Women’s Crisis Centre (WCC) Palembang, mencatat selama Pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi akses layanan bagiperempuan korban dan pendamping dalam menangani kasuskekerasan terhadap perempuan.
Palembang, Extranews — Pengaruh pandemi Covid-19, Women crisis Centre (WCC) Palembang melakukanperubahan waktu dan metode pelayanan dimasa pandemi, yaitudari layanan secara offline (tatap muka) menjadi lebih bertumpupada layanan online/daring. Hal itu dikemukakan oleh Direktur Eksekutif WCC Palembang Yeni Roslaini Izi, yang tentu saja hal ini berdampak padawaktu layanan menjadi lebih panjang dan terbatasnya mobilitaske lokasi jangkauan layanan. Selain itu, penanganan kasusmenjadi tidak maksimal, misalnya pendampingan psikososialkhususnya konseling secara daring (online) dirasakan kurangmaksimal karena tidak bisa melakukan pengamatan langsung pada berbagai aspek dari korban secara menyeluruh, sepertiperubahan wajah atau gesture. Menurut Yeni, kasus kekerasan berbasis gender selama masa pandemiCovid-19 cukup mengkhawatirkan karena di satu sisi korbanharus tetap mendapatkan bantuan, di pihak lain pendampingyang menangani mengalami dilema dan harus membuatantisipasi yang cermat agar tidak tertular atau menularkan virus. Pada masa pandemi ini, kebutuhan korban menjadi dilematiskarena pendamping harus mengantisipasi dengan cermat situasidan kondisi risiko penularan Covid-19 pada saat memberibantuan.
Oleh karenanya, dalam rangka memastikan ketersediaan layananperlindungan bagi korban kekerasan berbasis gender, maka sejakbulan Juli 2020, WCC Palembang menggunakan ProtokolPenanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak pada masa Pandemi Covid-19 yang kami adopsi dariKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anakyang tentunya kami sesuaikan dengan konteks wilayah di Propinsi Sumatera Selatan.
Sepanjang Tahun 2020, Divisi Pendampingan WCC Palembang telah melakukan pendampingan 113 kasus, yang terdiri dari: Kekerasan Seksual berupa perkosaan, pelecehan seksual dankekerasan seksual lainnya, Kekerasan Dalam Rumah Tangga(KDRT), Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) dan Beragam BentukKekerasan lainnya.
Pada tahun 2020 ini, kasus kekerasan seksual, diantaranya berupa perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual danintimidasi/serangan bernuansa seksual paling banyakdidampingi WCC Palembang (40.71%). Mereka yang mengalami kekerasan seksual, juga mengalami satu atau lebihkekerasan lainnya, terutama psikis, fisik, atau ekonomi. Kekerasan seksual yang bermuara dari adanya ketimpanganrelasi gender, terus bertahan kuat karena berlakunya penilaianmoralitas yang cenderung mempersalahkan dan menstigmakorban Oleh karena itulah, tahun 2020 ini, WCC Palembang masih terus melakukan advokasi atau kampanye untukmendesak disahkannya Undang Undanga PenghapusanKekerasan Seksual, demi keadilan, kebenaran, pemulihan danjaminan tak berulang.
Selanjutnya Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan bentuk kekerasan yang terbanyak kedua dialamiperempuan di Propinsi Sumatera Selatan. Perempuan terjebakdalam lingkaran kekerasan dalam rumah tanngga (KDRT), perempuan adalah korban KDRT yang beberapa diantaranyajuga menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendiri. Data WCC Palembang menunjukkan bahwa korban KDRT di MasaPandemi Covid-19 ini mengalami kekerasan fisik maupun psikisyang kelihatan lebih parah dibanding sebelumnya. Tekanan terjadi baik karena kondisi ekonomi keluarga yang secaradrastis mengalami penurunan, maupun karena adanya pembatasan ruang gerak maupun beban domestik yang bertambah sehingga meningkatkan stres dan memicukekerasan dalam rumah tangga yang lebih parah.
Selain itu, WCC Palembang menerima pengaduan yang cukuptinggi terkait kekerasan di dunia maya (kejahatan cyber/cyber crime) atau Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), terutama berupa eksploitasi seksual anak perempuan dan tubuhperempuan di dunia maya. (penyebaran foto/video pribadi di media sosial yang dilakukan oleh orang yang dekat dengankorban seperti pacar ataupun mantan pacar). KBGO yang didampingi WCC Palembang pada masa Pandemi (tahun 2020) yaitu 28 kasus, sementara tahun 2019, WCC Palembang menangani 8 kasus.
Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi pada semuaperempuan. Perempuan dari semua lapisan masyarakat, profesi, usia, status sosial, berpendidikan, semuanya dapat menjadikorban kekerasan. Demikian pula pelaku kekerasan, ia dapatberasal dari berbagai kedudukan, profesi, usia dan status dalammasyarakat.
Berikut Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan di PropinsiSumatera Selatan sepanjang tahun 2020:
Bentuk Kekerasan | Jumlah |
Kekerasan Seksual (Perkosaan, Pelecehan Seksual & Kekerasan Seksual lainnya) | 46 |
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) | 41 |
Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) | 15 |
Kekerasan Lainnya | 11 |
Total Kasus | 113 |
Jenis Kekerasan | WCC Palembang | Persentase |
Kekerasan Seksual (Perkosaan, Pelecehan Seksual & KS lainnya) | 46 | 40,71 |
KDRT | 41 | 36,28 |
KDP | 15 | 13,27 |
Kekerasan Lainnya | 11 | 9,74 |
Jumlah | 113 | 100% |
Profesi/Pekerjaan Korban | Jumlah |
Karyawan Swasta | 4 |
Petani/Nelayan | 5 |
Pelajar/Mahasiswa | 49 |
Buruh Pabrik | 3 |
PNS | 2 |
Dokter/Perawat/Bidan | 1 |
Ibu Rumah Tangga | 30 |
Guru/Dosen | 2 |
Pedagang | 7 |
Lainnya (belum bekerja, pengangguran, honorer, dll) | 10 |
T O T A L | 113 |
C.Karakteristik dilihat dari Usia
Usia | Jumlah |
<5 thn | 3 |
6 – 12 thn | 12 |
13 – 18 thn | 35 |
19 – 24 thn | 22 |
25 – 40 thn | 33 |
> 40 thn | 8 |
T O T A L | 113 |
Usia | Jumlah |
<5 thn | 0 |
6 – 12 thn | 0 |
13 – 18 thn | 6 |
19 – 24 thn | 12 |
25 – 40 thn | 57 |
> 40 thn | 21 |
Tidak diketahui | 18 |
T O T A L | 114 |
D.Karakteristik dilihat dari Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan | Jumlah |
< SD/TK/TPA | 3 |
SD | 10 |
SLTP | 31 |
SLTA | 48 |
Perguruan Tinggi | 16 |
Lainnya (S2/S3) | 4 |
SLB | 1 |
T O T A L | 113 |
Tingkat Pendidikan | Jumlah |
<SD | |
SD | 5 |
SLTP sederajat | 20 |
SLTA/SMK sederajat | 52 |
Perguruan Tinggi | 13 |
Lainnya (S2/S3) | 3 |
Tidak diketahui | 21 |
T O T A L | 114 |
E. Berdasarkan Wilayah/Kabupaten di Sumsel Tahun 2020
No | Kabupaten/Kota | Jumlah |
1. | Palembang | 59 |
2. | Banyuasin | 3 |
3. | Empat Lawang | 1 |
4. | OKUT | 3 |
5. | OKI | 6 |
6. | OKUS | 2 |
7. | Ogan Ilir | 5 |
8. | Muara Enim | 4 |
9. | Muba | 6 |
10. | Mura | 5 |
11. | OKU | 5 |
12. | Prabumulih | 4 |
13. | Pali | 3 |
14. | Muratara | 2 |
15 | Propinsi lainnya | 5 |
Total | 113 |
Menurut Yeni, dari pengalaman WCC Palembang mendampingiperempuan korban kekerasan di masa pandemi pada tahun 2020 ini, jelas menggambarkan bahwa kerentanan perempuan terhadap kekerasan seksual dan kekerasan di ranah privat baik dalam situasi sebelum pandemi maupun dalam masa pandemimasih cukup tinggi. Oleh karenanya, menurut kami penting bagi pemerintah di semua tingkatan (Propinsi maupunkabupaten kota se Sumatera Selatan) untuk memberikan perhatian khusus dan bersinergi pada lembaga pengada layanan termasuk layanan berbasis komunitas dan pendamping korban kekerasan terhadap perempuan di kelompok perempuanakar rumput untuk memastikan akses perempuan korbanterhadap layanan sehingga keadilan bagi mereka dapatterpenuhi. Rel/fk