serta sebagian besar anak sungai itu hilang.
Dari stuktur tanah di kawasan di bekas Dusun Talangkelapa, Kecamatan Sukarami, Palembang agak berbeda dengan kawasan lain di kota Palembang karena daerahnya agak tinggi dan diselingi dengan dataran rendah dan terlihat sejumlah kanal-kanal mengalir di sekitar kawasan tersebut, persis sama dengan gambaran dalam prasasti Talang Tuwo.
” Bahkan situs ini pun berada di area perkebunan sawit tua milik masyarakat. Lokasi situs yang ditutupi atap seng dan terdapat dua makam tua ini, dikurung pagar kawat yang sebagian besar sudah rusak dengan luas 20 x 20 meter.
“Lahan ini wakaf dari keluarga kami,” kata Yahya Zakaria (76), cucu H. Dungtjik, Kriyo Talangkelapa di masa pemerintahan Belanda yang turut berperan menyelamatkan Prasasti Talang Tuwo ketika ditemui di kediamannya beberapa tahun silam sebelum meninggal dunia.
Dijelaskan Yahya, prasasti tersebut ditemukan Alwi Lihan, seorang petani asal Dusun Meranjat, dusun yang kini masuk Kabupaten Ogan Ilir, pada 17 November 1920. Menurut cerita orangtuanya, Alwi menemukan “batu bertulis” tersebut saat dia tengah menggarap kebun di Hutan Adat Talang Tuo, hutan adat milik marga Talangkelapa.
Penemuan ini kemudian dilaporkan ke penguasa Palembang saat itu Louis Constant. “Batu bertulis tersebut beberapa tahun kemudian dibawa dengan perahu melalui Sungai Talang Tuo oleh Alwi Lihan didampingi kriyo H. Dungtjik serta punggawa Rozak. Batu bertulis itu dibawa ke Bukit Siguntang,” kata Zakaria.
Sungai Talang Tuo yang berada sekitar tiga kilometer dari lokasi situs saat ini tidak lagi mengalir ke kaki Bukit Siguntang. Sebab sebagian badan sungainya sudah ditimbun untuk perumahan dan Jalan Soekarno-Hatta. Menurutnya Talang Tuo merupakan hutan adat milik Marga Talangkelapa. Selain dijadikan perkebunan pangan, di bawah tahun 1970-an, sebagian besar masih hutan rimba. Hutan adat Talang Tuo mulai dibuka oleh masyarakat menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1974. “Saat itu orangtua saya mengingatkan masyarakat tidak merusak tempat ini. Pemerintah kemudian membuat replika batu bertulus ini, tapi tahun 1980 replikanya hilang,” kata Yahya.
Tanaman yang paling banyak tumbuh di hutan adat Talang Tuo antara lain beragam jenis bambu, kelapa, aren, manggis, simpur, petai, kemang, sepang, dan lainnya.
“Harimau sumatera juga banyak di Talang Tuo. Tahun 1980-an akhir masih sering warga bertemu atau menemukan jejak harimau sumatera di sini,” katanya.
Sedangkan Dr. Yenrizal dari UIN Raden Fatah Palembang, mengatakan lokasi situs Talang Tuo yang saat terakhir berada di hutan adat, itu membuktikan jika amanat Raja Sriwijaya Baginda Śrī Jayanāśa tetap dijaga masyarakat Palembang hingga masa pemerintah Kolonial Belanda.
“Artinya baru di masa pemerintahan Indonesia amanat tersebut dilecehkan. Bahkan lokasi tempat raja Sriwijaya menyatakan amanat tersebut turut dirusak. Ini benar-benar memalukan bagi kita,” kata Yenrizal.
“Saya berharap pemerintah pusat maupun pemerintah Sumsel harus menyelamatkan situs ini. Sehingga di masa mendatang, anak dan cucu kita terus menjaga kelestarian lingkungan hidup berdasarkan amanat raja Sriwijaya tersebut,” katanya.
Sekedar mengingatkan, Prasasti Talang Tuo ditemukan Residen Palembang Louis Constant Westenenk pada 17 November 1920 di Talang Tuo, yang kini disebut Talang Kelapa. Saat ini lokasinya berada di tengah perkebunan sawit. Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Keadaan fisiknya cukup baik, berukuran 50 x 80 centimeter. Prasasti berangka 606 Saka (23 Maret 684 Masehi) ini menggunakan aksara Pallawa berbahasa Melayu yang terdiri 14 baris. Prasasti yang kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.145.p, kali pertama mampu dibaca dan dialihaksarakan oleh Van Ronkel dan Bosch yang dimuat di Acta Orientalia. mdo