Fuad Bawazier: Undang-Undang Perpajakan Terbaru Punya 5 Kelemahan

JAKARTA, ExtraNews – Keberadaan Undang-undang Perpajakan masih saja menulai polemik di masyarakat. Pasalnya, di dalam undang-undang tersebut banyak hal-hal kecil yang dipajaki oleh pemerintah. Salah satu yang memicu polemik adalah pajak laptop dan telepon seluler.

“Semakin kemari, dalam banyak hal, UU perpajakan semakin banyak memberikan kewenangannya kepada Pemerintah, sehingga mempunyai banyak kelemahan,” ucap mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/11/2021) kemarin.

Ekonom senior ini kemudian mengurai lima kelemahan dalam Undang-undang Perpajakan yang perlu dijadikan perhatian masyarakat dan jadi evaluasi pemerintah.

“Yang pertama itu, berpotensi untuk disalahgunakan, yakni bernegosiasi antara WP (wajib pajak) dan penguasa. Kemudian yang kedua tidak memberikan kepastian hukum yang meresahkan pebisnis, investor, dan WP pada umumnya,” jelasnya, mantan Ketua Umum Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI)  tersebut.

BACA JUGA INI:   PLN Kejar Target Dekarbonisasi 117 Juta Ton CO2 sampai dengan 2025

Ketiga, dengan munculnya UU Perpajakan yang baru tersebut tidak akan memberikan keadilan khususnya kepada WP yang lemah dan kecil. Keempat, Fuad merasa kebijakan tersebut sulit untuk bisa diharapkan menaikkan tax ration yang kini hanya sekitar 7-8 persen.

“Padahal semasa Orba sudah di atas 12 persen,” imbuhnya.

Terakhir, yang Kelima, lanjut Fuad, UU Perpajakan yang serba tergantung pada pemerintah itu tidak sesuai dengan konstitusi (UUD 1945).

“Dalam Konstitusi disebutkan bahwa pengenaan pajak harus dengan undang undang, agar ada kejelasan dan tidak ada kesewang-wenangan oleh pemerintah,” terangnya.

“Jadi jiwa dan semangat Konstitusi adalah pajak harus sudah jelas tercantum dalam undang undang. Tetapi yang terjadi sekarang adalah UU memberikan terlalu banyak kewenangan kepada Pemerintah alias cek kosong, sehingga dalam praktiknya pajak diatur atau dikenakan berdasarkan peraturan di bawah undang-undang misalnya Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Keuangan. Pada penafsiran saya, ini bertentangan dengan Konstitusi,” tegasnya menambahkan.

BACA JUGA INI:   Tolak Kenaikan Harga BBM, FPI, PA 212, dan GNPF-Ulama Kompak Tuntut Presiden Mundur

Dia juga mengingatkan pemerintah tentang kepemimpinan yang memiliki kekuatan absolut akan berujung pada tindak korupsi yang semakin tinggi di negara tersebut.

“Ingat bahwa absolute power tends to corrupt absolutely. Karena itu saya menduga akan banyak pihak yang menggugat UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) yang bulan Oktober lalu disahkan, ke Mahkamah Konstitusi. Wallahualam bisawab,” tandasnya Fuad yang merupakan alumni Himpunan Mahasiswa islam (HMI) ini. (*)

 

Komentar