Pelajaran dari Kompetisi Ritel Selama Pandemi
Oleh : Yustinus Bayuntoro
Masih dalam bulan yang sama pertama kali ditemukannya penderita corona di Indonesia, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 pada tanggal 31 Maret 2020 dalam rangka percepatan penanganan coronavirus disease (Covid-19). Tiga hari kemudian, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 yang menjadi petunjuk teknis PP 21 tersebut dengan syarat pembatasan sosial bersekala besar (PSBB). PSBB tersebut mengatur aktivitas sekolah, perkuliahan, tempat kerja/kantor,kegiatan keagamaan, kegiatan di tempat / fasilitas umum maupun aturan yang diberlakukan di sarana transportasi umum.
Dampak Pembatasan Sosial
Supermarket, minimarket, pasar, hal berhubungan dengan obat, peralatan medis, barang kebutuhan pokok, BBM dan gas serta energi masih diperbolehkan beroperasi memenuhi kebutuhan masyarakat selama PSBB. Kendati demikian, dalam kondisi PSBB dengan work from home (WFH)-nya, keterbatasan mobilitas masyarakat berdampak pada omset kebanyakan usaha ritel.
Antonius Wicaksono, Associate Director di Nielsen, dalam acara Nielsen Retail Expo 2020, melalui media virtual pada tanggal 3 Desember 2020, menyampaikan bahwa total 68 fast moving consumer goods (FMCG), barang konsumsi yang paling cepat laku di ritel, mengalami pertumbuhan national (-6%) year to date Oktober 2019/2020. Untuk channel General Trade(GT) yang kita kenal sebagai saluran tradisional, mengalami pertumbuhan (-12.9%). Hanya pada Modern Trade saluran Minimarket saja, 68 FMCG itu pertumbuhannya positip, 5.3%. Sedang format besar yang biasanya berada di mall yakni Hypertmarket dan Supermarket mengalami pertumbuhan (-10.1). Tidak dilaporkan untuk kategori fashion and relatedyang mebuat beberapa Dept. Store menutup usahanya, selain tergerus oleh penjualan online di sebelum-sebelumnya, kini diperparah oleh dampak pandemi.
Sesungguhnya tidak semua ritel mengalami penurunan omset di pandemi ini. Terhadap peserta Nielsen ritel Expo 2020 dari berbagai kota besar se-Indonesia, Nielsen melakukan survey di mana dari 243 pemilik ritel yang membalas survey itu, 32% menyatakan tidak ada penurunan omset. Sepertiga darinya (10.1%) menyatakan dalam pandemi ini justru mengalami pertumbuhan, bahkan ada yang mencapai 200%. Sisa ritel lainnya (68% ), merasakan penurunan omset bisnis 20% sampai dengan 50%.
Umumnya minimarket, dikalsifikasikan atas tiga area surrounding. Pertama, settlement area (pemukiman), kedua, transit area (persinggahan) dan ketiga, traffic area (perlintasan). Dalam kondisi WFH, maka konsumen akan bekerja di rumah, sehingga ritel yang berada di sekitar pemukiman mengalami pertumbuhan omset. Pada area transit(persinggahan), yakni area di mana banyak orang datang dengan tujuan tertentu namun tidak tinggal di sana , misalnya stasiunkereta, terminal bus, bandara, pusat perkantoran, pergudangan, sekitar sekolah atau kampus , karena di area tersebut sedang dibatasi aktifitasnya oleh PSBB, maka diperkirakan outlet yang ada di sekitar area ini mengalami penurunan omset, bahkan terpaksa ada ritel yang harus tutup. Area traffic atau perlintasan juga sama, karena mobilitas orang dalam masa pandemi dibatasi maka pada kelompok ini juga mengalami penurunan omset. Beruntung bila outlet berada pada irisan antara perlintasan dengan pemukiman karena penurunan omset yang disebabkan turunnya mobilitas masyarakat di perlintasan dapat dikompensasi oleh lonjakan pembelian masyarakat yang sedang WFH dari pemukiman.
Pelajaran dari Peta Kompetisi Ritel
Karena mobilitas masyarakat berkurang maka kelompok air mineral mengalami penurunan. Sedang kelompok sembako di daerah pemukiman akan mengalami lonjakan, seiring banyak orang yang berdiam di rumah. Kebutuhan harian baru untuk support protokol kesehatan, sanitaire, hand sanitation, masker, antiseptic serta suplemen untuk menjaga imun tubuh adalah kebutuhan yang sedang melambung. Untuk mendongkrak omset long temporal ini, ritel perlu memastikan produk yang lagi dibutuhkan masyarakat saat pandemi itu tersedia (available).
Perubahan baru yang dipicu pandemi ini menghasilkan peta kompetisi baru yang didasari oleh empat karakteristik, yakni : hygiene (kebersihan), low touch (rendah persentuhan), less crowd (tidak banyak kerumunan), low mobility (rendah mobilitas). Perusahaan yang sukses dalam era pandemi adalah perusahaan yang dapat beradaptasi dengan empat karakteristik tersebut. Perusahahan dengan empat karakter ini akan suistanable karena bersifat low touch. Sedang perusahaan yang bersifat high touch dan high crowd , high mobility, seperti sektor pariwisata mengalami slighting down, terpelanting.
Apakah yang bisa dilakukan ritel? Dengan menyediakan tempat cuci tangan dan hand sanitizer, mewajibkan shopper memakai masker, menyediakan sarung tangan plastik gratis, penetapan jarak antar pengunjung, akan menjadikan outlet mendapatkan kepercayaan konsumen sebagai tempat belanja yang peduli, safety dan karenanya menjadi pilihan untuk belanja. Pembayaran caseless non kartu dengan scan QR-code menjadi sarana pembayaran paling aman karena less- touch. Pembayaran melalui kartu juga dikategorikan less-touch dengan tetapmenyediakan hand sanitizer dan atau tempat cuci tangan di outlet.
Dari peta kompetisi baru di masa pandemi ini yang paling memenuhi keempat-empatnya, hygiene, low touch, less crowd, low mobility adalah penjualan online. Menurut Heri Ardin, Founder Indonesia Digital Marketing Club Community, pemesanan makanan secara online naik lebih 14% dan pembelanjaan online secara umum mengalami kenaikan lebih 20% di masa pandemi. Sedang menurut data Google, jumlah penjualnya naik 37%.
Apa yang dapat dilakukan ritel agar bertahan eksis? Outlet besar seperti toko cabang (chain) maupun beberapa toko tunggal (independent outlet) yang maju, sudah banyak yang memiliki website untuk melakukan penjualan online-nya. Ada perkembangan yang menggembirakan adalah pelatihan ritel semi modern dan traditional yang disponsori company social responsibility (CSR) suatu perusahaan swasta, perbankan, disperindagkop, kominfo dan provider agar outlet bisa memanfaatkan perangkat aplikasi penjualan online gratis seperti melalui Google My Business, Whatsapp (WA) Business , Instagram, Facebook atau medsos dan aplikasi yang freelainnya, adalah sangat mencerahkan. Sebagaimana pemerintah juga sudah sering melakukan pembinaan UMKM untuk belajar memasarkan produknya melalui jejaring di saat pandemi ini. Pain-nya adalah bagaimana untuk mengawalinya, setelah berjalan akan didapat gain yang luar biasa. Bahkan penjualan online paling sederhana melalui pesan antar Whatsapp juga memenuhi syarat hygiene, low touch, less crowd, low mobilityyang bisa diterapkan oleh ritel kecil penyedia kebutuhan sehari-hari. Jual-antar itu, sekaligus dapat menambah konsumen dan melebarkan radius layanan hingga lebih 400 meter di area float market, sembari tetap mensupport protokol kesehatan untuk penjualan offline-nya.
Albert Einstein, pernah mengatakan: “Hanya orang pandir yang ingin lebih sukses namun masih enggan untuk berubah”. Bagi pebisnis sebenarnya bukan soal pandir, pandai atau bahkan genius untuk bisa lebih sukses, tetapi mereka yang memiliki agility, kecepatan lebih baik untuk berubah menyesuaikan dengan peta market akan memimpin kesuksesan. Dan pengalaman selama pandemi ini juga tetap dapat bermanfaat untuk dijalankan setelahnya.0