Ada Apa PSBB di Sumsel ?
Oleh Firdaus Komar
Mahasiswa Program Doktor Administrasi Publik FISIP Universitas Sriwijaya, Ketua PWI Sumsel
Jangan menunggu waktu yang tepat, karena saya pastikan tidak ada. Lakukan sekarang, atau tidak sama sekali. Demikian salah satu metode untuk memastikan dalam mengeksekusi suatu keputusan, ketika dalam kondisi darurat. Eksekusi keputusan akan dipengaruhi indikator faktor pemimpin, Resources, dan partisipasi. Termasuk penanganan pencegahan covid 19, masalah besar yang dihadapi rakyat dan bangsa saat ini membutuhkan suatu kebijakan. Ketika SK PSBB untuk Kota Palembang dan Prabumulih di wilayah Sumsel telah keluar oleh Menkes, mungkin termasuk terlambat. Mungkin saja publik tidak memahami jika implementasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Sumsel khususnya di Kota Palembang dan Prabumulih yang telah disetujui oleh pemerintah pusat masih meninggalkan sebuah persoalan. Secara teoritis dalam proses sebuah kebijakan telah melalui kajian akademik, termasuk dalam kaitan PSBB melalui kajian endemik, geografis dan sebaran antar wilayah. Selain kajian secara substansi juga secara teknis mengukur kemampuan sumber resources, yang meliputi SDM dan anggaran. Kemudian proses sosialiasasi dan satu alat ukur lagi yaitu partisipasi. Ke semua hal ini tidak akan berjalan tanpa melalui proses komunikasi antara implementator dan publik. Oleh karena itu seorang pemimpin diuji kemampuan dan kecerdasannya saat proses mengambil keputusan strategis dan memperhitungkan mapping kekuatan serta mengindentifikasi problem yang dihadapi.
Karena akurasi dari identifikasi problem akan sangat menentukan tahapan perencanaan dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan. Menurut Thomas R Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai sesuatu atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk di lakukan atau tidak dilakukan. Sedangkan Anderson mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Pada dasarnya kebijakan itu diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah yang dihadapi publik. Ketika Gubernur memutuskan akan melaksanakan PSBB yang telah diputuskan oleh Kementerian kesehatan Selasa 12 Mei 2020, justru Gubernur memberikan rentang waktu hingga 28 Mei 2020 atau H+2 Lebaran Idul Fitri. Alasannya kurang pas juga karena menyiapkan regulasi termasuk perwali. Mengapa kurang tepat alasannya karena jalan teknis yang dimuat di perwali ini adalah aturan secara teknis untuk men terjemahkan langkah operasional dari kebijakan besar PSBB. pemerintah sebagai tim implementator sudah seharusnya menyiapkan Draf perwali sejak awal dan bila mungkin dipaparkan di tingkat publik melalui DPRD atau stakeholders. Sebenarnya dalam kenyataan di dalam ada kemungkinan bukan saja perwali sebagai landasan hukum tetapi resources terutama anggaran. Karena anggaran ini dibutuhkan untuk menggerakkan SDM yang akan turun memantau dan mengeksekusi aturan in. Ada kemungkinan antara Pemprov dan Pemko tidak ada sinergi terutama menyediakan anggaran. Apalagi anggaran yang sifatmu proyek yang diduga telah menjadi komitmen antara pemerintah dan pengusaha kontraktor tetap dijalankan. Ini terjadi karena kesepakatan antara penguasa penyedia anggaran dan pemborong pengusaha. Memang publik mengetahui ada realokasi dan refocusing anggaran seperti RI Pemko Palembang mencapai Rp 480 miliar dan di Pemprov Sumsel Rp 120 miliar. Tentu saja distribusi anggaran ini dibagi per item termasuk melancarkan PSBB yang telah ditetapkan. Publik cuma berharap keseriusan pemerintah dan jangan pula berpikir untuk menarik untung alias korupsi dalam anggaran pahit dari dana rakyat ini. Semoga apa yang menjadi harapan pemerintah dan memberlakukan PSBB, mungkin akan dilaksanakan Kamis 20 Mei 2020 harus didukung oleh publik. Karena tanpa partisipasi publik kebijakan ini tidak akan berhasil. @