Pemimpi Jadi Kepala Daerah
dan Beban Berat Rakyat Kita
Oleh Firdaus Komar, Wartawan
Habis dari satu kabupaten ke kabupaten lain dilakukan tes gelombang. Jika gelombang agak sepi di satu kabupaten, bulan bulan depan sudah pindah ke daerah lain. Inilah fenomena, jika sudah ada partainya tinggal nunggu SK.
Lain halnya jika belum ada partai, mungkin saja membeli perahu dengan sejumlah mahar atau menawarkan diri untuk jadi paket dalam Pilkada. Para pemimpi pemimpi menjadi bupati atau walikota ini selalu difasilitasi oleh pendukung pendukung politik yang mengatasnamakan tim. Tidak heran jika muncul kelompok relawan-relawan yang mengusung dan mendukung jadi Kepala daerah dan hingga jadi Capres.
Isu Pilkada dan pemilihan presiden jadi isu lebih seksi dan menarik ketimbang isu makin naiknya harga harga sembako, harga elpiji, harga bahan bakar minyak (BBM).
Di tengah ancaman pandemi Covid-19 yang selalu diingatkan ke masyarakat agar mewaspadainya, saat ini justru lebih membahayakan lagi ketika harga harga barang kebutuhan pokok makin melambung dan barangnya pun menghilang.
Program Ketahanan pangan pun makin tidak ada artinya, ketika sembako juga hilang dan bebarapa komoditi tidak ada lagi di pasaran.
Beberapa pekan lalu, Presiden Jokowi (Joko Widodo) mengingatkan adanya indikasi harga-harga barang akan naik di berbagai belahan dunia. Dia meminta masyarakat Indonesia berhati-hati atas kondisi itu.
Jokowi mengungkapkan secara runut penyebab bakal naiknya harga-harga barang. Pertama, dipicu semakin langkanya kontainer di seluruh dunia. Kelangkaan kontainer akan memicu ongkos angkut atau freight cost naik sehingga memicu kenaikan biaya logistik.
Kedua, terjadi kelangkaan pangan di berbagai belahan dunia sehingga menyebabkan harga-harga pangan juga ikut naik. Di beberapa negara sudah ada kenaikan harga pangan hingga 90 persen. Ketiga, inflasi sehingga harga-harga semua naik. Beban masyarakat semakin berat.
Lebih dari itu, saat ini sudah terjadi kelangkaan energi di dunia. Kondisi itu diperburuk dengan adanya perangterjadi antara Rusia dan Ukraina.
Akibatnya, harga BBM termasuk elpiji naik. Bayangkan elpiji 12 kg yang biasa Rp 145.000 kini menjadi Rp 175.000.
Namun demikian, sebelum Jokowi mengemukakan hal itu, sejatinya harga komoditas pokok sudah beranjak naik.
Misalnya saja minyak goreng yang harganya naik hampir dua kali lipat. Pemerintah menyatakan stok minyak goreng aman dengan harga eceran tertinggi Rp14.000 per liter. Namun, kenyataannya tidak seperti itu.
Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng sesuai harga pemerintah masih terjadi hingga hari ini. Bahkan, terjadi kericuhan di beberapa tempat akibat antusiasme warga yang begitu besar.
Oleh karena itu rakyat saat ini butuh solusi mengatasi persoalan beban hidup yang makin kompleksitas. Saat ini bagi rakyat tentu saja bukan hanya warning dari pemerintah, akan tetapi bagaimana solusi yang ditawarkan agar warga tetap dapat nyaman dengan harga yang mampu mereka dapatkan. Para petarung politik jangan sampai mengelabui rakyat, tapi dibutuhkan orang yang melakukan tes ombak yang sudah teruji bukan petugas politik apalagi jadi kacung politik. @