Muba maju Lebih Cepat
Minuman Alfaone

PT AIG Tak Punya Legal Standing Tidak Punya Wewenang Mengelola IPL

D4428B45 13C4 4CD1 AA5E 85C187DEC1E2

PT AIG Tak Punya Legal Standing dan Tidak Punya Wewenang Mengelola IPL

Palembang, Extranews— Keberadaan PT AIG (Arsy Intiguard) tidak memiliki legal standing untuk mengelola penggunaan dan iuran pengelolaan lingkungan (IPL) yang memungut iuran dari warga penghuni Citra Grand City, Palembang. Hal itu disampaikan oleh Toyib Rakembang, yang merupakan penghuni di cluster Somerset East, Kamis (20/2).

“Jadi aneh saja tiba-tiba saat ini ada perusahaan yang dibentuk oleh pengembang PT CAG untuk mengelola iuran warga,” ujar Toyib yang merupakan anggota DPRD Sumsel ini.

Saya berani untuk memperjuangkan hak hak warga yang dipaksa oleh PT AIG membayar iuran tanpa ada pengawasan dari warga, yang iuran warga digunakan untuk apa saja terkait IPL.

Kewenangan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang dikelola  oleh PT AIG (Arsy Intiguard), perusahaan yang dibentuk oleh pengembang PT CAG, tidak memiliki legal standing mengingat  perjanjian jual beli rumah di Citra Grand City bukan dengan AIG.

Karena warga CGC memiliki perjanjian dengan PT Ciputra dan CAG, sementara Ciputra tidak lagi sebagai pengembang perumahan CGC, maka warga memiliki hak untuk menentukan pengelolaan IPL sendiri.

“Jadi wajar jika ada warga CGC yang menolak dan keberatan IPL dikelola oleh perusahaan yang tidak memiliki legal standing lagi,” ujar Toyib.

Direktur PT AIG, Nanang Supriatna tidak berkomentar soal PT AIG yang tidak ada legal standing ini. Melalui komunikasi whatshap, Nanang justru menanyakan siapa warga yang dimaksud. Bukan menjawab pertanyaan dari Extranews.

Sementara itu pengacara dari PT AIG dan PT CAG, Affan Arifin, hanya menjawab nanti akan dibahas pihaknya.

Toyib yang saat ini dilaporkan oleh pengacara dari pengembang CGC ke aparat Polda Sumsel, merasa aneh saja atas perlakuan PT AIG yang mengatur-ngatur warga di rumahnya sendiri.

Apalagi PT AIG dibentuk oleh PT CAG yang bertindak selaku pengembang tanpa Ciputra lagi.

Dari analisa hukum perusahaan, praktik model afiliasi perusahaan seperti ini sangat tidak sesuai dengan prinsip coorporate good governance atau tata kelola perusahaan yang baik.

Menurutnya, bukan menuduh tapi secara teori praktik penunjukan oleh perusahaan dengan membentuk perusahaan lagi ini, memungkinkan terjadi transfer pricing termasuk tindakan penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (Unacceptable tax avoidance), karena tidak adanya tujuan usaha yang baik, semata-mata hanya bertujuan untuk menghindari pajak, merekayasa transaksi, dan tidak sesuai dengan maksud dari pembuat undang-undang. “Apalagi tidak ada transparansi dan pertanggungjawaban kepada warga yang membayar iuran, ujar Toyib.

Dalam ilmu  manajemen perusahaan, transaksi afiliasi adalah transaksi antara dua perusahaan atau lebih yang antara perusahaan yang memiliki hubungan istimewa, atau pihak afiliasi. Hubungan istimewa dapat timbul akibat adanya kepemilikan, penguasaan, atau hubungan keluarga.

“Dengan teori dan  contoh-contoh itu, kita Ingin niat baik pengembang, untuk membicarakan musyawarah untuk mempertangungjawabkan program IPL yang notabene menggunakan dana warga CGC,” ujar Toyib.

Buntut IPL tidak Transparan

Seperti diberitakan sebelumnya, buntut peristiwa yang dialami warga Citra Grand City, Toyeb Rakembang yang tidak bisa masuk ke perumahan, gara gara palang gerbang tidak dibuka akibat kisruh tuntutan pengelolaan IPL. Akibat kejadian itu Ketua RW 20 CGC Dariyono buka suara.

Menurut Darioyono, sebagian warga  Citra Grand City keberatan dan memprotes kesewenang-wenangan menajemen CGC berkaitan dengan menaikkan ketentuan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).

Ketua RW 20 CGC, Dariyono, yang dihubungi, Senin (17/2), berkaitan dengan kejadian tidak dibukanya palang pintu gerbang masuk komplek perumahan, mengakui pihak warga yang punya rumah merasa tidak nyaman akibat pengelolaan dan pemberlakuan dana IPL tidak transparan dan tidak ada pertanggung jawaban. “Anehnya tanpa melalui musyawarah dengan warga,” ujar Dariyono.

Menurutnya, Pengembang (PT CAG) masih belum memenuhi ketentuan Berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2022 bahwa setiap pengembang wajib menyediakan PSU dengan proporsi paling sedikit 40 % (empat  puluh persen) dari total luas lahan, sementara Kawasan CitraGrand City yang

dibangun tidak memenuhi ketentuan tersebut di atas dan diduga site plan diubah-ubah.

Menurutnya, Pengembang (PT CAG) belum menyerahkan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU), padahal sesuai Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2022

Pasal 9 ayat (1) Pengembang wajib menyerahkan PSU kepada Pemerintah Kota.

Kemudian 9 ayat (2) Penyerahan fisik tanah berikut dengan sertifikat hak atas

tanah PSU Kawasan Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun setelah site plan yang telah disahkan oleh Walikota.

Pasal 9 ayat (3) Penyerahan bangunan PSU Kawasan Perumahan sesuai site plan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun setelah pembangunan fisik bangunan mencapai 80 % (delapan puluh persen) dari rencana pembangunan sesuai site plan dan pembangunan fisik PSU 100 persen.

Pihak pengembang juga belum menyediakan fasilitas umum, fasilitas  sosial

sesuai site plan yang telah disahkan, seperti contohnya antara lain, ruang terbuka hijau yang belum memenuhi luasan bahkan dialihfungsikan), termasuk fasilitas kesehatan, dan penyediaan kawasan pemakaman. Firko

Jenis-Jenis Transaksi Afiliasi

Berikut Redaksi Extranews.Id mengutip Permenkeu RI, Jenis-Jenis Transaksi Afiliasi

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement), terdapat beberapa contoh transaksi afiliasi di antaranya:

  • transaksi pengalihan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud;
  • transaksi persewaan harta berwujud;
  • transaksi sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud
  • transaksi pengalihan aset keuangan;
  • transaksi pengalihan hak sehubungan dengan pengusahaan wilayah pertambangan dan/atau hak sejenis lainnya;
  • transaksi pengalihan hak sehubungan dengan pengusahaan perkebunan, kehutanan, dan/atau hak sejenis lainnya;
  • transaksi sehubungan dengan restrukturisasi usaha, termasuk pengalihan fungsi, aset, dan/atau risiko antar pihak afiliasi;
  • transaksi pengalihan harta selain kas kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal (inbreng); dan
  • transaksi pengalihan harta selain kas kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota dari perseroan, persekutuan, atau badan lainnya.

Merujuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013, transaksi afiliasi dapat berupa:

  • transaksi afiliasi khusus berupa pengalihan atas harta tak berwujud (lisensi), pembayaran royalti, jasa intra-grup, dan biaya bunga;
  • transaksi afiliasi yang tidak termasuk dalam komponen laba bersih usaha Wajib Pajak misalnya: beban bunga, laba/rugi penjualan aset, dan laba/rugi kurs
  • transaksi afiliasi yang tidak rutin, misalnya: restrukturisasi bisnis yang melibatkan atau tidak melibatkan harta tak berwujud dan penjualan intangible property.

Kemudian, menurut Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Badan Lampiran Khusus 3A, jenis transaksi afiliasi dapat berupa:

  • Penjualan atau pembelian bahan baku, barang jadi dan barang dagangan
  • Penjualan atau pembelian barang modal dan aktiva tetap
  • Penyerahan atau pemanfaatan barang tidak berwujud
  • Peminjaman uang
  • Penyerahan jasa
  • Penyerahan atau perolehan instrumen keuangan (saham dan obligasi),
  • Transaksi Lainnya.
BACA JUGA INI:   PLN Terapkan Kesetaraan Gender dan Inklusifitas di Lingkungan Kerja Berstandar Internasional
lion parcel