Minuman Alfaone
OPINI  

Mengapa Wartawan Dibunuh ?

6E2ABB6E B1FC 4496 8CFF CC1A375E83D3

Penulis Firdaus Komar


Semua Wartawan di Seantero Tanah Air kaget mendengar kabar tewasnya Wartawan karena dibunuh. Adalah Pemimpin Redaksi LasserNewsToday, Mara Salem Harahap, di Simalungun, Sumatera Utara meninggal diduga karena ditembak, Sabtu 19 Juni 2021.

 

 

Kabar duka yang menjadi kecaman dan kutukan dari berbagai organisasi profesi  di Tanah Air. Termasuk dari kepolisian dan pemerintah juga menyesalkan kejadian ini.

 

 

Bagi pers Indonesia ini adalah sebuah kabar duka kembali mewarnai kehidupan pers Indonesia.

Peristiwa kriminal berupa pembunuhan atau kekerasan dengan pemberatan bisa terjadi dengan siapa pun, termasuk wartawan.

 

Mengapa profesi Wartawan menjadi menarik.

Profesi Wartawan termasuk salah satu pekerjaan yang pada idealnya harus memiliki kemampuan dan standardisasi profesi.

 

Standardisasi ini berkaitan dengan karya jurnalistik yang dihasilkan, karena Wartawan adalah orang yang secara  berkala, melaksanakan tugas jurnalistik melakukan tahapan 6 m (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah dan mempublikasikan ) karya jurnalistik. Jika proses menghasilkan karya jurnalistik, tidak dilakukan demikian artinya bukan termasuk konsep Wartawan yang dikehendaki dari UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.

Sudah seharusnya Wartawanlah ujung tombak yang melaksanakan fungsi pers seperti yang tertera dalam UU No 40 tahun 1999 tentang pers, yaitu fungsi pendidikan, informasi, kontrol sosial, hiburan dan fungsi ekonomi.

Wartawan yang memiliki idealisme, dapat dilihat dari pendapat Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Sepuluh Elemen Jurnalisme disusun berdasarkan buku “9 Elemen Jurnalisme” dan “Blur” karya Bill Kovach & Tom Rosenstiel yang sangat dihormati di dunia jurnalisme,

Sepuluh Elemen Jurnalisme itu adalah:

1. Tugas utama praktisi jurnalisme adalah memberitakan kebenaran. Kebenaran yang dimaksud bukan perdebatan filsafat atau agama, tapi kebenaran fungsional yang sehari-hari diperlukan masyarakat

 

2. Loyalitas utama wartawan pada masyarakat, bukan pada perusahaan tempatnya bekerja, pembaca, atau pengiklan. Wartawan harus berpihak pada kepentingan umum.

BACA JUGA INI:   Matilah Kau UU Pers… Catatan Hendry Ch Bangun

 

3. Esensi jurnalisme adalah verifikasi, memastikan bahwa data dan fakta yang digunakan sebagai dasar penulisan bukan fiksi, bukan khayalan, tetapi berdasarkan fakta dan pernyataan narasumber di lapangan.

 

4. Wartawan harus independen, artinya tak masalah untuk menulis apapun (baik/buruk) tentang seseorang sepanjang sesuai dengan temuan/fakta yang dimilikinya. Independensi harus dijunjung tinggi di atas identitas lain seorang wartawan.

 

5. Jurnalisme harus memantau kekuasaan, menyambung lidah yang tertindas. Ada tiga macam liputan investigasi: investigasi orisinal, investigation on investigation, interpretative investigation.

 

6. Jurnalisme sebagai forum publik, bukan sebuah ruang privat bagi penulis. Penulis harus bertanggung jawab atas liputan yang dibuatnya. Partisipasi publik melalui komentar dan tanggapan merupakan bagian yang melekat dari proses jurnalisme.

 

7. Jurnalisme harus memikat dan relevan. Ada adalah keterampilan penting yang harus dimiliki oleh wartawan. Mereka tak hanya membuat artikel yang memikat pembaca karena sensasional, tetapi bisa menyajikan artikel penting dan relevan dengan cara yang menarik bagi pembaca.

 

8. Berita harus proporsional dan komprehensif. Pemilihan berita sangat subjektif. Justru karena subjektif wartawan harus ingat agar proporsional dalam menyajikan berita. Ibarat sebuah peta, ada detail suatu blok, tapi juga gambaran lengkap sebuah kota.

 

9. Mendengarkan hati nurani. Karena deadline, harus ada seseorang di puncak organisasi berita yang mengambil keputusan redaksional. Editor harus bertanggungjawab terhadap produk newsroom, tapi pintu diskusi harus senantiasa terbuka.

 

10. Hak dan Kewajiban terhadap Berita. Kita sedang berada dalam Revolusi Komunikasi. Jurnalisme bukan sekedar informasi. Demokrasi dan jurnalisme lahir bersama-sama dan mereka juga akan jatuh bersama-sama.

Persoalannya dalam profesi Wartawan yang ideal seperti ini, sangat banyak orang yang membonceng untuk berbagai kepentingan memasuki profesi Wartawan.

 

Membonceng dengan berbagai tujuan, dengan modus  mengkamuflase tugas dan fungsi melaksanakan tujuan pers, tapi kepentingan tujuan itu berbagai agenda setting entah itu ekonomi, politik, ataupun berkaitan dengan mafia praktik yang tentu saja bertentangan dengan nilai nilai yang ingin dicapai oleh Wartawan.

BACA JUGA INI:   Pro-Kontra IPL dan PSU oleh Pengembang Perumahan Citra Grand City, Jangan Merugikan Warga, Oleh dr M Zailani Sp.OG (K)

 

Di balik tujuan itu ada dan sangat memungkinan profesi ini jadi alat profesi yqng membackup praktik perjudian atau pun praktik narkoba mungkin juga berbagai bisnis gelap.

Mengapa terjadi pemboncengan ? Pertama profesi Wartawan tidak dibatasi dalam konteks secara spesifik misalnya harus memiliki pendidikan khusus, atau lulusan yang memiliki skill melalui suatu ujian tertentu. Kemudian dalam menjalankan profesi melalui perusahaan pers, tanpa harus mendaftar ke dewan pers pun sudah bisa bekerja menjadi Wartawan dengan modal kartu pers dari perusahaan pers.

 

Dalam kondisi ini sangat memungkinkan melahirkan wartawan yang tidak standar dan tidak profesional.

Karena siapa pun dia jika memiliki atau diakomodir untuk menjadi Wartawan maka jadilah dia menjalani profesi wartawan.

 

Kembali ke peristiwa pembunuhan wartawan, dalam melaksanakan tugas jurnalistik wartawan tetap memiliki dua  pilihan hati nurani yang telah memiliki kode etik jurnalistik. Pilihannya apakah mau menjadi wartawan yang benar atau sebaliknya hanya memanfaatkan atau mengkamuflasekan profesi Wartawan untuk tujuan lain. Pilihan ini semua memiliki risiko bahkan sampai dibunuh.

Publik saat ini belum tahu apakah motif pembunuhan terhadap Pemimpin Redaksi LasserNewsToday, Mara Salem Harahap, di Simalungun, Sumatera Utara, karena posisi sebagai Wartawan yang bertugas dalam pilihan yang mana. Semoga saja penyebabnya adalah karena menyampaikan kebenaran. Jika ini dilakukan maka profesi Wartawan akan berakhir menjadi mulia, karena dalam berjihad untuk mempublikasikan kebenaran kepada publik.

 

Kematian adalah keniscayaan, kematian dalam bertugas menyampaikan kebenaran adalah suatu takdir yang tidak akan sia-sia. Namun dalam bertugas faktor keselamatan sangat penting. Namun demikian proses hukum terhadap pembunuhan Wartawan tetap ditegakkan.

BACA JUGA INI:   Tim Jelajah Kebangsaan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (JKW-PWI) Dimulai Saat Sumpah Pemuda

Masih ingat Peristiwa wartawan terbunuh dalam menjalankan tugas. Di Yogyakarta, ada seorang wartawan bernama Fuad Muhammad Syarifuddin yang dibunuh pada 16 Agustus 1996. Hingga saat ini tidak terungkap pembunuh Udin. Semasa hidup menjalankan tugasnya, Udin memang dikenal kritis dalam setiap tulisannya terkait kekuasaan Orde Baru dan militer. Apakah ada kaitannya, hingga kini tidak terjawab. Kita bisa menganalisis Track Record selama Wartawan itu bekerja.

 

Kini Dewan Pers telah mengimbau kepada semua pihak yang merasa dirugikan pers untuk menempuh prosedur penyelesaian sengketa pers seperti telah diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan Peraturan Dewan Pers.

 

Hal yang tidak kalah penting, Dewan Pers juga mengimbau agar segenap unsur pers nasional untuk senantiasa mengedepankan keselamatan diri dan menaati Kode Etik Jurnalistik dalam menjalankan tugas profesional sebagai wartawan. O

lion parcel