Pangkalpinang, Extranews — Penyelesaian maraknya kasus Illegal Drilling mesti dilakukan menyeluruh, karena menyangkut aspek ekonomi, sosial, hukum, lingkungan, dan keamanan.
Oleh karena itu dalam merumuskan langkah penyelesaian kasus Illegal Drilling tidak bisa hanya semata-mata tindakan pidana atau persoalan pelanggaran hukum atau tindak pidana. Tidak bisa diselesaikan dari satu faktor atau salah sisi saja.
Selain persoalan kebijakan dan penerapan UU migas serta UU peraturan terkait Migas, maka perlu dilakukan penyesuaian sehingga praktik ilegal Drilling bisa diatasi.
Demikian benang merah diskusi dalam Acara Lokal Media Briefing SKK Migas bersama wartawan nasional, wartawan daerah, forum jurnalis migas Sumsel dan Jambi, di Hotel Novotel, Jumat (5/11).
Acara diawali Opening Speech, Anggono Mahendrawan, Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel, dengan narasumber Ngatijan, tenaga ahli SKK Migas dengan tema “kegiatan Illegal Drilling terhadap industri hulu dan peran SKK Migas terhadap penanganan Illegal Drilling”.
Selain itu menghadirkan Halilul Khairi, Dekan Fakultas Manajemen, dengan tema “Kewenangan pemerintah dalam penanganan ilegal Drilling”, dan satu narasumber lagi Beny Bastiawan Kepala Subdit Penanganan Pengaduan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan dengan topik “ilegal Drilling dan perannya terhadap kerusakan lingkungan”.
Acara dimoderatori Andi Arie Pangeran, Kepala Departemen Humas SKK Migas Sumbagsel dengan host Tania Dwi Ananda.
Anggono Mahendrawan, Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel, yang diawali dengan pertanyaan apakah praktik illlega Drilling bisa memberikan keuntungan rakyat ? Karena justru banyak sekali kerugian oleh negara dan pelaku illegal Drilling juga.
Namun batasan kewenangan SKK Migas melakukan pengawasan dan pengendalian. Memang sangat perlu kebijakan dari pemerintah pusat. Dengan demikian SKK Migas perlu bermitra dengan berbagai pihak.
Dampak Illegal Drilling, menurutHalilul Khairi, Dekan Fakultas Manajemen IPDN, berdampak terhadap hilangnya potensi pemasukan uang negara yang pada akhirnya juga ke APBN dan APBD bahkan aspek hukum sosial juga sangat potensi terjadi kerawanan sosial.
Halilul Khairi, Dekan Fakultas Manajemen IPDN, secara ekonomi menghitung kondisi keuangan negara. Bahwa tidak cukup besar kemampuan fiskalnya. 154,800 juta US APBN dengan jumlah penduduk 265,015,300 sangat jauh.
Halilul juga mengemukakan terdapat 23 kewenangan perizinan dalam UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke pemerintah pusat, termasuk pengawasan ekplorasi minyak dan gas bumi. Akibatnya pemerintah daerah tidak dapat dibebankan untuk melaksanakan suatu tindakan yang bukan kewenangannya.
Sebaliknya pemerintah pusat harus melakukan sendiri pengawasan dan penurunan terhadap ilegal Drilling minyak dan gas sebagai konsekuensi sentralisasi kewenangan.
Secara filosofi, ujar Halilul, seluruh kekayaan potensi Migas dioperasikan oleh pemerintah dan digunakan sebesarnya untuk negara. Diperlukan sumber1sumber pendanaan yang lebih banyak lagi. Oleh karena itu pendapatan nagara harus dimaksimalkan.
Dampak Illegal Drilling juga dikemukakan oleh Beny Bastiawan, Kepala Subdit Penanganan Pengaduan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan.
Selain kehilangan sumber pendapatan, ujar Beny, akan terjadi kerusakan lingkungan, karena dampak ini tidak ada mitigasi, berpotensi merusak lingkungan, kesehatan dan infrastruktur.
Dampak ilegal, terjadi pencemaran sumber air, merusak sistem alur sungai, kerusakan tanah akibat limbah minyak bumi, merusak ekosistem hutan , juga terjadi pencemaran udara.
Beny juga setuju untuk mengatasi ilegal Drilling dibutuhkan keterlibatan semua pihak terutama mencegah terjadinya praktik ilegal Drilling. Fk