Pasca putusan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang dibacakan Mahkamah Konstitusi tanggal 22 April kemarin, yang bertepatan pada momentum peringatan hari kartini. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwasannya setiap tanggal 21 April merupakan hari peringatan Kartini, sosok pahlawan wanita yang mampu memiliki sikap berani dalam melawan ketidak adilan dan diskriminasi hak terhadap kaum perempuan, dengan kata lain Kartini adalah perwujudan cita-cita semua wanita yang kala itu terjebak pada penjara tradisi yang ketat beberapa diantaranya budaya perjodohan dan pingitan. Keberanian kartini dalam menerbitkan buku habislah gelap terbitlah terang seakan membawa obor penyemangat bagi kaum wanita untuk mampu menentukan sikap dan nasibnya sendiri. Terutama di Era kemajuan teknologi saat ini perananan seorang warga negara tidak hanya berpusat pada laki-laki saja. Banyak profesi dan bidang keahlian yang bisa diisi oleh kaum wanita, tak terkecuali di ranah hukum.
Keputusan yang disetuji oleh lima hakim MK ini jelas menjadi keputusan mayoritas . Dimana dalam keputusannya MK melakukan penolakan terhadap gugatan sengketa pilpres oleh pasangan Anies Rasyid Badwedan – Muhimin Iskandar, dan Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Terhadap pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabumi sebagai pemenang yang ditenggarai melakukan kecurangan pada proses pemilu dan penghitungan suara melalui aplikasi Sirekap dan pelanggaran UU Pemilu No.. Tahun…. Pada pernyataan sikapnya Enny Nurbaningsih salah satu dari 3 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang memilih dissenting option (pernyataan sikap yang berbeda) seolah memberikan pelajaran bahwa sebagai seorang wanita kita harus bisa menunjukan keberanian baik melalui pertimbangan logis berdasarkan pengalamannya dan perjalanan karinya sebagai seorang guru besar ilmu hukum, maupun intuisi seorang wanita yang tidak hanya mengedepankan naluri dan emosi perasaan yang dijadikan acuan, sebagaimana banyak pemberitaan wanita yang terjebak oleh perasaan membuat mereka kerap bertindak tidak logis seperti berbagai kejadian viral yang belakangan menggemparkan publik baik bunuh diri, menjadi otak pembunuhan mertua,bahkan seringkli ketidak mampuan kita melakukan pengendalian diri dan terbawa perasaan membuat kita menjadi korban pembunuhan.
Keberaniannya sebagai satu-satunya hakim wanita dari 8 hakim yang ada patut untuk mendapat apresiasi. Mengingat fakta konkret yang tak terbantahkan bahwa pasangan calon yang digugat pada sengketa pilpres 2024 adalah calon presiden yang dekat dengan kekuasaan dan memiliki poros politik yang kuat. Dimana Pasangan Prabowo Subianto- Gibran Rakabumi mewakili representasi kekuatan politik yang didukung oleh Jokowidodo sebagai presiden yang telah memimpin Republik Indonesia selama dua periode yaitu periode pertama dimulai tahun 2014-2019 , dan periode kedua pada tahun 2019-2024. Selain mantan presiden RI Jokowidodo, pasangan ini turut didukung oleh kekuatan politik mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) yang sama-sama telah menjadi presiden RI selama dua periode yaitu periode pertama dimulai tahun 2004- 2009, dan periode kedua dimulai tahun 2009 hingga 2014. Prestisius politik yang tidak dimiliki dua pasangan yang menggugat.
Kekuatan politik yang terhimpun selama 4 periode kepemimpinan itu tentu saja tidak bisa diremehkan. Ia merupakan modal besar yang layak menjadi alasan kemenangan, meski dengan cara apapun kemengan itu diperoleh. Adapun 2 pasangan penggugat didukung 2 partai politik yang berbasis pengkaderan seperti Parti Keadilan Sejahtera (PKS) dan PDI Perjuangan (PDI-P) memiliki akar rumput yang solid serta semangat perubahan melalui upaya people power yang diusung pasangan penggugat terutama sosok Mahfud MD sebagai seorang calon independen yang tidak mewakili partai politik bukanlah hal yang bisa dipandang sebelah mata. Melihat kekuatan poros politik yang dimiliki pasangan tergugat sebagai pemegang mayoritas partai besar seperti Golkar, Demokrat, Gerindra serta PSI yang diakuisisi oleh putra Jokowidodo sebagai Presiden RI yang juga adik kandung pasangan tergugat bukanlah hal yang mudah diputuskan sebagai pertimbangan psikologis, terlebih tim hukum yang dipakai pasangan tergugat adalah deretan pengacara yang miliki jam terbang tinggi dibanyak kasus. Termasuk diantaranya keberadaan Yusril Ihza Mahendra sebagai salah satu mantan hakim ketua Mahkamah konstitusi.
Tekanan kekuasaan maupun tekanan psikologis dari pendukung yang dikenal memiliki tim relawan media sosial (buzzer) pastinya akan menjadi pertimbangan masing-masing anggota PHPU MK pada perkara ini. Terlebih keberadaan Anwar Usman yang juga keluarga dekat pasangan tergugat membuat kondisi tidak nyaman dalam memberikan keputusan, belum lagi budaya ketimuran dan rasa tidak enakan sebagai teman sejawat yang sama-sama bekerja di lokasi kantor yang sama tentu saja akan membuat tidak nyaman, apalagi umumnya bagi seorang wanita yang didominasi oleh perasaan. Namun, pernyataan sikap melalui disenting option satu-satunya hakim MK yang bergender perempuan ini memberikan angin segar bagi semangat perubahan dan keberanian kaum hawa. Ia memberikan pesan moral untuk kita kaum wanita untuk berani berbeda pendapat. Berani mengemukakan pendapat, dan membela hak-hak kita tanpa harus berharap banyak dan bergantung pada orang lain. Jika selama ini keberanian selalu menjadi tag–line dari kontestasi kecantikan. Maka sikap tegas yang ditujukan oleh sang hakim menjadi representasi positif yang harusnya dapat diikuti oleh kaum wanita, terlebih memotivasi diri untuk dapat berkarir diranah publik tanpa merasa imperior dan rendah diri. Perspektif lawas yang hanya memposisikan wanita berperan di sumur, kasur dan dapur sudah selayaknya mendapatkan koreksi.
Memilih tetap tegas pada pendirian diri sendiri meskipun tidak mewakili mayoritas tetap menjadi tolak ukur keberanian yang tidak mudah dilakukan. Maka dari itu beberapa hal yang perlu dilakukan seorang wanita untuk membangun keberanian bersikap sebagai representasi kartini moderen yaitu dimulai dengan beberapa hal:
Munculnya sikap berani bersikap selain diturunkan secara genetis dapat dihadirkan dengan mengasah diri, baik ia diperoleh dari circle pergaulan yang baik terutama lingkungan keluarga yang tidak mendiskriminasi dan mencontohkan pola didik yang baik. Ini berpengaruh pada pembentukan nilai diri kaum perempuan. Selain itu pendidikan menjadi salah satu faktor kunci dari mengasah keberanian dan mengarahkan seseorang berfikir positif. Anggapan umum yang menjadikan pendidikan sebagai persyaratan kerja sudah seharusnya dirubah dengan menyadari pendidikan formal disekolah dan perguruan tinggi berguna untuk mendidik pola fikir kita . Sehingga saat menghadapi suatu permasalahan seorang yang terdidik , terlebih kaum wanita dapat memutuskan suatu masalah dengan kepala dingin, baik-baik, jelas dan tuntas. (Lailah)