Pesantren memiliki peran strategis dalam pengembangan industri halal melalui praktik kewirausahaan santri (santripreneur), yang mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Artikel ini sekedar memotret inovasi santri dan pesantren dalam ekosistem industri halal dan peran strategisnya dalam mencapai SDGs. Potret yang didapat adalah potensi besar yang dimiliki santri dan pesantren berkontribusi signifikan dalam pemberdayaan ekonomi, pengembangan produk halal, pendidikan inklusif, dan pengelolaan rantai pasok halal. Sebab praktik santripreneur di pesantren tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi tetapi juga mendukung tujuan SDGs, seperti pengentasan kemiskinan, pendidikan berkualitas, dan pekerjaan layak. Karena itu, penguatan peran santri dan pesantren dalam ekosistem industri halal untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Lebih jauh memainkan peran penting dalam pengembangan industri halal dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui praktik santripreneur. Berdasarkan data tahun 2020 saja pondok pesantren dan keterlibat santri dalam rantai produk halal sebesar 44,2%
Tabel 1: Keterlibatan Pondok Pesantren dalam Ekonomi Halal (Data Tahun 2020)
Jenis Keterlibatan Jumlah Pesantren Persentase (%)
Memiliki potensi ekonomi (agribisnis, peternakan, perkebunan, dll.) 12.469 44,2
Tidak memiliki potensi ekonomi 15.725 55,8
Total 28.194 100
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, 2020
Data di atas menjelaskan bahwa pondok pesantren dan santri diantaranya memiliki potensi ekonomi di sektor agribisnis, peternakan, perkebunan, dan lainnya. Pondok pesantren juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Di tahun 2024 Untuk meningkatkan keterlibatan pondok pesantren dalam industri halal, pemerintah telah meluncurkan program Ekosistem Global Halal. Program ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia pada tahun 2024. Dalam program ini, pondok pesantren didorong untuk mengekspor produk makanan halal berkualitas, seperti mie, gudeg, bumbu, gado-gado, aneka kue, dan cocoa powder. Aksi nyata pemerintah di tahun yang sama adalah Kementerian Perindustrian melalui program Santripreneur sejak 2013 telah membina 88 pondok pesantren dengan melibatkan 12.000 santri. Program ini bertujuan menumbuhkan wirausaha industri halal di lingkungan pesantren, mendukung pengembangan produk halal yang kompetitif di pasar global.
Pendekatan Endogen dan Amartya Sen
Mengkaji pesoalan di atas, bisa meminjam pendekatan teori Pembangunan Ekonomi Endogen (Endogenous Growth Theory): Teori ini menekankan pentingnya investasi dalam sumber daya manusia dan inovasi sebagai faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Dalam konteks pondok pesantren, investasi dalam pendidikan yang berkualitas dan keterampilan wirausaha bagi santri akan menjadi pendorong utama dalam perkembangan industri halal. Ponpes yang mampu mengembangkan keterampilan kewirausahaan dan pengetahuan bisnis halal kepada santri dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, yang sejalan dengan SDGs. Kontribusi: Pondok pesantren dapat mengembangkan kapasitas kewirausahaan santri dalam industri halal, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang berkelanjutan
Pendekatan lainnya yang seirama denga napa yang sedang dihadapi ponpes Indoensia adalah Teori Kapabilitas (Capability Approach) – Amartya Sen: Teori ini, yang dikembangkan oleh Amartya Sen, menekankan bahwa pembangunan yang sejati tidak hanya diukur dengan pendapatan atau pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dengan kemampuan individu untuk mencapai tujuan hidup yang mereka dianggap penting. Dalam konteks pondok pesantren, teori ini relevan karena pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga mengembangkan kapabilitas santri untuk berwirausaha dalam industri halal, sehingga mereka memiliki pilihan hidup yang lebih banyak dan lebih baik. Hal ini mendukung SDGs. Kontribusi: Pondok pesantren memperluas kapabilitas santri untuk berwirausaha di industri halal, memberikan mereka pilihan hidup yang lebih baik Sebagaimana kita tahun bahwa ponpes sangat peduli dengan pelestarian lingkungan dan penjagaannya, kultur ini bisa kita gunakan pendekatan Teori Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship Theory): Kewirausahaan sosial mengarah pada usaha yang tidak hanya mencari keuntungan finansial tetapi juga menciptakan dampak sosial yang positif. Pondok pesantren yang mengajarkan kewirausahaan dengan orientasi pada produk halal dan keberlanjutan dapat membantu santri untuk tidak hanya berfokus pada keuntungan pribadi, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat sekitar dan pelestarian lingkungan. Kontribusi: Pesantren dapat melatih santri untuk menjadi wirausahawan sosial dalam industri halal, yang memberikan dampak sosial dan memberdayakan masyarakat
Tantangan Pondok Pesantren dalam Ekosistem Industri Halal
Potret yang paling sederhana tantang ponpes diantaranya ; Keterbatasan Akses Teknologi dan Digitalisasi: Banyak pondok pesantren, terutama yang terletak di daerah terpencil, masih memiliki keterbatasan dalam hal akses teknologi dan digitalisasi. Hal ini menghambat mereka untuk terlibat dalam pemasaran digital atau penjualan produk halal melalui platform e-commerce. Dalam perspektif Teori Pembangunan Ekonomi Endogen, akses yang terbatas pada teknologi akan menghambat potensi inovasi yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi pesantren melalui pengembangan industri halal. Hal lainnya adalah kurangnya Pengetahuan dan Keterampilan Bisnis: Meskipun pondok pesantren memiliki berbagai unit usaha, banyak pengelola pesantren yang belum memiliki keterampilan dalam mengelola bisnis modern atau memahami standar halal yang berlaku di pasar. Ditemukan juga
Birokrasi dan Regulasi yang Kompleks: Regulasi terkait dengan sertifikasi halal dan perizinan usaha bisa sangat kompleks dan memakan waktu. Tanpa adanya pemahaman yang jelas tentang prosedur ini, pondok pesantren mungkin kesulitan memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk memasuki pasar halal. Hambatan lain adalah kurangnya Kerjasama Antarlembaga: Kerjasama yang terbatas antara pondok pesantren, pemerintah, dan sektor swasta menghambat pertumbuhan industri halal berbasis pesantren.
Peluang Pondok Pesantren dalam Ekosistem Industri Halal
Melalui pendidikan kewirausahaan dan unit usaha berbasis produk halal, pesantren memiliki peluang untuk memberdayakan santri dalam menciptakan peluang kerja, yang sejalan dengan pencapaian SDGs. Ini membuka potensi besar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi lokal yang inklusif dan berkelanjutan. Pelembagaan Pondok pesantren dapat memperkuat peran mereka dalam menciptakan sumber daya manusia yang tidak hanya memiliki pemahaman agama yang mendalam, tetapi juga keterampilan teknis dalam industri halal. Pelembagaan pemberdayaan memberi santri kemampuan untuk mengejar tujuan hidup yang lebih baik melalui kewirausahaan halal. Dengan adanya tren gaya hidup halal yang semakin berkembang, pesantren memiliki peluang untuk menciptakan produk halal yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Ini sejalan dengan, yang mengedepankan prinsip produksi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan kewirausahaan sosial dalam Industri Halal sebab pesantren memiliki peluang besar untuk mengembangkan kewirausahaan sosial, di mana santri tidak hanya mencari keuntungan pribadi tetapi juga berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Pemanfaat platform e commerce tentunya menjadi peluang bagi santri dan ponpes mengembangkan produksi halal made in ponpes itu sendiri di pasar yang lebih luas.
Akhirnya kita dapat melihat bagaimana pesantren dapat berperan sebagai agen perubahan dalam ekonomi halal. Meskipun ada tantangan yang harus diatasi, seperti keterbatasan akses teknologi, pengetahuan bisnis, dan regulasi yang kompleks, pondok pesantren memiliki potensi untuk mengembangkan usaha halal yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga memberikan dampak sosial dan lingkungan yang positif.