Benarkah tak ada perlindungan hukum untuk guru?
Tahun 2013, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan di tingkat kasasi yang membebaskan guru di Majalengka bernama Aop Saopudin.
Dalam Putusan bernomor 1554 K/PID/2013, Mahkamah Agung menyatakan guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap muridnya.
Mantan hakim Asep Iwan Iriawan menyebut putusan tersebut harus menjadi rujukan para penegak hukum saat menghadapi persoalan guru-murid.
“Walaupun negara kita tidak mengenal konsep yurisprudensi, putusan itu harus menjadi petunjuk,” kata Asep.
“Yurisprudensi itu termasuk sumber hukum, kalau hukum sudah jadi norma, asasnya presumptio iures de iure.
“Artinya, setelah berlaku, norma itu wajib diketahui oleh orang, apalagi penegak hukum. Masa seorang penegak hukum tidak tahu?” kata Asep.
Pada 2020, PGRI dan Polri juga membuat nota kesepahaman tentang perlindungan hukum profesi guru.
Di lingkup PGRI, nota kesepahaman itu bernomor 606/Um/PB/XXII/2022. Sementara di kepolisian, berkas itu dicatat dengan nomor NK/26/VIII/2022.
Merujuk nota kesepahaman tersebut, kepolisian akan berkoordinasi dengan PGRI terkait penyelidikan terhadap guru. Kepolisian juga berkomitmen memberikan bantuan kepada guru yang mendapatkan intimidasi.
Selain itu, ada pula Peraturan Pemerintah 74/2008 tentang guru.
Pasal 40 pada regulasi itu menyatakan, “guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas” dari pemerintah.
Perlindungan yang diberikan pemerintah, menurut pasal itu, berkaitan dengan profesi, urusan hukum, serta keselamatan dan kesehatan saat bekerja.