Langkah Jitu Presiden, Kunci Solusi Sengketa Ambalat,
Oleh: Fathur Pramudya Putra,
Peneliti International Politics Forum (IPF)
Pada 27 Juni 2025 Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim sepakat untuk menyelesaikan sengketa perbatasan dan secara bersama- sama mengelola Blok Ambalat dalam pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan, Jakarta. Dalam pertemuan bilateral tersebut Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Indonesia dan Malaysia telah mencapai konsensus untuk menyelesaikan isu tersebut dan menjalin kerjasama di wilayah Ambalat.
Kabar konflik sengketa blok Ambalat antara Indonesia-Malaysia mulai menemukan titik terangnya. Konflik sengketa yang berumur 56 Tahun ini diselesaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. Langkah jitu yang diinisiasikan oleh presiden terhadap konflik sengketa ini melalui “joint development”. Ungkapan tersebut merupakan kesepakatan secara bersama-sama dalam mengelola blok Ambalat yang dikenal akan kekayaan minyak dan gas nya.
Sebagai langkah nyata, Indonesia dan Malaysia akan membentuk otoritas bersama untuk mengelola kawasan perbatasan, khususnya di Ambalat. Lebih lanjut, usai bertemu Prabowo, Anwar Ibrahim menyatakan pengelolaan blok Ambalat harus segera dimulai meski persoalan maritim di kawasan itu belum sepenuhnya selesai.
Alotnya Sengketa Wilayah Blok Ambalat
Blok Ambalat menjadi salah satu konflik sengketa kepulauan antara Indonesia – Malaysia yang telah terjadi cukup lama. Blok ini merupakan wilayah kaya minyak dan gas yang terletak di Laut Sulawesi, tepatnya di wilayah perbatasan antara provinsi Kalimantan Utara dan negara bagian Sabah. Minyak dan gas yang terkandung dalam wilayah tersebut bisa menyuplai dengan jangka waktu sampai dengan 30 tahun lamanya. Maka dari itu, persengketaan menjadi konflik yang tak terhindarkan antara Indonesia dengan Malaysia.
Sengketa atas Ambalat ini dimulai dari tahun 1969, bermula ketika kedua negara masing-masing melakukan penelitian di dasar laut untuk mengetahui landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif. Pada 27 Oktober 1969, kedua negara tersebut menandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia-Malaysia. Kedua negara meratifikasi perjanjian tersebut. Namun, pada tahun 1979, Malaysia tidak
memenuhi perjanjian tersebut, alhasil blok maritim Ambalat dimasukan ke dalam peta wilayahnya.
Penolakan tak terhindarkan dari pihak Indonesia yang meyakini bahwa Malaysia telah mengingkari perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia – Malaysia. Aksi sepihak dari Malaysia juga diiringi dengan penangkapan nelayan Indonesia pada wilayah-wilayah yang diklaim tersebut. Klaim batas wilayah yang dicantumkan pada peta wilayah Malaysia yakni Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y (ND6) dan Blok Z (ND7). Adapun Blok Y merupakan blok yang tumpang tindih dengan wilayah konsesi minyak yang diklaim Indonesia.
Sementara Blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan wilayah yang diklaim Filipina. Maka dari itu, aksi penolakan tersebut juga diprotes oleh beberapa negara lainnya seperti, Filiphina, Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas perebutan wilayah negara lain. Eskalasi konflik sengketa blok Ambalat ini semakin memanas ketika tahun 2005 yang diyakini bahwa klaim sepihak dari Malaysia dilakukan.
Klaim tersebut ditandai dengan aksi Malaysia dalam memberikan konsesi minyak di kedua blok tersebut kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda, Shell. Kemudian, terdapat kapal-kapal patroli Malaysia diketahui berulang kali melintas batas wilayah Indonesia. Dengan berbagai kronologi yang telah diterangkan sebelumnya bisa kita nyatakan bahwa sengketa blok Ambalat berjalan sangat alot. Akan tetapi, konflik sengketa blok Ambalat disikapi sangat bijak oleh Presiden Prabowo Subianto.
Tepat pada hari Jumat, 27 Juni 2025 telah disepakatinya penyelesaian sengketa wilayah blok Ambalat melalui “Joint development” pada pertemuan bilateral Indonesia-Malaysia yang diwakili oleh Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Langkah Jitu Presiden Melalui “Joint development”
Akhir dari kealotan sengketa Ambalat antara Indonesia-Malaysia ditandai dengan kesepakatan dalam pengelolaan ekonomi bersama atau biasa disebut dengan joint development terhadap wilayah Ambalat tersebut. Langkah ini diinisiasikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam menanggapi konflik sengketa yang terjadi selama 56 tahun lamanya. Langkah jitu Presiden Prabowo dengan menerapkan joint development dapat mengubah potensi konflik kemaritiman menjadi suatu kerjasama yang produktif.
Kesepakatan ini harus ditindaklanjuti dengan membentuk joint authority yang terdiri dari kedua negara tersebut guna menghasilkan kerjasama yang produktif dalam memanfaatkan potensi kekayaan sumber daya alam yang berada di blok Ambalat. Jika kita merujuk pada teori diplomasi maka kesepakatan joint development ini dapat dikatakan sebagai manifestasi yang sempurna dari diplomasi preventif dan kooperatif yang mengedepankan prinsip mutual benefit diplomacy.
Selain itu, menurut Robert Keohane dan Joseph Nye (2012) dalam bukunya yang berjudul “Power and Interdependence: World Politics in Transition” bahwa terdapat situasi dimana masyarakat internasional baik aktor negara maupun non-negara saling ketergantungan dan saling membutuhkan sehingga terjalin kerjasama ekonomi yang didasari dengan berbagai kepentingan. Hal tersebut biasa dikenal dengan “Complex interdependence”.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa joint development disepakati karena mampu memberikan atau memenuhi kepentingan di masing-masing negara dalam hal ini adalah pemanfaatan sumber daya alam yang ada di blok Ambalat ini. Kesepakatan joint development ini juga selaras dengan konsep “Win-Win Solution” dalam Game Theory yang dikemukakan oleh John Nash, yaitu menunjukan bahwa kerjasama dapat menghasilkan outcome yang lebih baik dibandingkan dengan konflik zero-sum.
Dengan demikian, transformasi sengketa teritorial menjadi kerjasama ekonomi melalui joint development dapat menjadi solusi diplomatik yang menguntungkan semua pihak, sesuai dengan prinsip-prinsip diplomasi modern dan teori ekonomi internasional yang menekankan kerjasama mutual benefit. Maka dari itu, penindaklanjutan dari kesepakatan joint development ini harus segera dilakukan agar mampu memberikan kebermanfaatan yang maksimal dari wilayah Ambalat ini. O