JAKARTA, ExtraNews – Mimpi jumlah penduduk kelas menengah Indonesia bisa bertambah malah pupus. Bahkan kini turun kelas dan terancam menambah jumlah kemiskinan di Tanah Air.
Dulu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan, penduduk kelas menengah berperan penting untuk meningkatkan konsumsi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan membawa Indonesia menjadi negara maju berpendapatan tinggi pada 2045.
Untuk mewujudkan mimpi Indonesia menjadi negara maju, Bappenas saat itu menyusun dua skenario berbeda. Pada skenario dasar, ekonomi diharapkan terus tumbuh setidaknya 5,1% per tahun.
Dengan begitu, Indonesia dapat jadi negara berpendapatan tinggi pada 2038 dan memiliki ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada 2045.
Pada skenario yang lebih ambisius, Indonesia disebut bisa jadi negara berpendapatan tinggi pada 2036 dan memiliki ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045. Syaratnya, ekonomi mesti konsisten tumbuh 5,7% per tahun.
Dalam prosesnya, menurut perhitungan Bappenas, jumlah warga kelas menengah Indonesia bakal terus meningkat menjadi 85 juta pada 2020, 145 juta pada 2030, dan 223 juta pada 2045.
”Kontribusi konsumsi penduduk kelas menengah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang harus dijaga pemerintah,” kata Bambang, dikutip dari BBC Indonesia, Sabtu (14/9/2024).
Namun kini, kira-kira lima tahun setelah paparan Bambang tersebut, realitasnya tampak jauh dari harapan. Mimpi jumlah masyarakat kelas menengah bertambah justru pupus.
Penduduk kelas menengah Indonesia pada 2019 berjumlah 57,33 juta orang dengan kontribusi 43,3% terhadap total konsumsi rumah tangga. Angkanya terus menyusut hingga 48,27 juta orang pada 2023, dengan sumbangan hanya 36,8% ke konsumsi.
Tahun 2024 ini, jumlah warga kelas menengah pun turun lagi ke 47,85 juta orang, kira-kira setara 17,13% dari total populasi.
Padahal, proporsi kelas menengah diharapkan mencapai sekitar 70% dari total populasi pada 2045.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan penurunan jumlah kelas menengah adalah akibat pandemi Covid-19.
“Waktu di dalam pandemi itu kan kita sudah menduga kemungkinan akan ada scarring effect,” kata Amalia.
Senada, Presiden Joko Widodo juga menunjuk Covid-19 sebagai kambing hitam, sembari menegaskan bahwa tak hanya Indonesia yang mengalami masalah ini.
“Itu problem terjadi hampir di semua negara karena ekonomi global turun semuanya,” kata Jokowi tak lama setelah konferensi pers BPS.
“Ada Covid dua-tiga tahun lalu yang memengaruhi,” ujarnya. (*)